Bagian 138 (Suluk)

737 90 7
                                    

.
.

Karuniakanlah aku kecintaan pada-Mu.

.
.
***
.
.

Hari ke-21 Suluk ...

Semenjak Yoga menjadi peserta tunggal Suluk, hari terasa berbeda.

Seperti hari ini. Momen makan sahur terasa spesial. Mereka makan berempat. Syeikh Abdullah, Ustad Umar, Yoga dan Mahzar. Terasa wajar, seolah mereka keluarga sedarah.

Ada kalanya Yoga teringat Ibunya yang pergi meninggalkan keluarganya begitu saja. Dan tak pernah mengabarinya hingga sekarang. Kadang mengingat Claire membuatnya sedih. Ada perasaan bahwa dirinya adalah anak yang sengaja dibuang atau diabaikan.

Tapi sekarang, menemukan dirinya berada di tempat ini, dekat dengan Syeikh Abdullah, Ustad Umar dan santri, membuat dia tak lagi merasakan rasa sakit itu. Allah telah mengganti kasih sayang Ibunya dengan kasih sayang saudara seiman, yang tulus tanpa embel-embel. Tanpa syarat apa pun, bahkan tanpa hubungan darah sekali pun. Kasih sayang yang murni karena Allah.

Usai makan sahur, Mahzar menyalakan speaker dan mulai berzikir. Dari kejauhan, suaranya terdengar sayup dari pengeras suara di menara masjid. Terdengar hingga rumah-rumah warga sekitar. Tak lama warga berdatangan, mengenakan peci dan sarung mereka.

Syeikh memimpin salat. Setelah salam dan zikir bersama, seperti biasa sesi ceramah Subuh dimulai. Syeikh memulai dengan salam, shalawat dan do'a.

"Pagi ini kita akan membahas mengenai syubhat.

Yang haram sudah jelas. Dan yang halal sudah jelas. Yang tidak jelas adalah yang di tengah-tengah, yaitu syubhat atau meragukan.

Rentenir jelas penghasilannya haram, karena makan dari riba. Cacing haram. Alkohol haram. Jika darah kita tercampur dengan yang haram, salah satu akibatnya adalah munculnya rasa malas beribadah.

Dalam Hadits kita diperintahkan untuk meninggalkan segala yang membuat kita ragu. Baik itu pekerjaan mau pun makanan.

Jika kita meninggalkan pekerjaan yang syubhat, maka insyaallah Allah akan menggantinya dengan pekerjaan yang Allah ridho dengannya.

Segala penghasilan yang di dalamnya tercampur haram, tidak lah berkah. Dan bisa mengundang bala. Keluarga sakit, kecelakaan dan sebagainya, sehingga uang tersebut habis terpakai.

Sedangkan penghasilan yang sekali pun sedikit, jika berkah, maka ia masih bisa sedekah.

Jika anak kita nakal, bisa jadi karena penghasilan orang tuanya yang tidak berkah atau tercampur keharaman di dalamnya.

Maka penting bagi kita untuk introspeksi dan berhati-hati dengan segala apa yang kita usahakan, dan apa yang kita makan."

Syeikh masih meneruskan ceramahnya. Tapi Yoga sudah sibuk dengan pikirannya sendiri. Benaknya teringat email yang pernah diterimanya dari perusahaan-perusahaan rekanan ayahnya. Ayahnya bahkan berpartner dengan mereka, perusahaan penghasil minuman keras. Astaghfirullah ...

Dia memang sudah hijrah, tapi ayahnya kurang lebih belum berubah. Dia sungguh tidak tahu cara apa yang tepat untuk menasehati ayahnya.

Sepertinya, tak ada jalan lain selain menunggu pergantian posisi CEO sebentar lagi. Setelah dia pulang dari Suluk.

Wajah Yoga tampak tegang. Selama ini, haram kah penghasilan mereka?? Lalu bagaimana dengan 500 orang pegawai perusahaan Danadyaksa?? Apa mereka semua beserta keluarga yang mereka nafkahi, selama ini ikut memakan penghasilan yang haram? Astaghfirullahal'azhim ...

***

Jakarta, 3 hari kemudian ...

"Allaahu akbar ... " Pukul 3.15 dini hari. Farhan menyentuhkan keningnya di atas sajadah. Dia memperpanjang sujudnya.

ANXI (SEDANG REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang