Bagian 149 (Akhir Suluk)

664 113 24
                                    

.
.

Wahai orang yang malas! Sampai kapan kamu akan menunda taubat?
.
.

***

Pukul 01.15 di kediaman Danadyaksa, Jakarta ...

Kriiiiing ... !! Kriiiingg!!

Suara nada telepon yang terus-menerus berulang itu membuat Bastian terbangun dari mimpinya. Pria itu buru-buru keluar dan berlari di koridor. Masih mengenakan baju piyama.
Siapa kiranya yang menelepon di jam segini? Sunguh kurang adab, ia membatin.

Jaraknya sudah dekat dengan posisi telepon. Bastian melesat secepat yang dia bisa. Kuatir suara berisik telepon itu membangunkan Dana.

Kriiiinng !! Kriiiingg ... !!

Tangannya mengangkat gagang telepon.
"Halo. Selamat malam. Kediaman Tuan Danadyaksa," dia berusaha tetap terdengar sopan walau sambil menahan kesal.

"Bastian, ini aku. Yoga."

Mata Bastian yang tadinya setengah watt, segera melek.
"O-oh? Tuan muda?"

"Iya. Maaf aku menelepon di jam segini. Karena ada yang urgent."

"Ah tidak apa-apa, Tuan Muda. Ada apa Tuan? Apa ada yang bisa saya bantu?" Rupanya orang yang barusan dia tuding kurang adab adalah Tuan Mudanya sendiri.

"Begini, Bastian. Aku mau minta tolong. Tolong kirim dua orang supir ke sini. Aku akan berikan alamatnya. Tapi jangan pakai mobil sedan kita. Sedan tidak kuat nanjak ke atas bukit."

Bastian mengerlingkan bola mata. Berpikir. "Kalau begitu, apa Tuan mau pakai mobil kantor?"

Sementara di ujung telepon, Ustad Umar berdiri bersandar di mobilnya. Mahzar sibuk bermain dengan kucing baru Yoga yang bernama Erika. Yoga sedang menelepon menggunakan ponsel milik Ustad Umar. Begitu teringat kalau dirinya akan turut membawa Erika kucing, pulang bersamanya ke Jakarta, dia menyadari kalau sebaiknya dia minta dijemput supir. Juga karena ada banyak hal yang ingin dilakukannya sebelum meninggalkan Sumatera Barat. Yoga sedang berbicara di telepon, berdiri di tepi jalan, menghadap ke arah lembah.

"Seingatku mobil kantor juga sedan semua ya? Kalau begitu, sewa sajalah. Kalau enggak ketemu juga mobil yg tinggi, beli saja."

Ustad Umar mengerutkan alis. Bagaimana dia bisa berkata begitu, seolah membeli mobil sama seperti membeli cemilan?

Di ujung sambungan telepon, Bastian sedang mencatat sebuah alamat yang disebutkan Yoga. "Baik Tuan Muda. Sudah saya catat alamatnya. Saya akan urus penyewaan mobilnya. Jangan kuatir. Mungkin dalam dua hari sampai." Dalam hati Bastian membatin. Walau membeli mobil adalah hal yang mudah bagi keluarga Danadyaksa, tapi Bastian masih waras. Menurutnya, membeli mobil hanya untuk dipakai sebentar, adalah berlebihan. Tentu saja dia akan mencari mobil sewa.

"Terima kasih Bastian. Tadinya kupikir akan pulang sendiri, tapi sepertinya aku akan pulang membawa calon keluarga baru nih. Ha ha!"

Mata Bastian melotot mendengarnya. "Calon ... keluarga baru?"

"Iya. Nanti kukenalkan padamu. Baiklah. Maaf mengganggumu malam-malam. Selamat tidur, Bastian."

"Eh ... t-tunggu. Tuan ... "

Cklek. Tuut ... tuut ... Sambungan telepon diputus.

Tubuh pria itu gemetar.
A-apa dia bilang tadi?? Calon keluarga baru?? Oh ... aku paham sekarang! Pantas Tuan Muda berlama-lama di Padang. Rupanya, dia ke sana dengan misi untuk membawa pulang calon istri!!

ANXI (SEDANG REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang