Bagian 75 (Suluk)

1K 77 35
                                    

.

.

"Aku mau bicara dengan pemimpinmu. Aku mau negosiasi dengannya."

.

.

***

Usai salat Maghrib berjamaah dan zikir bersama, Yoga dan Rizky berjalan ke belakang masjid. Ada tangga menurun, lalu mereka menyeberangi lantai papan kayu yang diapit oleh kebun singkong, ubi dan pohon apel.

Di hadapan mereka, sebuah bangunan persegi panjang dengan atap rumah gadang, seolah mengapung di atas kolam ikan. Suara percikan air menciptakan suasana serasa di villa penginapan.

Yoga dan Rizky menghampiri meja resepsionis. Seorang anak muda yang mengenakan baju serba putih, berdiri di belakang meja itu dan tersenyum ramah menyambut mereka. "Assalamualaikum," sapanya.

Mereka menjawab nyaris bersamaan. "Wa 'alaikumussalam."

"Peserta Suluk?" tanyanya memastikan.

Rizky yang menjawabnya. "Iya."

Mereka menulis nama di daftar peserta, dan santri itu membacanya. "Pak Rizky dan Pak Yoga?"

"Iya benar."

"Selamat datang, Pak. Maaf, barang-barangnya boleh diletakkan di atas meja? Sesuai peraturan, kami harus periksa dulu barang bawaannya."

"Oke. Gak masalah," kata Rizky meletakkan tas ransel punggung besar di permukaan meja kayu. Sementara Yoga nampak setengah hati menaruh satu tas punggung dan satu tas koper hitamnya di atas meja.

Tas Rizky diperiksa lebih dulu. Dia tak menemukan apapun yang melanggar peraturan di dalamnya. Tas itu ditutupnya dan dikembalikan pada Rizky. Santri itu berkata dengan sopan, "Silakan. Ini tasnya, Pak Rizky. Maaf, apa ada HP atau benda elektronik lainnya di kantung celana atau jaket?"

"Ada. Sebentar, ya," jawab Rizky meraih ponselnya di kantung celana dan meletakkannya di meja. "Ini HP saya."

"HP kami simpan sementara di loker selama program suluk ya, Pak."

Rizky menganggukkan kepala. "Oke."

Giliran tas Yoga diperiksa. Tak lama, satu set mini laptop beserta kelengkapan charger baterai dan sebuah ponsel smartphone ditumpuk di atas meja.

Santri itu nampak agak heran saat menemukan benda itu tadi di tasnya. Baru kali ini ada peserta suluk datang membawa laptop. Untuk apa?

"Maaf, Pak Yoga. Sementara laptop dan HP-nya kami simpan di loker dulu ya selama program Suluk berlangsung."

Yoga masih meletakkan tangan di atas laptopnya. Menatap alat-alat yang sudah biasa menjadi bagian dari kesehariannya mengurusi bisnis. Bagaimana dia bisa hidup tanpanya?? Bagaimana nasib perusahaan jika akses kantor dengan dirinya diputus? Urusan-urusan yang belum tuntas di kantor mulai menghantui pikirannya.

Ah sial! Laporan meeting waktu itu, aku belum sempat buat, tapi sudah telanjur cuti!
Gimana kalau mereka perlu untuk koordinasi?

Detak jantungnya tak beraturan, seiring dengan pikiran yang kusut.

Rizky berusaha menyadarkan temannya yang seperti setengah sadar. "E-ehem! Yoga, tolong lepas laptopmu! Lepas, Yoga! Kita ke sini mau suluk! Kamu masih ingat, 'kan??"

Yoga terkesiap. Tangannya masih tak rela melepas laptop dan ponselnya pada pemuda di hadapannya. Mereka sekarang nampak seperti sedang rebutan mainan.

"Pak Yoga, peraturannya memang seperti itu. Semua peserta sama. Alat komunikasi dan elektronik, semuanya disita sementara selama suluk," jelas pemuda itu yang agaknya adalah seorang santri. Pria bernama Yoga ini, pasti belum pernah suluk sebelumnya, tebaknya.

ANXI (SEDANG REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang