Kuasa Ayah

7.9K 931 27
                                    

"Mau kemana?"

Doyoung yang hendak mengambil kontak motor di meja tv menoleh.

"Jemput anakku lah~"

"Aku aja yang jemput Jeno~" Jaehyun sontak bangun dari acara rebahannya.

"Loh, katanya mau tidur-tiduran seharian?"

"Nggak jadi. Pengen aja jemput anakku."

"Pake mobil?"

"Pake motor aja. Mana kontaknya?" Si Doyoung lalu melempar kontak itu ke arah Jaehyun.

Hup

"Helmnya Jeno di ruang tamu."

"Oke-oke, aku berangkat ya~"

"Hu'um, hati hati."

.

Bel pulang sekolah berbunyi tepat ketika Jaehyun memarkirkan motornya. Ayah anak satu anak itu sudah tak sabar mendengar Jeno yang meneriakkan kata 'ayah~!'. Hal itu membuat Jaehyun sedikit kesusahan membuka helmnya.

"Makan es krim abis ini enak nih~"

Senyum Jaehyun mengembang ketika melihat teman-teman Jeno berhamburan keluar kelas. Putraku yang mana ya~

Satu persatu Jaehyun menatap para bocah yang tingginya tak lebih dari kakinya.

Bukan~

Nggak, kurang bulat.

Kurang tampan~

Hingga akhirnya, Jaehyun bisa menemukan putranya yang berjalan pelan di belakang sana.

Lucu sekali~

Jaehyun dengan semangat berjalan melawan arus.

"Jeno~"

Hening

Suara teriakan Jeno yang Jaehyun dambakan tak terdengar oleh telinganya. Kenapa?

Sang ayah yang khawatir mensejajarkan dirinya dengan sang putra. "Jen?"

Hening

Jeno tak memberi respon apapun kecuali kepalanya yang semakin menunduk. Jaehyun yang curiga lalu meneliti tubuh Jeno.

Apa itu?

Sang ayah mengangkat tangan Jeno untuk memastikan sesuatu yang seharusnya tak ada disana. "Kenapa tangannya lebam?"

"Hiks!"

"Bilang sama ayah." Ujar Jaehyun sambil mengangkat dagu Jeno.

"N-noie huwee~" Jeno langsung memeluk erat ayahnya.

"Kenapa bisa? Bilang sama ayah Jeno."

"Hiks! Cana ayah~! Huweee~ P-pukul!"

Jaehyun yang dipeluk putranya lantas membawa Jeno ke gendongannya. Marah ia melihat tangan mungil putranya lebam seperti ini.

Selama Jeno hidup tak pernah sekalipun dirinya memukul putranya, walaupun Jeno kadang sangat menyebalkan.

"Kenapa nggak bales mukul?"

"Cakit ayah hiks!" Cicit Jeno sambil mengeratkan pelukannya.

Mendengar itu, amarah Jaehyun semakin menjadi. Dengan wajah dinginnya, Jaehyun pergi menemui guru sang putra.

Tok tok

Pintu kelas terketuk.

"Permisi, boleh saya minta es batu sama kain?"

Sunny yang sedang membereskan bangku kelas mengernyit. "Buat apa Jaehyun?"

"Tangan Jeno lebam."

"Benarkah?" Tanpa membuang waktu, Sunny langsung meninggalkan pekerjaannya.

Sementara itu, Jaehyun yang ditanya langsung menunjukkan lengan putranya yang membiru.

"Sebentar, aku ambilkan. Kau duduklah di mejaku." Ucap Sunny sambil menunjuk bangku tempatnya mengajar.

"Terimakasih."

Sepeninggal Sunny, ketika Jaehyun hendak duduk di kursi guru, tangan Jeno tiba-tiba memeluk leher Jaehyun hingga membuatnya sedikit tercekik.

"Unda ayah! Unda hiks!"

"Kita selesaikan ini dulu." Ujar Jaehyun sambil melonggarkan pelukan Jeno.

"Unda hiks!"

.

Sembari mengompres memar Jeno, Jaehyun meminta putranya untuk menceritakan apa yang terjadi. Sedikit kesusahan Jaehyun dan Sunny untuk mendapatkan informasi dari Jeno karena bocah itu lebih banyak menangis daripada bercerita.

Tapi intinya, Jeno dan Sanha bermain berdua di belakang sekolah. Lalu mereka bertengkar karena memperebutkan ranting pohon yang Jeno temukan di bawah pohon kelengkeng. Kemudian Sanha yang kesal memukul Jeno dengan ranting pohon yang lumayan besar.

"Maafkan ibu ya sayang~"

Jeno yang masih sesenggukan hanya mengangguk kecil.

Melihat Jeno yang mengangguk, Sunny lantas beralih pada ayahnya Jeno.

"Aku sama sekali tak melihat Jeno menangis setelah istirahat."

"Wajah dan perilakunya sangat berbeda saat sedih." Ujar Jaehyun penuh penekanan.

Menyalahkan bangku Jeno yang jauh dari jangkauannya akan semakin memperlihatkan pembelaan atas dirinya.

"Aku tak menyadarinya." Ujar Sunny penuh penyesalan.

Jaehyun yang mendengar itu hanya menghela nafasnya panjang.

"Maaf Jaehyun, tadi aku sama sekali tak mendapat laporan tentang kejadian ini." Ujar Sunny lagi.

Pernyataan Sunny membuat Jaehyun mengernyit. Laporan?!

"Sebentar, menunggu laporan dari mulut anak TK? Apa gunanya CCTV yang ada di sudut-sudut ruangan? Tak ada yang berjaga? Di depan monitor tak ada orang? Yang ada disini adalah anak-anak yang belum bisa mengontrol emosi mereka. Bagaimana bisa?"

Sunny salah bicara.

"Maafkan kami."

"Hah, saya harap ini yang terakhir. "

"Kami akan mengusahakannya."

"Bocah itu-"

"Jangan apa-apakan muridku, kumohon."

"Maaf? Saya hanya ingin bilang kalau kemarin-kemarin mainannya saja Jeno yang belikan. Gimana bisa ia tega memukul putraku."

"Aku akan menanyakannya besok. Akan aku nasihati dia."

"Terimakasih. Maafkan saya jika menuntut banyak. Saya hanya tak mau putraku atau yang lain terluka karna kurang penjagaan."

"Aku mengerti. Sekali lagi maafkan aku dan rekan kerjaku."

"Iya."

Jaehyun pun pergi meninggalkan kelas. Putranya bahkan sudah tertidur di gendongannya. Pasti Jeno kelelahan karena menangis. Hah~ Kalau Jeno tidur begini mau tak mau Jaehyun harus menelfon Doyoung untuk menjemput mereka.

Astaga, putranya donatur TK terluka. Bisa bisanya aku nggak tau. Astaga anaknya kak Tiff menyeramkan.

.
.
.
TBC~

[

Minhyun sama sekali nggak bermaksud buat jelekin seorang guru]
[Temen Minhyun pun ada jg yg jadi guru dan dia baik bgt]

[Disini Minhyun hanya ingin menyampaikan jika anak-anak perlu pengawasan dari orang dewasa]

^^

Jeno SafariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang