Bagian 194 (Ziarah)

1K 121 54
                                    

.

.

Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah, itu mati, bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki.

~ Q.S Ali Imran : 169

.

.

***

Lima hari kemudian ...

Sebuah mobil limosin hitam menepi di depan gerbang kawasan makam Luar Batang.

Hari masih pagi. Pukul 9. Tapi Yoga sudah tiba di daerah Penjaringan, Jakarta Utara, diantar supirnya. Tadi saat di rumah, Ayahnya memang sudah tampak heran melihat putranya pagi-pagi sekali sudah rapi jali.

"Mau pergi?" tanya Dana padanya.

"Iya Yah," jawabnya singkat. 

"Ke mana?" tanya Ayahnya penasaran.

" ... ke daerah Jakarta Utara."

Jawaban yang tidak begitu spesifik itu membuat Dana berpikir bahwa kepergiannya ini bersifat rahasia. Tapi melihat pakaiannya, kok sepertinya bukan pakaian untuk pergi kencan dengan wanita.

Yoga baru menjelaskan tujuannya setelah mereka selesai makan.

"Ayah mau ikut aku jalan-jalan?"

"Jalan-jalan ke mana? Ke Jakarta Utara mau ngapain sih?"

"Ziarah kubur," jawabnya sambil tersenyum lebar.

Jawaban yang membuat wajah Dana pucat dan mulutnya menganga otomatis. Setelah terperanjat beberapa detik, kesadarannya mulai terbentuk kembali. Ekspresinya berubah jengkel.

"Enggak! Makasih! Jalan-jalan tuh ke mana kek! Ke mall, ke pantai, ke gunung! Lha ini ... KUBURAN! Dari pada ke kuburan, mending kamu cari calon isteri! Kalau kamu punya anak, rumah ini kan jadi ramai! Ayah jadi punya mainan buat ngisi waktu luang!! Dari pada Ayah nonton gosip kan? Pusing kepala Ayah mikirin kamu!"

Yoga terdiam sesaat mendengar cerocosan panjang yang berisi kumpulan keluhan itu. Sedetik kemudian dia tertawa. "Ha ha ha!! Memangnya Ayah nonton gosip salah siapa? Kenapa jadi salahin aku??"

***

.

.

Pukul 09.05. Kawasan Makam Luar Batang, Penjaringan, Jakarta Utara ...

Hawa dingin selepas hujan, terasa nyaman di pori-pori kulit manusia Jakarta yang biasanya berjibaku dengan panas terik. Rintik hujan masih turun. Tapi karena tak seberapa, orang-orang memutuskan berjalan tanpa payung.

Keberadaan mobil mewah itu dengan segera menarik perhatian penduduk sekitar yang rata-rata adalah pedagang. Sementara orang-orang yang berpakaian relijius seperti baju koko, sarung, peci, gamis, hijab panjang dan semacamnya, serta berdandan rapi, biasanya adalah para peziarah yang datang dari seluruh penjuru kota di Indonesia.

Tak satu pun orang yang melintas, kecuali mereka semua melirik ke arah mobil limosin hitam yang sedang berhenti di tepi jalan. Tak lama, seorang pria bertubuh tegap yang berpakaian serba hitam dan berpenampilan khas body guard, lengkap dengan kabel tipis alat komunikasi menyembul dari kerah jas, dan ear phone menempel di salah satu sisi telinga, keluar dari pintu kemudi dan membukakan pintu belakang.

Seorang pria berperawakan tampan, keluar dari mobil, menapaki sandal hitamnya di atas trotoar. Meski aura orang kaya tampak kental di wajah blasterannya, pakaiannya terlihat bersahaja dengan baju koko, celana panjang dan peci yang kesemuanya serba putih. Pakaian yang sebenarnya simpel itu, karena dikenakan olehnya, tampak seolah adalah hasil karya seorang desainer baju kenamaan.

ANXI (SEDANG REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang