Sick

662 167 72
                                    

Tuh kan benar apa yang dikhawatirkan ayahnya Sandeul kejadian. Karena terlalu lelah ikut kegiatan ini itu, si cantik jadi drop deh kondisinya. Dari semalam badannya panas. Tadinya mau dibawa ke Rumah Sakit. Tapi Sandeul menolak. Sampai memohon dan menangis. Jadinya terpaksa diinfus di rumah.

Sandeul itu paling tidak suka kalau menginap di Rumah Sakit. Soalnya nanti tidak bisa bertemu dengan adik-adik. Uh, kasihan si cantik. Terbaring lemah di kasurnya.

"Makanya makan ya nak. Sedikit aja. Kalau mau makan nanti infusnya biar cepat dicabut" Ibunya membujuk lagi.

Sandeul mau makan sebenarnya. Tapi mulutnya pahit. Perutnya tidak enak dan kepalanya sakit. "Hiks" Dia cuma bisa menangis deh.

"Sayangnya umma" Ibunya paling tidak tega melihat Sandeul kalau sudah seperti itu. Jadi langsung dipeluk deh Sandeulnya.

Ayahnya yang baru pulang kerja pun langsung melihat dirinya di kamar. "Sandeulie cantiknya appa, sayangnya appa. Coba lihat appa bawa apa. Bubur ayam~~"

Sandeul kan suka sama ayam. Siapa tahu kalau dibawakan bubur ayam, anak itu mau makan. "Makan ya nak. Aigoo, ini enak sekali loh. Adik-adik saja tadi dibawah lagi pada makan ini. Hmmm wanginya harum" Ayahnya berusaha membujuk si cantik.

"Hiks, appa~"

Kalau lagi sakit begini, apalagi jika sampai diinfus. Sandeul memang berubah jadi sangat manja. Wajar sih. Soalnya Sandeul itu jarang mengeluh seperti ini. Kalau tidak benar-benar sakit.

Tidak tega melihatnya. Daripada sakit orang tuanya lebih senang melihat Sandeul yang cerewet dan judes. Ketimbang sakit begini.

"Sini sayang. Appa peluk. Princessnya appa makan ya. Appa yang pangku dan umma yang suapin. Minumnya teh anget. Biar enggak mual ya perutnya" Ayahnya tanpa lelah membujuk si cantik.

"Iya deh tapi dikiiit aja" Ujar Sandeul dengan suara yang lemah.

"Pinter nuna. Yaudah yuk makan ya nak. Uwah, bubur ayamnya wangi sekali. Hmmm umami nih pasti" Komentar ibunya sembari meniup buburnya agar tak panas.

"Hoek" Baru saja buburnya masuk ke mulut. Sandeul sudah mau muntah. Namanya juga lagi sakit jadi apapun terasa pahit.

"Jangan dimuntahin nak. Minum dulu ya. Abis makan sesendok nanti minum tehnya sesendok. Pelan-pelan ya. Nanti kalau mual makannya disambung lagi" Dengan sabar ayah dan ibunya bergantian menyuapi Sandeul dan memberikan teh hangat.

"Uh, pinter abis lima sendok" Lumayan. Daripada tidak sama sekali. Nanti makannya disambung lagi.

Setelah makan Sandeul minum obat. Lalu tidur. Demamnya juga sudah berangsur turun.

"Besok Sandeul libur dulu ya lesnya. Sekolah saja ya nak..." Ujar ibunya sembari mengelus kepala anak itu.

"Apa tidak sebaiknya home schooling saja. Biar tidak capek Sandeulnya?" Usul ayahnya.

"Enggak mau~ Sandeul maunya sekolah di sekolah. Biar ketemu kawan-kawan" Sandeul menolak usul ayahnya.

Ya habisnya ayahnya itu khawatir kalau Sandeul sampai kelelahan lagi. "Sandeul janji deh nti sembuh. Abis itu makan yang banyak" Katanya.

"Tapi enggak mau home sekuling"

"Iya, iya. Enggak kok. Enggak" Balas ayahnya menenangkan Sandeul yang sudah menangis.

"Tapi lesnya libur dulu ya nak. Biar Sandeul beneran sehat dulu. Oke" ujar ibunya.

"Iya umma" Sandeul nurut deh.
Kalau harus libur dahulu lesnya. Asalkan bisa tetap sekolah dengan kawan-kawan.

"Yaudah bobo ya. Umma sama appa temenin. Bobo sayang"

"Uh, kasihannya si cantik. Besok sembuh ya nak." Ujar ibunya kembali seraya mencium kening Sandeul yang masih terasa hangat.

"Nde, besok sembuh kok. Sandeulienya appa kan kuat" Dan ucapan ibunya pun diamini oleh ayahnya.

.
.
.
fin
.
.
.
sign
hyejinpark©
20181128.19:59
.
.
.
See ya^^

Life (season 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang