.
.
"Kalo pergi ke luar kota, aku biasa bawa body guard setidaknya dua orang.
Just in case.
Buat 'buka jalan'."
.
.
***
Suasana bandara di Padang siang itu cukup ramai. Calon penumpang lalu lalang di ruang tunggu. Resto-resto berjejer ramai pengunjung di jam makan siang.Yoga dan Rizky baru saja menuntaskan makan siang mereka di sebuah restoran bakmi franchise. Sekarang, Yoga sedang duduk di bangku yang menghadap ke pintu keluar bandara. Rizky sedang membelikan air mineral botol untuk bekal mereka berdua.
Dengan kaus giordano hitam, celana khaki dan kaca mata hitamnya, Yoga nampak seperti turis. Di deretan bangku seberangnya, tiga orang wanita sedang curi pandang ke arahnya.
"Cakep ya? Artis kali, ya?"
"Mukanya sih kayak rada blasteran Amerika Latin gitu."
Yoga mengangkat sebelah tangannya ke atas sandaran bangku sambil menghela napas.
Rizky lama sekali. Lagi ngapain sih dia? batinnya.
Jemarinya mengangkat gagang kaca matanya dan menyematkan kaca matanya di kepala, membuat helai poninya ikut naik. Praktis ketiga wanita yang mengamatinya menahan histeris.
"Tuh 'kan aku bilang apa?? Dia beneran cakep baget!!"
"Aduh matanya tajam banget tatapannya! Aww! Gak kuat liatnya!"
"Buruan gih ajak kenalan!! Kali aja dia single!"
Yoga merubah posisi duduknya. Dia menyatukan jemari. Gelisah. Sejak tadi, setiap ada wanita melewatinya, mereka tidak akan lewat tanpa meliriknya. Bahkan tadi ada wanita yang nekat pura-pura menabrak bahu Yoga, dan ujung-ujungnya mengajaknya kenalan.
Ini biasanya tidak terjadi setiap kali Yoga melakukan perjalanan bisnis. Hal ini juga yang tadi dibahasnya dengan Rizky.
Tiga jam yang lalu di bandara internasional Soekarno-Hatta, Jakarta ...
Yoga melepas kaca mata hitamnya. "Apa kamu bilang?? Kelas ekonomi??"
Rizky nyengir ke arahnya. "He he. Itu kalo kamu mau aja, Yoga. Supaya kita bisa duduk sebelahan. Aku udah cek ke information, kursi di sampingku kosong."
Yoga memakai kembali kaca mata hitamnya. "Enggak, lah. Yang bener aja? Selama hidupku aku selalu beli tiket bussiness class."
Rizky menelan ludah. Dia baru saja menawari Yoga untuk pindah kursi pesawat ke samping kursinya. Namun tak diduga, Yoga lebih suka sendirian di kelas bisnis ketimbang harus duduk di samping Rizky Dia sudah tahu kalau Yoga adalah seorang tuan muda. Memang sih selama ini dia baru mengenalnya selama di majelis. Di luar majelis, Rizky sama sekali tidak mengenal Yoga. Nah, sepertinya di perjalanan mereka kali ini, dia akan mengenal seperti apa seorang Yoga Pratama.
"Oke gak apa-apa, Yoga. Aku cuma nawarin aja kok. He he," sahut Rizky tersenyum kaku.
Yoga menekan tombol di ponselnya. Tak lama, dua orang pria dengan setelan serba hitam dan kaca mata hitam menghampiri mereka. Rizky bertanya-tanya, siapa kiranya mereka? Sontak kehadiran kedua orang itu menjadi perhatian calon penumpang lain di sekitar mereka.
"Ya, Tuan Muda? Ada apa?" tanya keduanya. Sebutan 'Tuan Muda' membuat Rizky paham siapa kedua pria itu.
"Kalian sudah pegang tiket masing-masing?" tanya Yoga.
"Sudah, Tuan Muda. Kami sudah pesan tiket ekonomi," jawab mereka.
"Bagus. Nanti kalau sudah sampai bandara Padang, kalian urus sewa mobil untuk ke tempat tujuan kita."
Mereka menjawab serempak. "Baik, Tuan Muda."
Rizky nampak keheranan. "Tu-tunggu. Apa ini, Yoga?? Kita ke tempat Suluk berdua aja, 'kan?"
