.
.
"Kalau kamu mau akhir yang baik, berusahalah membuat awal yang baik!".
.
***
Yoga berdiri tegap dengan pakaian seragam suluk yang serba putih. Rambutnya basah karena baru selesai mandi keramas. Muka boleh cemberut, tapi tapi tetap good looking. Rizky sempat tertegun melihatnya. Teman anehnya ini nampaknya akan terlihat bagus, apapun baju yang dipakainya. Untung saja program Suluk ini khusus laki-laki. Kalau ada peserta wanita, sudah barang tentu mereka akan gagal fokus gara-gara pria di hadapannya ini.
Mereka berdua sedang berdiri di koridor, persis di luar pintu barak. Rizky menunjuk ke arah kiri. "Nah, ruangan para Ustaz ada di sebelah sana, Yoga. Kamu bisa menemui Ustaz Umar di sana. Aku ke masjid dulu ya."
Mereka dibagi menjadi beberapa kelompok. Sebagian kelompok di gazebo, dan sisanya di masjid. Rizky mendapat kelompok di masjid.
Yoga mendengkus kesal. "Sebenarnya aku malas ke sana. Kenapa sih aku harus menghadap ke ruangannya? Kenapa aku gak langsung aja dimasukkan ke salah satu kelompok? Kenapa harus sama Ustaz itu?? Memangnya gak ada Ustaz yang lain?"
Rizky sebenarnya juga agak heran. Kenapa hanya Yoga yang dipanggil menghadap ke ruangan Ustaz Umar?
"Jangan begitu, Yoga. Kamu harus ingat, kalau beliau adalah salah satu ustaz di sini. Kamu tetap harus hormat padanya! Dan lagi, dia bukan sembarang ustaz!"
Matanya memicing, "Maksudmu?"
"Ustaz Umar adalah ustaz kepercayaan Syeikh Abdullah. Beliau awalnya bukan seorang santri, tapi masyarakat biasa seperti kita. Lalu suatu saat, dia mendatangi pesantren milik Syeikh di Padang, memohon untuk dilibatkan dalam dakwah. Syeikh menerimanya. Sebenarnya, ada persyaratan usia minimal untuk jadi seorang santri, tapi Ustaz Umar berbeda. Beliau diajar langsung oleh Syeikh Abdullah selama delapan tahun, hingga akhirnya sekarang menjadi 'tangan kanan'nya."
Yoga nampak heran. "Memohon untuk dilibatkan dalam dakwah? Tiba-tiba dia meminta seperti itu?"
"Hm ... yah, mungkin sesuatu terjadi dalam hidupnya. Aku tidak tahu. Dan juga tidak pernah bertanya pada santri di sini. Kita di sini diajari untuk tidak mencampuri yang bukan urusan kita."
Rizky menepuk punggung Yoga. "Nah, berjuanglah menghadapi Ustaz Umar! Aku ke masjid ya. Daah!"
Yoga mencibir Rizky yang meledeknya. Sementara yang dicibir hanya tertawa cekikikan sambil berjalan cepat ke arah masjid. Yoga berbalik badan dan melangkah menuju ruangan yang ditunjuk Rizky. Kira-kira selisih tiga ruangan dari barak. Suara percik air dari kolam di samping terdengar menenangkan, namun belum bisa membuat rasa jengkel Yoga hilang. Mengingat dirinya baru saja disiram air seember oleh pria itu, yang sayangnya adalah seorang ustaz. Suka tidak suka, Yoga tetap harus hormat padanya.
"Assalamualaikum. Ini saya, Ustaz. Yoga," sapa Yoga setelah mengetuk pintu ruangan Ustaz Umar.
"Wa'alaikumussalam. Masuklah Yoga."
Pintu terbuka. Ustaz yang usianya lebih tua darinya terpaut belasan tahun itu, sedang duduk di belakang meja kayu. Ustaz Umar meliriknya sekejap. Sempat tertegun melihat penampakan pria di depan pintu. Baru kali ini ada laki-laki yang perawakannya mirip model kelas internasional, mengikuti program suluk di tempat ini.
"Duduklah, Yoga."
Yoga membungkukkan tubuhnya sedikit, sebelum duduk di kursi persis di seberangnya.
"Kamu sudah mandi taubat?" tanya pria itu dengan tatapan dingin dan tenang.
"Saya sudah mandi." Tentu saja aku sudah mandi, pikirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANXI (SEDANG REVISI)
EspiritualJika kamu sedang mencari novel Islami/syar'i, mohon maaf kamu salah alamat, zheyenk :) ANXI mungkin bukan untukmu. Coba peruntunganmu di karya saya yang lain : Tirai, Cincin Mata Sembilan (link di bio) ANXI *Untuk Dewasa 21+* Peringkat tertinggi #1...