Bagian 5 (Catatan Erika)

1.9K 101 2
                                    

.

.

Itu menjadi momen yang selalu kutunggu. Momen favoritku.

Saat aku berbalik dan dia selalu ada di sana.

Rasanya hangat.

.

.

***

Berita aku dan Yoga jadian menyebar dengan cepat di sekolah. Sungguh aku mengerti kenapa acara gosip di pertelevisian Indonesia begitu laku.

Pertama kalinya Yoga menjemputku di luar pintu kelas, teman-teman sekelasku masih menatap kami dengan heran (kecuali Ratih, karena dia sudah tahu). Tapi lama kelamaan mereka tidak segan-segan menggoda kami. Beberapa hari berlalu sejak Yoga jadi pacarku, tapi aku tetap sulit untuk terbiasa. Mungkin itu karena, Yoga bukan orang biasa. Sama sekali bukan.

Bel pulang sekolah berbunyi. Aku melihat Yoga berdiri di luar pintu kelasku.

"Erika! Pangerannya udah jemput tuh!"

Mukaku langsung merah padam. Siapa itu yang mulai? Biasanya kalau sudah ada satu orang yang mulai, anak-anak yang lain kena efeknya. Benar saja, mereka menggodaku dengan komentar yang paling umum pada masa itu. 'cieeee', 'prikitiw', dan apa lagilah itu. Aku malu. Tanganku buru-buru merapikan buku-buku ke dalam tas.

Tiba-tiba Yoga berteriak, "HEY!! KALIAN NGAPAIN SIH?? Muka Erika sampai merah gitu! Aku nggak rela kalian kayak gitu sama dia!" Seketika kelas hening.

Oh Tuhan! Aku malu sekali! Kulihat Ratih tertawa tertahan. Secepat kilat aku berlari keluar kelas dan menyeret Yoga pergi.

Saat kami sudah ada di dekat gerbang, barulah aku bisa bicara dengannya.

"Yoga, kamu gak perlu begitu. Mereka 'kan cuma bercanda. Kamu gak perlu menanggapi dengan serius," kataku menasehatinya.

Alis Yoga berkerut. "Gimana sih, kamu? Aku ini belain kamu, tau!" kilah Yoga memperhatikan mukaku dengan saksama. "Kok bisa, ya? Tadi mukamu merah banget lho," komentarnya.

Aku merasa wajah Yoga terlalu dekat. Aku mengalihkan pandanganku ke arah lain. Tentu saja aku malu. Ini pertama kalinya aku pacaran. Kupikir, Yoga mungkin entah sudah berapa kali, aku tidak mau tanya.

Kami sudah di depan parkiran mobil Yoga. Mobil yang mewah mentereng. Uh ... ini dia. Satu lagi yang aku sulit untuk terbiasa.

Yoga membukakan pintu mobil untukku, seolah aku tuan putri. Beberapa anak-anak perempuan menatapku dengan tatapan maut yang menusuk.

Aku buru-buru masuk ke dalam mobilnya. Begitu sudah duduk di dalam, aku segera menutup wajahku. Terdengar suara pintu mobil ditutup. Yoga yang sudah duduk di sampingku, mengamati tingkahku dengan heran.

"Kamu ngapain, sih?" tanya Yoga

"Aku malu!" jawabku singkat.

"Malu?"

"Aku malu diliatin orang!"

"Malu karena naik mobilku? Aneh kamu. Harusnya kamu tuh bangga!" kata Yoga berdecak.

Aku memukul lengannya. "UDAH CEPETAN! NYALAIN MOBILNYA DAN PERGI DARI SINI!"

Yoga tertawa geli.

Beberapa saat kemudian, kami sudah di jalan raya. Aku menghembuskan nafas lega.

"Kenapa sih kamu gak pakai mobil yang biasa aja?" protesku.

Yoga tertawa. "Di rumahku gak ada satu pun yang biasa."

ANXI (SEDANG REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang