Bagian 186 (Anak pertama : Ilyasa)

1K 161 49
                                    

.

.

Jika seseorang menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh agamanya. Karenanya, bertakwalah pada Allah pada separuh yang lainnya.

~ HR. Al Baihaqi

.

.

***

Pukul 14.15, Danadyaksa Corp., ...

Waktu di antara Dzuhur dan Ashar, bagi para pekerja adalah cobaan. Di waktu-waktu itulah, kantuk mendera tanpa ampun.

Maka, bagi Yoga, menyeruput secangkir kopi di antara waktu itu sangatlah krusial. Kopi kedua setelah di pagi hari.

Tok! tok! "Permisi Pak. Saya membawakan kopi yang Bapak pesan."

Suara itu dikenali Yoga. "Silakan masuk, Pak Muchlis."

Pria itu masuk ke ruangannya dengan menunduk sopan. Dia meletakkan secangkir kopi dengan hati-hati di atas meja Yoga.

Crak! Alas cangkir beradu dengan permukaan meja.

"Terima kasih Pak. Oh ya. Bagaimana kondisi Ilyasa?" Kelegaan tergambar di roman muka Yoga. Sejak peristiwa sakitnya kemarin, lalu disusul dengan kesibukan dengan wawancara majalah,  akhirnya dia bisa juga menanyakan perihal anak Pak Muchlis.

Pertanyaan Yoga agaknya membuatnya heran, dari mana bosnya itu bisa tahu kalau anaknya sempat sakit?

"Saya dengar dari Mieke. Katanya anak Bapak sempat panas tinggi berbarengan sama saya kemarin."

"Ooh ... alhamdulillah Ilyasa sudah sembuh Pak. Waktu itu panas tingginya agak aneh. Munculnya tiba-tiba, terus hilangnya juga tiba-tiba. Besok paginya sebelum Subuh, panasnya hilang seketika."

Yoga tampak tidak heran mendengarnya. Waktunya pas. Panasnya juga mendadak hilang sebelum Subuh.
"Oh begitu? Syukur alhamdulillah."

Muchlis berdiri canggung. Seperti masih ada yang ingin diucapkannya. "Em ... anu Pak. Sesuai amanat dari Bapak waktu itu, saya sudah pernah bilang pada Ilyasa bahwa kalau dia bisa hapal juz 30, Pak Yoga bilang akan memberinya hadiah. Anak saya itu kelihatan senang waktu saya menyampaikan pesan Bapak. Dan ... akhir minggu ini, kebetulan adalah hari miladnya Ilyasa. Kalau Bapak berkenan, kami mengundang Bapak untuk hadir di rumah kami hari Minggu. Sebenarnya saya malu mengundang orang penting seperti Bapak ke rumah saya. Rumah saya kecil seperti gubuk. Tapi ... Ilyasa begitu ingin bertemu dengan Pak Yoga. Dia semangat sekali meminta saya mengundang Bapak."

Yoga terdiam dengan mata melebar. Walau seringkali dia membuktikan ucapan Syeikh yang kemudian benar terjadi, tapi dia masih juga terpana setiap kejadian semacam ini berlangsung di depan matanya.

Anak itu benar-benar mengundangku!

Wajah Muchlis terlihat sungkan. "Tapi, kalau Bapak tidak bisa datang, jangan dipaksakan ya Pak. Tidak apa-apa kok. Nanti saya akan kasih pengertian sama anak saya."

"INSYAALLAH SAYA DATANG!" Jawaban itu setengah memekik, nyaris berteriak. Membuat Muchlis terkejut.

"O-oh ... begitu Pak? Alhamdulillah. Nanti saya sampaikan ke Ilyasa. Dia pasti senang."

"Alamat Bapak di mana? Tolong tulis di sini Pak," pintanya sambil menyodorkan selembar kertas kosong dan pulpen.

"Baik Pak." Muchlis menuliskan alamat, lalu tak lama pamit dari ruangan bosnya.

Yoga tersenyum girang. Menatap kertas itu lama, sebelum menyimpannya baik-baik di dalam dompet.

Hari-hari berlalu. Tiap harinya membuat Yoga bersemangat karena mendekatkannya pada hari dimana dia akan bertemu dengan anak itu. Anak pertama dari dua anak, yang menurut Syeikhnya adalah dua anak yang menjadi alasan utama di balik hijrahnya. Karenanya, dua orang anak ini sangat spesial dalam hidupnya.

ANXI (SEDANG REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang