Janu menghembuskan nafas lelah karena dia melihat Kirana sudah berdiri di dekat kantor tempat Janu bekerja. Padahal, Janu saat ini sedang pusing memikirkan Renjana yang sudah dua hari menghilang. Ditambah lagi, dia harus pusing memikirkan alasan apalagi yang harus ia berikan ke Arka dan Dewi jika mereka menanyakan keberadaan Renjana. Malah, sekarang dia harus menghadapi Kirana yang sepertinya tidak memahami bahasa manusia.
Dengan emosi yang sudah tidak bisa Janu bendung. Janu berjalan mendekati Kirana lalu menarik gadis itu menjauhi kantor. Janu membiarkan Kirana memberontak dan pada akhirnya menjadi perhatian beberapa karyawan di sana. Janu sudah tidak peduli akan hal itu. Dia terlanjur kesal dengan Kirana karena masih saja dia menemui Janu padahal sudah jelas Janu tidak ingin bertemu dengan gadis itu lagi.
"Mau lo itu apa, sih?!" marah Janu yang sampai meninju dinding tepat di samping Kirana karena emosinya sudah mencapai ubun-ubun.
Kirana sampai tersentak kaget dan menatap takut Janu yang sudah tidak bisa mentolerir kelakuan Kirana. Kehadiran gadis itu di tempat kerjanya sudah sangat mengganggu.
"Janu..., please, gue tahu gue salah. Tapi, please.., help me, Janu..., gue beneran nggak tahu lagi harus gimana" isak Kirana dan Janu mendengus mendengar ucapan Kirana itu.
"Kayaknya lo itu sakit jiwa, deh. Gue rekomen lo buat datengin terapis yang namanya Sheline. Lo itu harus obatin jiwa lo dulu, Kirana" desis Janu dengan tidak lepas menatap kesal Kirana yang menatap lekat sosok mantan pacarnya ini.
"Apa lo dibayar sama Jamaludin buat ngusik hidup gue, hm? Coba sebutin berapa anak dajjal itu bayar lo?" ucap Janu lagi dan kali ini sorot matanya begitu dingin dan menusuk hati Kirana.
Kirana sampai tidak berani menatap Janu karena tatapan mata Janu benar-benar seperti mengoyak hatinya. Meskipun Janu terlihat marah pada Kirana, tetapi kekecewaan di sorot mata Janu terlihat lebih jelas.
"Padahal lo dulu nggak kayak gini, Kir. Lo cewek yang punya prinsip. Elegan dan menjaga martabat lo sebagai perempuan. Dan gue merasa, yang gue lihat ini bukan Kirana. Sebesar itu pengaruh Heru ke lo, ya?" ucap Janu yang memilih pergi meninggalkan Kirana yang menangis.
"Please, Janu..., gue udah capek diancem terus sama Jammy itu..., dia bakalan bikin Heru menderita kalo gue nggak ngelakuin sesuatu buat lo.." ucap Kirana membuat Janu berhenti melangkahkan kakinya.
Janu menoleh dan menatap Kirana dengan dingin.
"Terus, gimana sama hidup gue? Lo enak-enakan sama Heru dan gue harus menderita di sini karena ketololan lo gitu?"
Janu sampai geleng-geleng kepala karena tidak habis pikir dengan Kirana. Janu kembali berjalan menuju kantor dan memikirkan kenapa dia bisa kepincut dengan Kirana.
"Ngapain juga gue mikirin dia? Mending sekarang gue mikirin gimana caranya bikin Pak Arka dan Mbak Dewi nggak histeris."
***
Pagi-pagi sekali, Pak Hasan kedatangan tamu ekslusif di kediamannya yang damai dan tenang. Pak Hasan tersenyum manis ke Nanda yang seperti biasa akan bertandang ke rumahnya tanpa membuat janji terlebih dahulu. Pak Hasan juga sudah lelah memberitahu Nanda untuk pergi ke tempat kerja terlebih dahulu baru menemuinya setelah pulang kerja.
Meskipun rasanya dia ingin menyemprotkan air dari selang panjang ini ke Nanda, Pak Hasan tetap menerima Nanda di kediaman sederhananya. Nanda sendiri dengan santai masuk ke rumah Pak Hasan lalu duduk di sofa ruang tamu dan bertingkah seolah-olah rumah itu rumahnya.
"Aku mau nanyain tentang Mira, pak" ucap Nanda membuat Pak Hasan menghembuskan nafas lelah.
Kemarin Nanda meneleponnya dan menanyakan tentang perusahaan keluarga dari Mira dan apa saja yang terjadi pada perusahaan itu sekarang. Nanda hanya ingin memastikan kalau semua yang Mira katakan itu tidak bohong.
KAMU SEDANG MEMBACA
[FF NCT DREAM] KARSA
Fanfiction*Lanjutan dari cerita Teduh* Hanya keseharian tujuh pemuda setelah semua masalah yang terjadi.. Cast: 1. Mark Lee as Mada Cazim 2. Huang Renjun as Renjana Wistara 3. Lee Jeno as Janu Oliver 4. Lee Haechan as Hadinata Byantara 5. Na Jaemin as Nanda G...