.
.
Pengetahuan Tuhanku cukup bagiku.
~ Qod Kafani, Imam Al Haddad.
..
***
Setelah para jamaah meninggalkan masjid, tinggal lah Yoga dan Ustad Umar di masjid. Syeikh sudah ke ruangannya. Dan Mahzar sedang sibuk mengurus cucian.
Ustad Umar menghampiri Yoga yang matanya setengah menutup karena menahan sisa kantuk luar biasa. Tep! dia menepuk pundak muridnya. "Yoga, mau nge-teh bareng di puncak bukit?"
Kantuknya hilang sesaat karena kaget pundaknya ditepuk tiba-tiba. "Eh? Puncak bukit?"
"Iya. Di belakang kamar Syeikh, itu kan puncak bukit."
Dia mengangguk. "Iya Ustad. Mau."
Mereka berjalan bersama di koridor. "Tapi saya ke dapur dulu ya. Mau bikin kopi kawa daun dulu."
"Kopi kawa daun? Apa itu?"
"Kopi kawa daun itu, daun tanaman kopi yang diseduh seperti teh. Spesial nih saya bikinin di hari terakhirmu," jelasnya sambil terkekeh.
Setelah beberapa menit di dapur, mereka berjalan menanjak bukit. Yoga membawa nampan dengan hati-hati. Di atasnya ada dua gelas batok kelapa berisi teh kawa daun, dan di bawahnya ditataki potongan bilah bambu. Aroma teh bercampur kopi, menyatu dengan aroma batok kelapa. Harum dan membuatnya rileks.
"Nah. Kita duduk di sini," kata Ustad Umar yang sudah mengambil posisi duduk bersila di puncak bukit. Dia membantu meletakkan nampan di atas rerumputan. Yoga duduk bersila di sampingnya. Langit masih agak gelap. Mentari belum muncul. Hawa seperti biasa masih terasa dingin.
Ustad Umar menyesap tehnya perlahan. "Diminum, Yoga."
Yang dipersilakan menunduk sopan. "Terima kasih Ustad." Dia mencicipi minuman khas Minang itu.
"Gimana? Enak?"
"Iya. Unik ya rasanya. Tampilannya mirip teh ketimbang kopi, tapi ada rasa kopinya. Walaupun tidak sepahit kopi hitam biasa."
KAMU SEDANG MEMBACA
ANXI (SEDANG REVISI)
SpiritualJika kamu sedang mencari novel Islami/syar'i, mohon maaf kamu salah alamat, zheyenk :) ANXI mungkin bukan untukmu. Coba peruntunganmu di karya saya yang lain : Tirai, Cincin Mata Sembilan (link di bio) ANXI *Untuk Dewasa 21+* Peringkat tertinggi #1...