Bagian 36 (Kecemasan Erika)

1.2K 73 0
                                    

.

.

Aku takut.

Kalau kita terus seperti ini, tanpa anak, apa suatu saat kamu akan bosan denganku?

.

.

***

Erika sudah mengganti bajunya dengan baju piyama garis-garis. Dia baru saja selesai salat dan istigfar. Tubuhnya direbahkan di kasur bersamaan dengan napas yang terembus lega.

Dia memejam. Dirinya sungguh kacau hari ini. Bagaimana bisa dia terbawa perasaan saat bersama Yoga tadi di restoran?

Tangan Erika menyentuh kening. Bekas kecupan lembut Farhan seolah masih tertinggal di sana.

Sekilas ingatannya membawanya kembali ke saat singkat kebersamaannya dengan Yoga di tepi kolam. Dia masih ingat cara Yoga menatapnya. Jantungnya kembali berdetak lebih cepat.

Astaghfirullahal'azhiim ...

Erika menutupi mukanya yang kembali merona.

Bagaimana aku bisa membalas tatapannya dengan cara itu? Apa aku sudah gila?

Dalam keadaan kacau seperti sekarang ini, mana mungkin Erika sanggup menatap Farhan? Dia begitu takut Farhan akan mampu melihat tenbus ke hatinya yang seolah saat ini sedang ditempeli dengan banyak stiker bertuliskan nama YOGA!

Tidak tenang, Erika bangkit dari kasur dan duduk sambil menutup mukanya. Dia berjalan ke arah meja, meraih tas dan mengeluarkan dompet. Jemarinya merogoh dompet dan mengeluarkan sebuah kartu nama berwarna hitam doff. Sebuah nama dengan tinta perak tertulis di atasnya. YOGA PRATAMA, SE. Direktur Utama.

Erika memandangi nama itu lama, lalu kartu nama itu dibawanya mendekati tempat sampah kecil berwarna abu-abu, yang posisinya tak jauh dari tempat tidurnya.

Matanya kembali mengamati kartu itu. Terasa berat, tapi dia merasa harus melakukan ini.

Maafkan aku Yoga.

Kartu nama itu dibuangnya di tempat sampah.

Erika kembali berbaring di tempat tidurnya. Air matanya menggenang dan jatuh ke pipi.

Aku melakukan hal yang benar. Aku melakukan hal yang benar.

Kalau aku tidak membuangnya, aku takut suatu saat aku benar-benar akan menghubunginya.

Erika menarik napas panjang. Matanya membelalak. Dia ingat ada satu hal lagi yang harus dia lakukan. Erika mengambil ponselnya di dalam tas. Menekan ikon folder berwarna kuning. Di antara beberapa folder, ada satu folder bernama AKUNTANSI. Tapi, isinya sama sekali berbeda dengan namanya.

Jari telunjuk Erika menekan folder AKUNTANSI, dan muncul dua buah foto. Keduanya adalah foto Yoga. Iya, Yoga. Dia masih menyimpannya. Walaupun sejak Erika menjalin hubungan jarak jauh dengan Farhan, dia tidak pernah lagi sekalipun memandangi foto itu, tapi entah kenapa Erika tidak pernah sanggup untuk menghapusnya.

Foto pertama adalah foto yang diambilnya saat mereka dulu sedang minum kopi di sebuah kedai kopi di daerah Kota Tua. Di foto itu, Yoga yang masih berambut panjang sedang difoto sendirian, dengan mata fokus melihat layar laptop. Cahaya dari layar mengenai wajahnya dan membuat bayangan di lekuk bawah mata dan alisnya yang tebal.

Baiklah. Aku akan mulai dari yang ini, batin Erika. Telunjuknya menekan tombol 'Delete', dan muncul sebuah tulisan kalimat pertanyaan meminta konfirmasinya.

Delete selected item? Cancel - Yes

Jari telunjuknya gemetar. Mengarah ke 'Yes'. Jantungnya berdebar, dia menutup mata. Jarinya sudah menekan tombol itu dan foto itu terhapus.

ANXI (SEDANG REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang