.
.
"Seorang mukmin itu bila sangat menginginkan anak (namun tidak mendapatkannya), di surga ia akan mengandungnya, menyusuinya dan tumbuh besar dalam sekejap, sebagaimana ia menginginkannya."
.
.
***
Esti dan Ratih sudah kembali ke ruang VIP. Esti menarik tangan Ratih ke arah teras kayu.
"Tih, sini deh. Aku mau ngomong bentar," kata Esti.
Ratih menurut. Mereka duduk bersebelahan di tepi kolam ikan.
"Kamu sengaja ya, biarin Erika gak tau kalo rencana reuni lanjutan di sini adalah ide Yoga?" tanya Esti serius.
"Iya. Aku emang sengaja," jawab Ratih .
"Kenapa?"
"Kenapa? Kalo aku bilang, Erika gak akan mau datang! Apalagi kalo tau restoran ini punya keluarga Yoga!" kata Ratih berkilah.
"Tapi Tih, kamu sadar 'kan kalo Erika udah punya Farhan? Kurasa, itu hak Erika kalo dia lebih milih gak datang," tukas Esti menunjukkan ketidaksetujuannya.
"Iya lah aku tau. Tapi aku ngerasa, waktu hubungan mereka putus, Erika seperti gak bener-bener bisa putus. Kamu ngerti 'kan, Ti?" tanya Ratih.
Esti tidak menjawab. Tentu saja dia tahu. Dia tahu persis. Karena dia sekampus dengan Erika dulu. Sementara Ratih beda kampus dengan dia dan Erika. Jadi momen terberat Erika saat berusaha melupakan Yoga, dia tahu semua.
"Kamu 'kan kuliah bareng sama Erika. Aku yang beda kampus aja, bisa tau cuma dari pertemuan kami yang jarang. Aku tau Erika tersiksa waktu itu. Kuperhatikan reaksinya setiap nama Yoga disebut," lanjut Ratih.
"Dan lagi, tadi siang di reuni sekolah, Yoga nanyain Erika terus. Aku tau dia perlu bicara sama Erika. Jadi aku biarin mereka ketemu. Supaya mereka bisa menuntaskan yang masih mengganjal di antara mereka berdua," ucap Ratih beralasan.
Esti menghela napas. "Ya sudahlah. Toh sudah lewat. Mereka udah bicara. Aku rasa, dengan kejadian hari ini, Erika gak akan mau lagi datang ke reuni SMA."
Ratih melirik sewot ke arah Lynn yang masih duduk di kursinya. Walaupun Yoga sempat terucap kalimat mengusirnya, Lynn tetap tak bergeming. Dan sama sekali tak kelihatan merasa bersalah.
"Ya. Aku rasa gitu. Terutama kalo Lynn juga hadir di reuni," kata Ratih membenarkan ucapan Esti.
"Aku perhatiin tadi, waktu Erika dan Yoga ngobrol di pinggir kolam ini, Lynn ngeliatin mereka dengan sinis. Mungkin itu juga yang bikin dia kesel sama Erika," kata Esti sebelum mencubit tangan Ratih.
"Udah ah. Kita gak usah bahas aib orang," imbuh Esti terkikik. Ratih memanyunkan bibirnya.
Yoga memasuki ruangan. Dia menutup pintu. Suasana di dalam ruangan sudah kembali santai. Terdengar tawa dan cekikikan di sana-sini. Yoga berjalan ke kursinya dan duduk sambil mengembuskan napas panjang.
Gito menatapnya serius.
"Gimana Erika?" tanya Gito.Yoga mengangkat bahu.
"Yah ... dia baik-baik saja. Tapi setelah insiden barusan, aku rasa dia gak akan mau datang reuni SMA lagi. Mungkin hari ini adalah terakhir kali aku melihatnya," jawab Yoga berat.Jemari tangan Yoga disatukan di meja dan sorot matanya terlihat lesu.
Gito menepuk lengannya.
"Yoga, sudahlah. Lupakan dia. Erika sudah punya suami. Kalau kamu mau kejar dia sekarang, kamu udah terlambat! Mestinya kamu lakukan dari dulu!" ujar Gito.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANXI (SEDANG REVISI)
SpiritüelJika kamu sedang mencari novel Islami/syar'i, mohon maaf kamu salah alamat, zheyenk :) ANXI mungkin bukan untukmu. Coba peruntunganmu di karya saya yang lain : Tirai, Cincin Mata Sembilan (link di bio) ANXI *Untuk Dewasa 21+* Peringkat tertinggi #1...