"Iya, tapi kalo pergi ke luar kota, aku biasa bawa body guard setidaknya dua orang. Just in case. Buat 'buka jalan'," jawab Yoga santai.
Mulut Rizky refleks menganga. Bawa body guard buat 'buka jalan'? Seharusnya dia tahu. Calon pewaris perusahaan raksasa Danadyaksa, tentu bukan orang sembarangan. Dan kebiasaan hidupnya pun, juga tidak sama dengan orang kebanyakan.
"Tapi Yoga, mereka berdua gak menginap di tempat suluk, 'kan?" tanya Rizky memastikan.
Yoga menoleh ke arahnya. "Di sekitar tempat Suluk, ada penginapan, 'kan?"
Rizky melotot. "Gak ada. Tempatnya di tengah perbukitan."
Yoga kembali melepas kaca matanya. "HAHH?? Sama sekali gak ada??"
Rizky menggeleng. "Gak ada. Tempatnya cukup jauh dari kota."
Yoga menggeleng kesal. "Ck ... ya sudah. Mau gimana lagi? Kalian berdua di Jakarta aja. Gak usah ikut saya ke Padang. Tunggu aja di sini sampe saya boarding."
Mereka kembali menjawab serempak, "baik Tuan Muda."
Dengan patuh mereka patroli di sekeliling Yoga. Sementara itu, sekumpulan wanita yang sejak tadi melirik ke arah Yoga, sibuk saling berbisik.
"Siapa ya dia? Sepertinya orang kaya. Punya body guard segala."
"Tuh, sana! Katanya kamu mau kawin sama orang kaya. Deketin, gih! Kali aja nyantol!"
"Yah ... mana berani deketin? Ada body guard-nya dua orang!"
Rizky duduk dengan canggung. Rasanya tidak nyaman dijaga oleh dua orang pria bersetelan hitam layaknya film Man In Black. Sementara Yoga kelihatan santai saja.
Walhasil, mereka memang menaiki pesawat yang sama, tapi Yoga duduk di bussiness class di bagian depan pesawat, sementara Rizky duduk di kelas ekonomi di belakang.
Itu baru satu hal. Lalu, hal yang kedua adalah ...
Mereka baru saja tiba di bandara Padang. Yoga berjalan di samping Rizky. Sejak tadi Rizky memperhatikan, setiap berpapasan dengan wanita yang kira-kira seumuran mereka, dan bahkan remaja putri, mereka pasti menyempatkan 'cuci mata' ke arah Yoga.
Dipikir-pikir, selama ini Rizky hanya bertemu Yoga di majelis, yang mana dipisah antara laki-laki dan perempuannya. Sudah tentu, tak ada kejadian semacam ini terjadi di majelis.
DUK!
Lagi-lagi, itu adalah yang ketiga kalinya ada wanita yang entah sengaja atau tidak, menabrak Yoga. Wanita itu berambut panjang sebahu. Usianya lebih muda dari mereka berdua, mungkin baru awal 20-an.
"Aduh maaf, ya. Saya gak sengaja," kata wanita itu.
Yoga tersenyum seolah itu kejadian biasa untuknya. "Hati-hati makanya. Kalau jalan, sambil lihat ke depan."
"Iya. Ah, maaf. Saya terpisah dari teman-teman saya. Saya lupa di mana toiletnya. Boleh minta tolong temenin saya ke toilet? Takut kalo jalan sendirian," ujar wanita itu beralasan dengan suara mendayu-dayu.
"Saya di sini turis. Gak ngerti juga di sebelah mana toiletnya. Tanya aja sama petugas bandara," jawab Yoga singkat sambil menunjuk ke arah petugas bandara.
Akhirnya wanita itu menyerah. Dia pamit meninggalkan mereka. Yoga melengos. Dia berjalan duluan, disusul Rizky di belakangnya.
"Ini yang kumaksud dengan 'buka jalan'. Kamu ngerti sekarang?" kata Yoga ketus pada Rizky.
Rizky mengangguk lesu.
Hh ... nampaknya ini akan jadi perjalanan yang melelahkan, batin Rizky.
.
.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
ANXI (SEDANG REVISI)
SpiritualJika kamu sedang mencari novel Islami/syar'i, mohon maaf kamu salah alamat, zheyenk :) ANXI mungkin bukan untukmu. Coba peruntunganmu di karya saya yang lain : Tirai, Cincin Mata Sembilan (link di bio) ANXI *Untuk Dewasa 21+* Peringkat tertinggi #1...