.
.
"Erika muntah-muntah? Jangan-jangan --"
.
.
***
Erika berusaha fokus mengerjakan pekerjaannya. Tabel-tabel berjejalan angka-angka di layar komputernya, akan memaksanya lembur hari ini, ia tahu. Tapi setidaknya ia berharap tidak pulang terlalu larut.
Erika selalu merasa bersalah pada Farhan setiap kali pulang malam karena lembur. Walaupun Farhan tidak marah, tapi dia tahu suaminya itu tidak senang. Mungkin, itu karena di dalam hatinya, Farhan juga merasa bersalah. Gaji Erika ikut dipakai untuk membayar cicilan. Karena mereka punya cicilan yang kalau dijumlahkan lumayan besar, mereka akan kewalahan kalau hanya mengandalkan gaji Farhan, sekalipun gaji Farhan juga tidak bisa disebut kecil. Mungkin, dalam hatinya, Farhan sebenarnya lebih senang kalau istrinya di rumah saja. Entahlah.
Erika terus duduk di kursi, memandangi layar komputer dengan tajam, sambil sesekali meneguk minuman. Tak terasa, sudah masuk jam istirahat makan siang.
Mey dan Selly menghampiri mejanya. "Erika, maksi yuuks!" ajak mereka.
Erika berusaha tersenyum, meski wajahnya nampak lesu. "Aku gak nafsu makan," sahut Erika.
Mey nampak khawatir. "Kenapa, Ka? Masih gak enak badan?"
"Ehm. Yah ... masih agak --," gumam Erika ragu. Ia sendiri sulit menggambarkan kondisi tubuhnya saat ini. Rasanya bukan seperti tak enak badan yang biasanya.
Mendadak terdengar suara laki-laki memanggilnya. "ERIKA!!"
Mereka bertiga menoleh ke asal suara. Erika bersungut-sungut, saat melihat yang datang adalah Mario. "KAMU LAGI?? Sana jauh-jauh! Nanti aku muntah lagi kalo ada kamu!" ucap Erika ketus.
Mey menoleh ke Erika. "Muntah?? Ngapain dia, Ka? Gangguin kamu lagi?"
Erika mencibir. "Ck. Dia ngotot banget ngajakin aku makan sea food. Aku udah tolak, tapi masih aja cerewet. Pake nunjukin gambar lobsternya segala. Aku jadi mual gara-gara gambar itu!"
Mario nampak tak peduli dirinya dibahas negatif oleh mereka. Dia menyandarkan siku tangannya di papan kubikal meja Erika. "Hai cantik! Gimana? Perutnya udah enakan belum? Maaf ya. Mana aku nyangka, masa' cuma dikasih liat foto makanan aja, kamu jadi muntah. Karena aku merasa bersalah, nih kubawain sesuatu." Mario meletakkan bungkusan plastik di atas meja Erika.
Erika mengernyit curiga. "Apa ini?"
"Buka, dong. Barusan aku pesen pake ojek online. SPESIAL buat kamu," komentar Mario disertai kedipan mata yang membuat Erika merinding karena ill feel.
Erika membuka bungkusan itu, yang ternyata di dalamnya ada dus kotak dengan merek pizza terkenal.
"Coba dibuka. Aku pesen menu terbaru. Yang topping-nya Beef PALING MAHAL!" Mario berlagak menggosok hidung. Hobinya memang mentraktir staf wanita yang cantik-cantik di kantor. Berharap hati mereka luluh.
Erika melengos kesal. Tangannya membuka penutup kotak pizza. Irisan daging sapi nampak memenuhi nyaris seluruh permukaan adonan, Dikombinasikan dengan pipilan jagung manis, paprika merah, paprika hijau dan sedikit irisan tomat. Kesemuanya direkatkan dengan krim dan keju mozarella cair. Mey dan Selly berdecak kagum melihatnya. Mario tidak bohong. Melihat jumlah dagingnya sedemikian solid, pastilah harganya mahal.
Dalam kondisi normal, siapa pun akan tergiur melihat pizza itu. Tapi, Erika tidak dalam kondisi normal. Lagi-lagi tampilan makanan memancing rasa mual yang teramat sangat. Dia berusaha menelan ludah, melawan rasa mual. Tapi akhirnya Erika tidak tahan lagi. Dia berdiri sambil menutup mulutnya. Berlari dengan panik ke arah toilet.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANXI (SEDANG REVISI)
SpiritualJika kamu sedang mencari novel Islami/syar'i, mohon maaf kamu salah alamat, zheyenk :) ANXI mungkin bukan untukmu. Coba peruntunganmu di karya saya yang lain : Tirai, Cincin Mata Sembilan (link di bio) ANXI *Untuk Dewasa 21+* Peringkat tertinggi #1...