Bagian 158 (Haflah)

791 133 34
                                    

.

.

Orang yang sedang menuntut ilmu didoakan oleh semua makhluk Allah yang berada di langit maupun bumi, termasuk ikan-ikan di sungai dan laut.

~ Hadits Riwayat Ibnu Majah.

.

.

***

Sebulan kemudian.
Kediaman Farhan Akhtar, Jakarta ...

Pukul 6 pagi. Erika sibuk mengamati penampilannya di depan cermin, dengan sebuah baju gamis berwarna merah muda.

"Sayang, menurutmu aku harus pakai jilbab?" tanyanya pada suaminya yang sudah tampak rapi dengan baju koko putih dan celana panjang putih.

Farhan terdiam berpikir, lalu berjalan menghampirinya dari belakang. "Sebenarnya sih ... kamu memang seharusnya pakai jilbab. Maksudku, bukan cuma di acara pesantrennya Yunan seperti hari ini. Kan menutup aurat kewajiban tiap muslimah, sayang." Di akhir ucapannya dia memeluk istrinya dan mengecup pipinya.

Yang dipeluk memasang ekspresi tertunduk malu. "Aku ... kalau untuk pakai jilbab, aku ... "

Farhan melepas pelukannya. "Iya iya. Kamu belum siap kan? Ya sudah. Enggak ada juga yang maksa. Aku kan cuma kasih tahu kalau menutup aurat kewajiban tiap muslimah. Ya sudah, kalau kamu ragu pakai jilbab, pakai saja kerudungmu yang biasanya."

Erika cengengesan. "Iya. Aku pakai kerudung saja ya." Dia berbalik badan dan kini sibuk memilih motif kerudung terbaik yang matching dengan warna gamisnya. "Hm ... yang mana ya? Yang motif bunga mawar ini cakep juga kayaknya. Yang ini saja deh."

Farhan menatapnya dari belakang dan menghela napas. Sekali pun dia sadar sebagai seorang suami punya kewajiban membuat istrinya mentaati syari'at. Tapi terhadap Erika, dirinya sangat lemah. Dia tahu memaksa juga bukan sesuatu yang baik untuk dilakukan. Tapi sebagai seorang suami, semestinya dia punya cara untuk membujuk istrinya. Kadang dia merasa kesal dengan dirinya sendiri. Berharap dia adalah seorang lelaki yang berkarakter tegas.

Mereka akhirnya selesai berpakaian. Farhan lebih dulu melangkahkan kaki menuju pintu, sementara Erika masih harus menitipkan Raesha pada mbak Surti. "Mbak, saya berangkat dulu ya. Tolong nanti digembok pagarnya, pintu depan dikunci. Terus sekitar dua jam lagi kalau Raesha rewel, dikasih susu yang sudah saya siapin di kulkas ya. Tapi jangan lupa diangetin dulu." Asistennya itu mengiyakan.

"Sudah semua kan? Undangannya jangan lupa," Farhan mengingatkan istrinya.

Erika mengintip sedikit ke dalam isi tas mungilnya. "Sudah, sayang. Ayo berangkat."

***

Ada yang spesial hari ini di pesantren tempat Yunan bersekolah. Suasana riuh ramai dengan wajah-wajah ceria, memenuhi area lapangan, hingga ke luar gerbang. Di atas gerbang, sebuah spanduk putih terpampang dengan tulisan 'HAFLAH PESANTREN DARUL IHSAN : Angkatan ke-38.'

Beragam stand jualan berjejer di sepanjang tepi lapangan. Buku-buku Islami, baju koko, sarung, peci, parfum, tas dan berbagai hasil keterampilan tangan para santri, tak ketinggalan berbagai makanan dan minuman.

Suasana semarak. Sebuah panggung dibangun di samping tiang bendera. Berhadapan dengan panggung, pelataran tertutupi oleh kain berwarna kuning gading. Dihias dengan lipitan-lipitan berpita di pinggirannya. Ratusan kursi ternaungi di bawahnya. Tiga baris kursi terdepan dari panggung, kursinya dibungkus kain berwarna keemasan. Sebab di sanalah tempat VIP yang dikhususkan bagi para orang tua santri berprestasi. Farhan dan Erika termasuk di antaranya.

Di atas panggung, seorang pria berpeci hitam tengah berdiri memberikan sambutan. 

"Alhamdulillah hari ini kami selaku jajaran direksi Yayasan Darul Ihsan beserta para Dewan Guru, dapat bersilaturahmi dengan para orang tua para santri untuk mensyukuri bersama kenaikan tingkat kelas para santri Madrasah Tsanawiyah kelas VII hingga kelas IX, para santri Madrasah Aliyah kelas X dan kelas XI. Sekaligus pelepasan para santri kelas XII.

ANXI (SEDANG REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang