Chapter 35

503 79 28
                                    

"Lo yakin yang lo lihat itu Ibu Mira? Bukannya ibu itu anak orang kaya, ya?" ucap Wina yang masih tidak percaya dengan ucapan Cakra dan Jiro.

Setelah mobil yang dikendarai oleh Satria itu sampai di depan rumah para bujang, Cakra langsung heboh memberitahu Satria dan Wina kalau rumah sederhana yang berada di depan rumah mereka adalah rumah Ibu Mira.

Semua mahasiswa di kampusnya Cakra dan Jiro rata-rata tahu siapa itu Ibu Mira.

Dia adalah dosen yang terkenal dengan gaya nyentriknya.

Banyak mahasiswa yang mengambil kelasnya selalu merinding di seluruh tubuh setiap disuruh presentasi ke depan.

Apalagi, ketika Mira menyuruh mahasiswa tersebut membedah sebuah kasus lalu mencaritahu pasal berapa dan ayat berapa pelanggaran yang dilakukan oleh tersangka di dalam kasus tersebut.

Jika tidak sesuai dan jawaban yang diberikan terkesan mengada-ngada, maka persiapkan hati karena Mira akan mengeluarkan kata-kata pedasnya ke mahasiswa itu.

"Yakin seratus persen! Di sini saksinya ada dua, Win. Dan gue sama Jiro yakin banget kalo itu Ibu Mira" ucap Cakra membuat Satria yang ikut mendengarkan pun mengernyitkan alisnya.

"Berarti ibu itu nggak seperti yang orang lain bilang, dong? Katanya Ibu Mira itu anak orang kaya" ucap Satria.

"Tapi, bisa aja, sih itu cuma salah satu rumah punya dia? Biasanya kan orang kaya punya banyak rumah?" celetuk Jiro, dia teringat dengan Nanda yang bahkan punya unit apartemen sendiri di sebuah apartemen mewah.

"Oh, iya juga ya" ucap Cakra, dia baru sadar kalau dia juga anak orang kaya. Dan orang tuanya memang punya beberapa rumah di sekitar sini.

Empat mahasiswa itu sedang menikmati soto ayam di kantin. Kelas pagi mereka sama-sama dibatalkan membuat empat sekawan itu langsung menggerutu.

Saat itu, Cakra dan Satria memutuskan untuk pergi ke kantin, lalu tidak sengaja bertemu dengan Wina dan Jiro. Mereka tidak menyangka kalau nasib mereka sama, kelas mereka sama-sama dibatalkan. Pada akhirnya, mereka pun menghabiskan waktu di kantin sambil menunggu kelas selanjutnya.

"Gila, bukannya itu Jery?"

Jiro, Cakra, dan Satria sama-sama menoleh ke arah pandangan Wina. Mereka melihat Jery berjalan masuk ke kantin seorang diri. Penampilan Jery benar-benar berbeda sekarang. Rambut hitamnya dia pangkas bersih, tatapan matanya juga terlihat kosong dengan kantung mata berwarna hitam dan terlihat jelas, ada bekas luka di pangkal hidung Jery dan juga di pelipis Jery.

"Ternyata pukulan lo bikin anak orang trauma, Ji" ucap Satria yang tiba-tiba jadi kasihan melihat Jery begitu pendiam.

Tidak ada satu pun yang mendekati Jery, semua mahasiswa di kantin itu hanya melirik Jery lalu berbisik-bisik sambil menatap Jery dengan tatapan sinis.

Meskipun begitu, semua ini karma untuk Jery karena selalu saja mencari masalah dengan orang lain.

"Tapi, aku yakin banget nggak mukulin dia di dekat pelipis?" ucap Jiro yang mencoba menggali kembali ingatannya.

"Lu mah kayak orang kesetanan waktu mukulin Jery, lu mana sadar ke arah mana lu mukulin dia" celetuk Cakra.

"Tapi, aku yakin nggak mukul ke sana" ucap Jiro, alisnya sampai bertaut karena berpikir keras.

"Mungkin dia dipukul bokapnya kali? Kan bokapnya tentara?" celetuk Wina.

"Hah? Bukannya bokap Jery itu dosen?" ucap Satria yang pernah mendengar kalau ayahnya Jery adalah seorang dosen di universitas swasta.

"Tentara nggak, sih?"

"Dah lah! Ngapain bahas kerjaan bokapnya dia? Nggak penting banget!" kesal Cakra.

[FF NCT DREAM] KARSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang