Bagian 71 (Suluk)

1.3K 71 31
                                    

.

.

Tidak. Aku tetap lebih baik sekarang. Aku punya salat.
Aku punya zikir.
Aku punya iman.
.

.

***

"Maafkan saya. Tadi saya kasar pada Bapak," sorot mata Yoga melembut saat mengatakannya dengan nada penuh penyesalan.

Sujay mematung tak bergerak. Begitu juga Mieke. "Ja-jangan minta maaf, Pak. Itu memang salah saya," ucap Sujay sungkan.

Yoga menggelengkan kepala. "Enggak. Itu salah saya. Salah saya. Tolong maafkan saya. Apalagi, Pak Sujay umurnya lebih tua dari saya. Tidak sepantasnya saya kasar pada anda seperti tadi."

Perlahan Sujay tersenyum. Mieke ikut tersenyum. Bosnya yang satu ini memang 'antik.'

Sorenya sebelum pulang ke rumah, Yoga bicara sebentar dengan Mieke. "Mieke, saya sedang tidak bisa fokus dengan kerjaan kantor. Saya akan ambil cuti seminggu."

Mieke nampak terkejut. "Cuti seminggu?" Yoga sangat jarang mengambil cuti. Pasti ada hal besar terjadi padanya.Hal yang menjadi pemicu emosi Yoga tadi saat marah pada Pak Sujay.

"Ya. Tolong cek jadwal saya. Dalam seminggu ke depan, tolong ajukan permohonan perubahan jadwal meeting, dan segala urusan yang urgent, kita akan urus lewat email. Tolong panggil Pak Andi. Untuk meeting yang sangat penting dan tak bisa dimundurkan, saya akan minta beliau menggantikan posisi saya sementara."

Jari Mieke sibuk mencatat dengan pulpen dan buku notesnya. Dia mengangguk. "Baik, Pak."

.

.

Keesokan harinya, setelah salat Subuh semestinya Yoga membaca amalan zikirnya hingga waktu syuruq, tapi karena suasana hatinya masih tak keruan, dia memutuskan melanjutkan tidur. Walau sebenarnya, dia tidak benar-benar tidur.

Kemarin setelah amarahnya reda selepas salat Ashar, Yoga merenungi keadaannya. Bagaimana ia yang notabene menyatakan dirinya telah hijrah, bisa kembali pada kebiasaan buruknya yang lama? Lepas kendali. Emosi buta.

Sia-siakah perjalanan hijrahnya selama ini? Sempat pikiran itu menyiksanya. Namun usai zikir petang itu, sebuah jawaban menelusup menghangati hatinya.

Tidak. Aku tetap lebih baik sekarang. Aku punya salat.
Aku punya zikir.
Aku punya iman.

Jawaban yang diyakininya ilham kebenaran itu, membuat Yoga kembali mantap berusaha meluruskan jalannya yang melenceng. Maka ia melakukan hal yang dulu sebelum hijrah belum pernah dilakukannya. Meminta maaf pada Pak Sujay yang sempat jadi sasaran emosi jiwanya pasca melihat foto yang menyakitkan hatinya. Raesha Akhtar, putri kandung dari Erika dan pria itu, Farhan Akhtar.

Perlahan kelopak mata Yoga terasa berat. Ia tertidur hingga lewat waktu sarapan. Sinar mentari pagi menyentuh permukaan karpet di kamarnya. Suara burung di luar jendela bercampur dengan suara air mancur.

Suara pintu kamar yang dibuka paksa, refleks membuat mata Yoga memicing sebelah. Ayahnya nampak sudah rapi dengan kemeja biru tua dan dasi putih bergaris.

"YOGA, BANGUN! Sudah jam segini, kamu belum sarapan, belum mandi! Mau berangkat kerja jam berapa??"

Yoga membenamkan sebagian wajahnya ke bantal. "Aku gak ngantor, Yah. Aku ambil cuti seminggu."

Mata Dana terbelalak. "HAH!!?? Cuti? Satu minggu?? Memangnya kamu ada acara ke mana?"

Yoga terdiam tak bergerak. Kepalanya masih terbenam di bantal. "Gak ke mana-mana. Aku cuma mau 'bertapa' aja di rumah."

ANXI (SEDANG REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang