Malam minggu yang sangat menyedihkan, karena para taken girl and boy tidak bisa menghabiskan waktu bersama akibat hujan yang turun deras secara tiba-tiba. Tapi bagi seorang Ana, hujan ini menjadi suatu kehangatan ditengah terkurungnya dia bersama satu pangeran pujaan hati
Jam menunjukkan pukul, 21:34 malam, semua anggota keluarga tertidur lelap karena cuaca yang sangat mendukung untuk kegiatan tersebut. Akhirnya Jeno dan Ana memilih untuk berada dikamar meskipun belum bisa tertidur
"Kamar lo lumayan luas na" gumam Jeno, yang sekarang dapat melihat wajah gadisnya itu dari ranjangnya yang sudah sejajar, tidak seperti kemarin
"Kenapa emang?" Ana menyahuti ucapan Jeno seraya sibuk dengan handpohone nya
"Ya buktinya lo sama gue jauhan gini, coba lebih sempit dikit— pasti bisa lebih deket, bahkan kalo bisa dempetan kayak satu ranjang" entah sadar atau tidak, Jeno mengatakan kalimatnya itu dengan frontal tanpa terbata-bata
Ana menoleh, gadis itu sampai terkejut mendengarnya. Didalam mainsetnya, Jeno bukanlah laki-laki pedofil yang suka dengan hal-hal berbau dewasa, tapi kali ini ucapanya itu seratus persen menyatakan kalau dia telah dewasa
Menunggu respon yang tidak kunjung Ana sampaikan, Jeno melirik ke arah gadis itu dengan bantal tangan yang telah menjadi kebiasaannya "Iyakan? apalagi musim ujan, lebih anget tidur seranjang" dag-dig-dug, dag-dig-dug, Ana semkain heran terhadap Jeno yang ternyata mengucapkan kalimatnya dengan keadaan sadar
Jantungnya berdetak lebih cepat lagi, Ana mulai sedikit ketakutan berada sekamar dengan Jeno kali ini "Lo ngomong apaan si? sadar gak lo ngomong apa tadi, no?" berusaha mengembalikan image cool and gentle dari Jeno, Ana berkata seperti itu
"Sadar—" jawab Jeno, singkat, seraya memejamkan kedua matanya "Gue gak berani pacaran sama lo, karena gue takut kebablasan—" laki-laki itu menoleh menatap pada gadis disebrangnya "Makanya nanti langsung nikahin aja, biar bebas bisa ngapain aja sesuka hati hehe" DUAR! seperti sedang meledak, Ana tidak bisa mengontrol resah hatinya
"Lo tuh manis, na— cantik, baik lagi, sayang kalo cuma dipacarin, mendingan langsung dinikahin!" Jeno tersenyum evil, sebelum akhirnya menarik selimut dan memejamkan mata
Ana masih sibuk menetralisir kedaan, pipinya memerah bukan main, ditambah lagi jantungnya terus berdetak kencang, mungkin bisa saja malam ini gadis itu terjaga sepanjang malam akibat kelakuan Jeno
Dalam pejaman kedua matanya Jeno kembali tersenyum simpul. Tanpa membuka mata, laki-laki itu bersuara "Tidur na— jangan dipikirin omongan gue mah—" ledeknya, paham sekali kalau seorang Ana tengah gelisah, gundah, tak tahu harus bagaimana
Akhirnya Ana menjatuhkan tubuhnya ke ranjang, gadis itu menghadap tembok tak ingin menatap laki-laki disebrangnya. Memilih bungkam, Ana mengigit selimut berusaha mengalahkan emosinya "[Ihhh gemes! Jeno! Awas lo bikin gue kena serangan jantung! Gue sumpahin kena azab! Double azab kalo bisa!]" teriakan itu Ana ungkapkan lewat benaknya, tak bisa ia utarakan langsung
"Ana bobo— ohh, Ana bobo— kalo tidak bobo, dicium— om om—"
Mendengar ledekan tersebut, Ana beranjak "BACOT!" akhirnya gadis itu mengeluarkan emosinya seraya melempar laki-laki disebrangnya menggunakan boneka kecil lumayan kencang
Tapi, gagal, Jeno dengan mudah menangkap boneka tersebut lalu malah memeluknya. Menyaksikan kesialannya itu Ana kembali menjatuhkan diri ke ranjang dengan kesal "[IHHHH TAI!!! KENAPA BISA MELESET SEGALA SIIII!!!]" kelewat emosi, Ana jadi menekuk wajahnya tak bisa tidur
Laki-laki yang ia punggungi, sekarang menghadap ke arahnya sambil tersenyum "[Ngeliat punggung lo, rasanya pengen meluk]" Jeno bisa juga bergumam didalam hatinya, bahkan ternyata dirinya menyukai Ana lebih dari gadis itu menyukainya
KAMU SEDANG MEMBACA
Putih Abu!
Teen Fiction"Kalau masa SMA lo cuma putih abu aja, coba diteliti ulang. Siapa tahu warna lain lagi sembunyi di suatu tempat!" @Nadarayoo, 2018