Bagian 156 (Ke Jakarta Aku Kan Kembali)

711 122 24
                                    

.
.

Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) Shubuh. Sesungguhnya shalat Shubuh itu disaksikan (oleh malaikat).


~ Q.S. Al-Isra': 78

.
.

***

Sehari berselang ...


"Allaahu akbar," Tubuhnya membungkuk ruku' lalu berdiri sambil mengangkat tangan setinggi telinga. "Sami 'allahu liman hamidah."

Dalam pencahayaan minim, Yoga salat malam sendiri. Kucingnya tengah tidur melingkar di atas kasur. Mengingat jam tidur yang sangat sedikit, dia tak menyangka akan bisa terbangun sejam sebelum subuh.

Setelah salat 4 rakaat dengan dua kali salam, dia duduk bersila dan mengerjakan amalan zikirnya. Ini bukan lagi di tempat Suluk, tapi dia ingin membawa Suluk ke mana pun dia berada. Dia ingin ruh Suluk terasa ke mana pun dia pergi, dalam apa pun yang dilakukannya.

"Subhanallahi wa bihamdihi subhanallahil 'azhim. Astaghfirullah ... astaghfirullah ... astaghfirullah ... " Setelah istighfar seratus kali, dia membaca do'a fajar. Amalan paginya yang biasanya.

Usai dengan do'a fajar, dia kembali mengangkat telapak tangan setinggi dada. "Allahumma sholli 'ala sayyidina Muhammad, wa 'ala ali sayyidina Muhammad. Al Fatihah ... A'udzubillahiminasysyaitonirrajim. Bismillahirrahmanirrahiim. Alhamdulillahirabbil 'al amin ... " dia menuntaskan Al Fatihah yang diperuntukkannya bagi Nabi Muhammad beserta keluarga, keturunan dan para sahabat beliau. "Amin ... "

Tangannya kembali diangkat setinggi dada.

Ya Allah, aku niat menghadiahkan pahala bacaan Al Fatihahku untuk guru-guruku ...

Yoga menyebut nama ketiga gurunya. Habibnya, pimpinan Majelis zikir, Syeikh Abdullah dan Ustad Umar. "Al Fatihah ... A'udzubillahiminasysyaitonirrajim. Bismillahirrahmanirrahiim. Alhamdulillahirabbil 'al amin ... " wajahnya diusap setelah bacaannya selesai. Berharap ini akan menjadi cara Allah mengikat tali antara dirinya dengan guru-gurunya, di mana pun mereka berada.

Dia berdiri dari sajadahnya, melangkah menghampiri lemari dan membawa kitab Al-Qur'an. Meletakkannya dengan hati-hati di atas rekal kayu. Mulai membacanya dari depan. Surat pertama, Al Fatihah. Dia ingin berusaha menerapkan yang diajarkan Ustad Umar padanya. Untuk merutinkan bacaan Qur'an setiap hari. Jika ada hari dimana dia tak sempat membacanya, dia akan berusaha setidaknya dalam tiga hari dia membaca sekali. Dari tanda 'ain ke 'ain, atau dari tanda hizb ke hizb berikutnya. Terus hingga khatam, lalu khatam lagi, lalu khatam lagi. Terus sebanyak-banyaknya sampai dia mati. Hingga dia merasakan Al Qur'an dalam aliran napasnya, dalam tiap perbuatannya, dalam pikirannya setiap kali dia harus mengambil keputusan. Hingga Al Qur'an menjadi satu dengan kehidupannya. Berharap kelak di akhirat, Al Qur'an akan bersaksi untuk meringankan dosa-dosanya. Bersaksi bahwa dirinya semasa hidup berusaha untuk memuliakannya. Dan tidak menyia-nyiakannya, mengabaikannya di sudut rak buku hingga berdebu.

"Shodaqallahul azhim." Yoga menutup Al-Qur'an dan meletakkannya kembali di dalam lemari.  Mengecek jam dinding. 10 menit sebelum Subuh. Sepertinya masih sempat ...

Dia keluar dari kamarnya, berjalan di sepanjang koridor, mengarah ke kamar Ayahnya. Tok ... tok ... "Assalamualaikum. Ayah, ini aku."

Hening. Tak ada jawaban. Biasanya jam segini Ayahnya memang masih tidur. Dia mengetuk kembali. Tok ... tok ... "Ayah ... Yah."

Sementara di dalam kamarnya, Dana berusaha menutup kedua daun telinganya.

ANXI (SEDANG REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang