Chapter 15

456 75 27
                                    

Sebenarnya, Renjana tidak berani keluar rumah di pukul 12 malam seperti ini. Tapi, karena dia tidak bisa tidur, dia akhirnya memutuskan untuk memberanikan diri keluar rumah, dia duduk di kursi teras dan meletakkan satu cangkir teh hangat di atas meja sambil memperhatikan rumah para tetangganya yang gelap gulita seperti tidak ada penghuni.

Sampai sekarang, dia tidak pernah berjumpa dengan tetangga-tetangganya ini. Mereka semua memang tidak pernah bertemu dengan tetangga-tetangga mereka kecuali Cakra yang sempat bertemu dengan salah satu tetangga mereka.

Kalau kata Cakra, tetangga mereka itu tinggal tepat di depan rumah. Penghuni rumah tersebut merupakan pasangan suami istri. Itu pun mereka hanya mampir sebentar dan memberikan kue.

Duduk di teras rumah dalam keadaan sunyi dan rumah-rumah di depan dan di samping rumahnya tidak ada penghuni. Suasana sepi seperti ini mampu membuat Renjana sedikit tenang.

Dia mulai memikirkan semua hal yang terjadi di dalam hidupnya.

Renjana tidak pernah menyangka kalau suatu hari nanti dia akan diangkat menjadi seorang anak dari pengusaha kaya raya seperti Darma Graciano.

Padahal, ketika Renjana masih seorang remaja yang baru saja ditinggal pergi oleh orang tuanya, dia selalu berpikir kalau hidupnya akan dipenuhi oleh siksaan dari paman dan bibinya.

Renjana saat itu sudah sangat pasrah dengan hidupnya. Dia menerima semua pukulan dan caci maki dari paman serta bibinya. Dia juga tidak mengharapkan sebuah bantuan dari sanak saudara yang sebenarnya bisa saja membantu Renjana terlepas dari paman dan bibinya yang kejam. Namun, mereka semua memilih menutup mata ketika melihat Renjana remaja terus disiksa oleh paman dan bibinya.

"Udah Ren, berhenti mikirin kenangan buruk itu lagi. Sekarang, kamu punya orang-orang baik di sekitar kamu" gumam Renjana, yang entah kenapa tiba-tiba memikirkan hal buruk tersebut.

"Tapi, udah lama juga aku nggak jengukin ayah sama ibu" gumam Renjana lagi.

Sepertinya, akhir pekan nanti dia akan pulang sebentar ke kampung halaman orang tuanya untuk sekedar melihat makam orang tuanya itu. Dia yakin ada begitu banyak rumput tinggi di sekitar makam orang tuanya, mengingat selama ini tidak ada sanak saudara yang peduli kepada mereka.

Teh hangat yang ada di dalam cangkir itu sudah habis setengah. Tetapi, Renjana masih betah duduk di teras dan tidak ada tanda-tanda ingin tertidur. Dia hanya duduk melamun di kursi sampai suara klakson mobil mengejutkannya.

Renjana melihat mobil milik Nanda masuk ke dalam pekarangan rumah dan memakirkan mobilnya itu di carport. Tidak lama setelahnya, dia melihat Nanda turun dari mobil sambil menatapnya heran.

"Kenapa belum tidur? Tumben banget kebo kayak lo belum tidur di jam segini" ucap Nanda sambil melirik jam tangan yang melingkari pergelangan tangannya.

"Udah jam setengah 1 lewat 10 menit Ren, lo beneran belum ngantuk?"

Renjana menganggukkan kepalanya. Dia membiarkan Nanda duduk di kursi kosong satu lagi. Nanda melirik cangkir teh yang isinya tinggal setengah itu. Tumben sekali Renjana belum tidur di jam segini. Biasanya anak itu di pukul 9 malam saja sudah terlelap di kamarnya ketika yang lain masih sibuk bermain game atau mengobrol di ruang tengah.

Terakhir kali Renjana seperti ini, ketika dia masih sering dijadikan babu oleh rekan kerjanya. Sekarang, kan Renjana tidak diperlakukan seperti itu lagi karena takut diamuk Janu.

"Mau di-nina bobok-in nggak?" goda Nanda sambil menaik turunkan alisnya.

"Nggak."

Nanda terkekeh pelan ketika melihat raut masam di wajah Renjana. Terlihat sekali kalau saudaranya itu jengkel sekali mendengar ucapan Nanda.

[FF NCT DREAM] KARSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang