Bagian 92 (Suluk)

820 89 33
                                    

.

.

"AKU AKAN MENGAMBIL DIAM-DIAM LAPTOP DAN HP-KU, DAN MEMANJAT POHON ITU UNTUK MENCARI SINYAL!!!"

.

.

***

Hari ke-8 suluk ...

Rizky mengusap peluhnya. Menatap jalanan yang kini bersih. "Alhamdulillah ... akhirnya selesai juga. Yoga, ayo masuk ke dalam. Aku gak tahan rasanya, mau mandi."

Saat menoleh ke belakang, dilihatnya temannya yang aneh itu sedang berdiri memegang gagang sapu sambil memejamkan mata seperti sedang mengheningkan cipta.

"Kamu ngapain, sih?" tanya Rizky dengan tatapan datar.

Yoga mendadak mengentakkan ujung sapu lidi ke jalan. Kedua matanya terbuka tajam. "Ky, aku sudah tahu apa yang harus kulakukan!!"

"Hahh??" Rizky mengerutkan dahi penuh keheranan.

"AKU AKAN MENGAMBIL DIAM-DIAM LAPTOP DAN HP-KU, DAN MEMANJAT POHON ITU UNTUK MENCARI SINYAL!!!" teriaknya sambil mengacungkan jari telunjuk ke sebuah pohon tinggi yang ada di seberang gerbang masjid.

Rahang Rizky seketika menganga.

WHAT THE --??? KESAMBET APA DIA???

.

.

Mereka berjalan di koridor. Yoga berjalan lebih cepat darinya. Kakinya lebih panjang, jadi Rizky harus setengah berlari untuk menyamai langkahnya.

"Yoga, kuberitahu. Itu sama sekali BUKAN ide yang bagus!! Batalkan saja niatmu itu!" tegas Rizky.

Temannya yang bertubuh tinggi itu menjawab dengan intonasi berbisik yang sama dengannya, "jangan khawatir. Aku gak perlu waktu lama untuk melakukan semuanya. Mengerjakan laporan, mengirim e-mail, menghubungi sekertarisku. Dan kalau beruntung, aku mungkin bisa menelepon delivery steak daging sapi. Apa kamu mau juga?"

Rizky membentuk huruf O dengan mulutnya. Gagal memahami jalan pikiran temannya yang aneh ini. "In case u forgot, kita sedang berada di gunung. Bahkan untuk membeli sabun colek, kita harus berkendara 2 jam. Lalu kamu berharap akan ada delivery service di kota yang bersedia mengirim makanan kemari? Dan lagi, hari ini kita sedang PUASA!!"

"Tenang, Ky. Nanti aku akan janjikan mereka tip yang besar, supaya mau kirim ke sini. Steak-nya bisa dimakan setelah buka puasa. Beres, 'kan?" katanya sambil mengacungkan jempol.

Pria bertubuh pendek itu menghela napas sambil menyilangkan tangan di dada. "Yang akan kamu lakukan ini, melanggar peraturan suluk. Kamu sadar, 'kan?"

"Ck!! Ayolah Ky, dukung aku! Aku harus melakukan ini! Kalau tidak, aku akan terus kepikiran laporan itu, merasa bersalah dengan ayahku, dengan urusan pekerjaan yang kutinggalkan!! Kalau aku bisa menuntaskan urusan ini, mana tahu aku bisa lebih tenang menjalankan suluk! Ya, 'kan??"

Ugh!! Berteman dengan orang ini adalah cobaan, pikir Rizky. "Memangnya kamu berharap aku bantu apa?? Aku TIDAK MAU membantumu mengambil laptop dan HP-mu!"

"Oh tenang. Itu bagianku. Aku cuma perlu kamu untuk mengawasiku saat memanjat pohon. Jadi kalau misalnya tiba-tiba ada ustaz yang mau keluar gerbang, kamu bisa kasih tahu aku. Supaya aku bisa buru-buru turun."

Rizky bertolak pinggang sambil memejamkan mata. "Hh ... entahlah. Kepalaku mendadak cenat-cenut."

Tangan Yoga menepuk pundak Rizky layaknya sahabat. "Ayolah, Ky!! Sebentar saja! Hari ini saja! Kamu 'kan satu-satunya temanku di tempat ini!!"

ANXI (SEDANG REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang