.
.
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang mungkar ; Mereka lah orang-orang yang beruntung.
~ Qur'an Surat Ali Imran 104.
.
.
***
Mieke mengejar bosnya begitu melihatnya keluar dari ruang meeting. "Pak Yoga, banyak telepon masuk untuk anda. Di saluran 1, Ayah anda. Saluran 2, Bu Mellinda dari B-Corp. Saluran 3, Pak Jaya dari PT Inter Exchange."
Yoga menanggapinya sambil berjalan cepat ke ruangannya. "Biar saya terima semuanya di ruangan saya. Terima kasih Mieke," dia masih tersenyum di akhir kalimatnya. Senyum yang bercampur kesedihan, wanita itu menangkapnya.
Mieke berhenti saat sampai di samping mejanya. Menatap punggung bosnya dari belakang.
Dia menghela napas saat sosok Yoga tak lagi terlihat. Hari yang sibuk untuk mereka semua. Bukan hanya Yoga dan dirinya, tapi para Direktur, bagian admin dan pemasaran. Sejak kebijakan yang menggegerkan itu dilaksanakan oleh Yoga, telepon tak henti berdering.
Seorang wanita berambut panjang berdiri di belakangnya. "Lihat ulah bos kebanggaanmu itu. Dia baru saja membuat kericuhan di bulan pertamanya setelah diangkat menjadi C.E.O."
Mieke berbalik badan. "Kita tidak mengerti alasan Pak Yoga mengambil keputusan itu. Jadi simpan saja nyinyirmu, Tamara."
Wanita cantik bernama Tamara yang adalah sekertaris dari Direktur Pemasaran, Pak Ricky, tersenyum sinis. "Keputusan Pak Yoga membuat para Direktur sakit kepala, termasuk bosku. Kita semua sama-sama tahu. Pak Yoga berubah sejak pulang dari cuti panjangnya. Bosmu itu jadi ... apa ya istilahnya? Radikal? Hi hi," dia menutup bibirnya yang dipulas lipstik merah cabai, dan menampakkan kuteks berwarna merah cabai.
Mieke menatapnya kesal. Dia meninggalkan wanita cabai-cabaian itu dengan tawa bahagianya. Dia tahu, di antara pada sekertaris, banyak yang iri dengan posisinya sebagai sekertaris C.E.O. Bukan hanya karena C.E.O adalah posisi tertinggi di perusahaan, tapi juga karena C.E.O mereka punya paras yang sangat tampan tak ketulungan. Dan kini, mereka pastinya senang karena punya bahan untuk mencela Yoga dan dirinya sebagai sekertaris pribadinya.
***
Yoga baru saja duduk di kursinya. Ujung jari telunjuknya menekan tombol angka 1 di mesin telepon.
"Assalamualaikum Yah," sapanya dengan ramah. Dia sengaja menjawab telepon dari Ayahnya lebih dulu, karena Ayahnya lebih penting baginya dibanding urusan bisnis.
Mendengar suara Yoga yang akhirnya mengangkat telepon darinya, Dana tak menggubris salam dari anaknya dan segera menyemburkan kemarahan bak naga.
"YOGA!! AYAH BARU DENGAR DARI PAK RICKY!! APA-APAAN INI?? KENAPA KAMU MENGEMBALIKAN DANA PARA INVESTOR? APA KAMU SUDAH GILA??"
Yoga terpaksa memundurkan posisi speaker telepon dari telinganya, saking keras suara teriakan Ayahnya.
"Tenang Yah. Aku sudah memikirkan baik-baik sebelum melakukannya. Ayah jangan kuatir. Aku akan berusaha mengatasinya, supaya perusahaan bisa bertahan sampai dana keuntungan investasi cair ke anggaran."
"AYAH SUNGGUH TIDAK MENGERTI. APA ALASANMU? CEPAT BILANG PADA AYAH!"
Dia terdiam agak lama. " ... aku tidak bisa bilang ini di telepon. Nanti malam insyaallah aku akan jelaskan pada Ayah."
KAMU SEDANG MEMBACA
ANXI (SEDANG REVISI)
SpirituellesJika kamu sedang mencari novel Islami/syar'i, mohon maaf kamu salah alamat, zheyenk :) ANXI mungkin bukan untukmu. Coba peruntunganmu di karya saya yang lain : Tirai, Cincin Mata Sembilan (link di bio) ANXI *Untuk Dewasa 21+* Peringkat tertinggi #1...