Lili beranjak dengan malasnya "Gue duluan, dy" pamit gadis itu, dibalas anggukan dengan senyuman dari Maudy.
Jaemin dan Lili benar-benar sedang berada dalam fase sensitif, mereka berjalan berjauhan tidak seperti biasanya. Hendak bicara sesuatu saja, rasanya sulit sekali— sampai dibasement Jaemin menyerahkan helm yang harusnya ia kenakan pada gadisnya itu
Lili menggeleng "Lo aja" kata gadis itu ketus sekali, Jaemin dengan hati-hati memperlakukan mood Lili yang sepertinya sedang sangat rapuh itu. Mereka bungkam selama perjalanan, tak ada yang berani memulai percakapan, sampai didepan pagar rumah Lili pun keduanya masih diam
Lili membuka pagar, Jaemin langsung berdiri tegap menyadari gadisnya itu benar-benar akan masuk ke dalam rumah tanpa sepatah kata pun
"Lil—" panggil Jaemin, ragu
Lili menghentikan pergerakannya, gadis itu tak tahu harus membalikkan badannya atau tidak menyadari panggilan tersebut.
Jaemin meninggalkan motornya, membuka helm yang sangat ragu untuk ditanggalkan olehnya. Laki-laki itu memberanikan diri untuk mengatakan segenap kalimat yang entah sejak kapan mengganjal dihatinya
"Soal Hina— gue tau kok semuanya udah lebih dari keterlaluan"
deg
Jaemin menyadari kesalahannya, membuat Lili tak bisa berkutip. Gadis itu menahan posisinya, membelakangi laki-laki yang sekarang tengah mengutarakan kesalahannya
"Semua itu disuruh Bunda— lo tau kan gue gak bisa bilang ngga ke Bunda, apalagi dia lagi hamil, gue gak mau nyakitin...
Jaemin menghentikan kalimatnya saat sadar kalau kalimatnya itu salah total, dia akan bilang kalau dirinya tak mau menyakiti hati Bunda nya— tapi disisi lain, hati seseorang tengah sakit disini?
...maaf, ini udah ke sekian kalinya gue ngebiarin lo sendirian"
Lili menunduk, air matanya menetes seperti dalam drama korea "Gapapa—" cuma itu yang keluar dari mulut seorang Lili
Jaemin tentu saja terkejut, ini adalah kali pertamanya ia membuat gadis yang sangat ia sayangi menangis "[Lili beneran nangis? Brengsek banget lo, sat]" dalam benaknya, dia kebingungan harus melakukan apa disaat-saat kacau seperti sekarang ini
"Lil, gue—
"Udah ah, emang ini alasannya agak egois sih...
Tapi gue udah ngga nyaman sama lo, Pram—"Kalau sudah dipanggil nama depannya, Jaemin selalu merasa telah menjadi penjahat kelas kakap. Karena panggilan itu hanya disebut oleh dua wanita yang sangat dia sayangi, siapa lagi kalau bukan Bunda dan kekasihnya, Lili
"Jangan, gue gak mau"
"Kenapa? Padahal masih banyak cewek yang lebih cantik lebih baik dari gue— kenapa ngelepasin gue aja pake gak mau segala!" sentak Lili, masih dengan posisi membelakangi laki-laki itu
"Stop ah, gue gak mau berantem gini... gue sukanya cuma sama lo, Lil— gak bisa yang lain, cuma lo"
"Haha— basi, Jaem. Gak usah sok romantis, hubungan kita tuh udah diambang!"
"Gak bakal diambang, kalo bukan lo yang mulai"
"Hah? Gue yang mulai?"
"Gue kan udah bilang, kalo Hina itu cuma sodara— Sodara kandung anak kedua dari kakaknya Bunda. Gak ada alesan lo mutusin gue, karena gue gak salah—"
"Gue bilang udah gak nyaman, bukan bahas sodara lo yang itu lagi dih—"
"Harus gimana sih biar lo nyaman terus sama gue? Gue harus apa Lil, gue gak mau pisah sama lo— kita pasti bisa lewatin semua ini bareng-bareng, gak usah pake putus—"
stop
Baik Jaemin maupun Lili bungkam setelah satu kutipan dengan penarikan nafas panjang itu dikeluarkan. Lili tak bisa menjawab penolakan Jaemin yang satu itu, perdebatan tanpa tatapan itu diakhiri dengan sebuah argumen yang tak bisa ditepis dengan mudah
"Ya udah, sekarang terserah lo— gue gak mau maksa" dan entah mengapa tiba-tiba Jaemin mengalah, Lili sampai terkejut bisa mendengar kalimat pengalahan seperti itu. Biasanya, seorang Jaemin selalu kukuh pada pendiriannya. Tapi entah mengapa sekarang malah— menyerah
Kedua mata Lili masih berkaca-kaca, sangat sulit rasanya untuk membalikkan badan. Padahal setidaknya gadis itu bisa menatap wajah seorang Jaemin, untuk terkahir kalinya— sebelum semuanya benar-benar berakhir
Grep!
Tapi, sebuah pelukan hangat tiba-tiba Jaemin sampaikan ditengah suasana canggung ini "Gue sayang banget sama lo, Lil" bisik laki-laki itu, dengan nada lirih bak seseorang yang akan segera menangis
Lili tak bisa menjawabnya, hari mulai larut— bahkan adzan maghrib hampir berkumandang, suasana gang rumahnya untung saja sedang sepi, jika tidak mungkin para tetangga akan berpikir yang tidak-tidak soal mereka berdua
"Lepasin gue Jaem—" pinta Lili, sadar kalau yang tengah mereka lakukan ini salah
Jaemin yang pasrah akan keadaan pun segera melepaskan back hug nya itu. Dengan segera, Lili membuka pagar rumahnya, lalu berjalan masuk meninggalkan laki-laki itu tanpa berkata apapun, suara pagar yang tertutup terdengar jelas ditelinga Jaemin
"Udah?" Jaemin bergumam pada dirinya sendiri "Udah gini doang, putus?" hatinya terus tak percaya kalau mengakhiri sebuah hubungan ternyata hanyalah semudah itu
Nyatanya semua memang sudah terlihat selesai, tapi hatinya tak mau berkata usai
Lili berjalan menuju kamarnya dengan wajah tak karuan, membuka pintu kamar dengan perlahan. Dari jendela kamarnya— Jaemin terlihat tak mau pergi, tapi akhirnya laki-laki itu memakai helmnya juga
Jaemin menyempatkan diri untuk menoleh ke jendela kamar Lili, tapi gadis itu sudah tak disana.
Lili tumbang diatas kasur dengan airmata berlinang, menyembunyikan isak tangis dengan mengalirkan airmatanya pada sebuah bantal putih tak berdosa
#to be continued
apakah kisah cinta Jaemin dan Lili sudah usai?
mau tau kelanjutannya, baca terus Putih Abu yang update setiap author-nya mood :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Putih Abu!
أدب المراهقين"Kalau masa SMA lo cuma putih abu aja, coba diteliti ulang. Siapa tahu warna lain lagi sembunyi di suatu tempat!" @Nadarayoo, 2018