Chapter 26

450 79 17
                                    

Hadi mendengarkan penjelasan dari dosen dengan seksama. Beberapa kali dia mencatat point penting yang dijelaskan oleh dosennya. Dosennya ini tidak pernah menulis apa pun di papan tulis. Dia juga jarang sekali memaparkan materi dengan menggunakan layar proyek. Sang dosen hanya berdiri di depan sambil "mengoceh" seperti saat ini.

Maka dari itu, Hadi selalu mencatat apa hal yang sekiranya penting dari mulut sang dosen. Siapa tahu, "bacotan" dosennya itu malah keluar di ujian nanti.

Setelah satu jam lebih Hadi duduk di bangku sambil mendengarkan semua penjelasan dosen, pemuda itu pun menghembuskan nafas lega lalu meregangkan tubuhnya yang terasa pegal.

Hadi meraih ponselnya yang ada di dalam tas dan selalu dalam mode silent kalau dia ada jadwal kuliah. Terlihat beberapa pesan dari teman-temannya, dari Tio yang meminta Hadi cepat datang ke toko karena bosan, lalu pesan dari Hana yang ingin mengajak Hadi pergi menonton film lagi di akhir pekan.

Dan terakhir, satu pesan dari nomor tidak dikenal.

Satu pesan yang membuat Hadi mendengus dan tanpa membacanya dia langsung mem-block nomor itu.

"Kak Hadi."

Hadi menoleh, dia melihat Fei yang berdiri di dekatnya. Hadi sadar kalau penampilan Fei sedikit berubah dari sebelumnya. Mungkin karena Fei memotong rambutnya menjadi lebih pendek, serta anak itu menggunakan make up tipis di wajahnya meskipun Hadi bisa melihat blush on di kedua pipi gadis itu.

Jangan tanya kenapa Hadi bisa tahu. Dia ini punya adik perempuan. Makanya, Hadi cukup tahu dengan make up karena beberapa kali Hadi menemani adiknya berbelanja make up. Itu pun adiknya mulai menggunakan make up semenjak berpacaran dengan Nanda.

"Iya?" ucap Hadi sambil merapikan bukunya yang di atas meja.

Jujur saja, Hadi sedikit malas bertemu dengan Fei semenjak teman-teman Fei itu "melabrak" Hadi. Padahal, Fei yang sakit hati itu juga bukan sepenuhnya salah Hadi. Dia juga tidak ada mendekati perempuan itu dan menarik perhatiannya. Hadi bersikap selayaknya seorang teman. Tetapi, bagaimana bisa teman-teman Fei itu malah menyalahkan Hadi karena Fei harus merasakan patah hati.

"Nanti ada tugas kelompok, kak. Kakak nanti kerja?" tanya Fei.

Hadi yang sedang memasukkan buku ke dalam tasnya itu menoleh ke arah Fei yang tersenyum manis sambil sesekali mengaitkan anak rambutnya ke belakang telinga. Kedua mata Fei terlihat lebih besar dan bulat, entah apa yang anak itu lakukan pada matanya.

"Iya. Tapi, nanti gue bisa izin, kok. Jam berapa ngerjain tugasnya?" tanya Hadi.

Dia langsung menyampirkan tas selempangnya di pundak, dia juga sudah berdiri karena dia akan langsung pergi setelah Fei menjawab pertanyannya.

"Jam 7 bisa kan, kak?" tanya Fei.

"Iya, bisa. Gue pergi dulu" jawab Hadi lalu dia langsung melesat pergi keluar dari kelas.

Hadi pura-pura tuli ketika Fei kembali memanggil namanya.

***

Jiro memang akan selalu menjadi pendengar setiap Wina menceritakan apa pun yang ada di dunia ini. Satu-satunya teman Jiro di Jurusan Hukum itu memang tidak pernah kehabisan topik obrolan yang menarik. Pantas saja Cakra betah sekali mengobrol dengan Wina.

Kali ini, Wina sedang menceritakan tentang pengalamannya ketika dia pertama kali naik gunung. Wina dengan semangat bercerita bahwa gunung pertama yang ia daki bersama teman-teman SMA nya adalah Gunung Prau.

Dan Jiro yang tidak tahu menahu tentang itu, hanya diam mendengarkan celotehan Wina sambil sesekali dia melihat keadaan di dalam kelas.

[FF NCT DREAM] KARSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang