Chapter 24

460 80 28
                                    

Mereka semua disidang di ruang tengah oleh Darma. Pria tua itu sampai rela tidak pergi ke acara milik temannya malam ini bersama Nanda karena dia ingin mendengar masalah apa yang terjadi terhadap tujuh bujang ini setelah mereka resmi pindah rumah.

Darma menatap satu per satu lima bujang yang duduk di atas karpet berbulu di ruang tengah ini. Sedangkan Darma, dia duduk di sofa bersama Pak Reza yang memang disuruh oleh Darma untuk menemaninya duduk di sofa.

"Jadi, siapa yang mau mulai cerita?" tanya Darma setelah dia puas menatap lima bujang yang saat ini malah saling lirik.

Mereka seperti memberi kode satu sama lain supaya ada salah satu dari mereka yang membuka mulut duluan.

Namun, sepertinya tidak ada yang mau membuka mulut duluan. Bahkan, Nanda yang biasanya nyerocos kalau ada ayahnya itu memilih diam dan tidak peduli jika beberapa dari temannya menyuruhnya untuk berbicara.

Sepertinya, Nanda masih kesal dengan masalah Janu yang tidak bercerita kepadanya tentang ancaman pembunuhan itu.

"Ya udah, dari kamu aja Janu, soalnya Nanda tadi marah-marah sambil nyebut nama kamu" ucap Darma sambil menunjuk Janu yang sepertinya tidak siap menceritakan apa masalah yang ia miliki kepada semua orang.

Tapi, karena semua mata langsung tertuju kepadanya, termasuk Nanda yang juga penasaran, membuat Janu mulai menceritakan awal mula kenapa dia akhirnya mendapatkan ancaman pembunuhan seperti itu.

Janu mulai bercerita kalau sebelumnya, dia mendapatkan pesan dari nomor tidak dikenal. Tetapi, isi pesannya bukanlah sebuah ancaman, melainkan sebuah pesan yang meminta sebuah pertolongan. Dan Janu yakin kalau pesan itu dari Kirana, makanya Janu memutuskan untuk mengabaikan semua pesan dari nomor tidak dikenal karena mengira nomor tersebut adalah nomornya Kirana.

Namun, tiba-tiba saja, Janu mendapatkan pesan yang tidak sengaja Janu baca.

Pesan tersebut berisikan ancaman dan mengatakan akan melukai Janu dan menghancurkan hidup Janu. Tetapi, karena Janu cuek, dia memilih untuk mengabaikan pesan itu.

Puncaknya, ketika Janu dan Renjana jatuh dari motor.

Motor yang berlawanan arah dengan motor nya Janu itu terlihat menaikkan kecepatannya ketika dia melihat Janu yang saat itu sedang membonceng Renjana.

"Dan ini yang terakhir om, dia ngirim paket ke kantor. Tapi, Renja yang nerima paketnya karena aku nggak ke kantor. Dan isi paket itu pisau sama foto aku yang dicoret pake spidol merah" jelas Janu membuat Darma mulai memikirkan siapa kira-kira pelaku yang berani meneror Janu se-ekstrim itu.

"Terus, apa lagi?" tanya Darma yang mengalihkan pandangannya ke Hadi yang memang duduk di samping Janu.

"Emm, kalo aku om, diteror sama orang tua aku" jelas Hadi dengan suara pelan tetapi mampu didengar oleh yang lain.

"Orang tua lo ngapain lagi, sih Di? Perasaan kerjaan mereka neror lo mulu!" kesal Nanda.

Sepertinya uang tidak cukup membuat orang tua Hadi puas.

Nanda sudah jelas meminta orang tua Hadi untuk tidak mencari Hadi dan Hana lagi karena mereka sudah bahagia tanpa kehadiran orang tua mereka. Tetapi, sepertinya cara lembut memang tidak mempan untuk manusia rakus seperti orang tua Hadi.

"Biasa, Nan, mereka minta uang" ucap Hadi sambil tersenyum getir.

Dia tidak tahu lagi bagaimana cara menyadarkan orang tuanya bahwa berjudi hanya akan membuat mereka rugi.

"Jiro?" tanya Darma ke Jiro yang hanya menundukkan kepalanya di samping Mada.

"A-Aku mukulin teman aku, om" cicit Jiro membuat Darma mengernyitkan alisnya.

[FF NCT DREAM] KARSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang