"Jel, kamu marah?" tanya Mark sebelum menaiki motor dan memakai helm nya.
Angel menunduk, ingin bilang iya, tapi dirinya tak mau menyakiti perasaan Mark yang sebenarnya sangat ia sayangi "Ngga—" kata Angel, singkat
Mark menaiki motornya, lalu menarik tangan Angel agar lebih dekat dengannya. Laki-laki itu memakaikan helm pada gadisnya dengan lembut "Maaf yah, kamu boleh marah kok—" seraya mengaitkan tali pengaman helm dikepala Angel, Mark berbisik seperti itu membuat gadis dihadapannya tersipu
Selesai dengan helmnya, Angel mengangkat kepalanya menatap Mark yang sedang tersenyum. Disanalah saat-saat dimana seorang Angel tidak mau melepaskan laki-laki seperti Mark, gadis itu merasa spesies laki-laki seperti Mark ini sudah benar-benar langka
"Besok gereja kan?" Angel mengangguk pelan menyahuti pertanyaan itu "Aku jemput yah— kita berangkat bareng" lagi-lagi gadis itu dibuat tersipu, serangan dadakan seperti ini memang selalu tak bisa diduga
"Tapi— Mama pasti gak ngijinin—" ucap Angel
"Nanti aku yang izin sama Mama kamu, gak ada penolakan lagi, oke—" kata laki-laki itu sambil mencubit pipi Angel didalam helm nya
Seketika, kedua pipinya itu mendadak merona, bahkan lama-kelamaan semakin merah— untuk menyembunyikannya, Angel menutup kaca helm yang dipakainya dengan kasar
"Hahahaha... kenapa, jel?" membuat Mark tertawa lepas melihat kelakuan gadis dihadapannya itu
**
Ana menghela nafasnya menyaksikan pemandangan seperti itu lagi, lagi dan lagi. "Bucin dimana-mana!" umpatnya, setelah sadar akan pemandangan disekitarnya yang penuh dengan pasangan-pasangan siswa laki-laki dan siswi perempuan
Entah basement tempat parkir, taman hijau belakang gedung sekolah, kantin, perpustakaan, lapangan outdoor, bahkan sampai lapangan indoor pasti ada saja dua sejoli yang sedang bermesraan "Sekolah apa tempat pacaran—" Ana yang sedang dalam fase low mood terus saja bergumam, dari raut wajahnya menandakan kalau dirinya sedang kesal
"Marah-marah mulu—" tak sadar akan keberadaan Jeno yang sedari tadi membuntutinya, gadis itu berhenti melangkah lalu raut wajahnya seketika berubah menjadi raut wajah bingung dan terkejut
Menyadari tatapan tak menyenangkan dari gadis dihadapannya, Jeno menautkan kedua alisnya "Apa?" tanyanya, bingung
"Ngapain lo ngikutin gue!" sentak Ana, sepertinya sedang tak bisa mengendalikan emosi
"Dih, gue mau ke basement ngambil motor, siapa yang ngikutin lo— masa gue harus muter lewat taman belakang sih, biasa juga lewat sini" jelas Jeno, mencoba melawan emosi dalam diri Ana
"Ya udah sanah! Jalan buruan—" hasilnya nihil, laki-laki itu tak berhasil mengalahkan emosi seorang gadis yang terlihat sangat berapi-api dihadapannya itu "Buruan jalan!" bahkan sekarang Jeno dipaksa untuk pergi dari sana
Laki-laki itu tak mau menyahutinya, dia hanya menurut dan mulai melangkah menuruti perintah yang gadis itu inginkan. Dia tahu, kalau dia menyahutinya mungkin emosi Ana akan semakin meluap
"[Aduhh... kalo bocor gimana nih?]" sedangkan seorang Ana yang ternyata menyembunyikan sesuatu, terus memegangi kaki tasnya, takut sesuatu yang buruk terjadi padanya. Bahkan tak segan-segan dirinya menurunkan tas untuk menutupi bagian belakang bokongnya
Jeno masih berjalan dihadapannya, laki-laki itu sedikit penasaran mengapa sikap Ana seketika berubah saat diluar kelas. Lalu secara tiba-tiba, Jeno membalikkan badan "Ihhh!" mengagetkan sekaligus menghentikan langkah kaki Ana yang masih sibuk dengan kebocorannya itu
KAMU SEDANG MEMBACA
Putih Abu!
Ficção Adolescente"Kalau masa SMA lo cuma putih abu aja, coba diteliti ulang. Siapa tahu warna lain lagi sembunyi di suatu tempat!" @Nadarayoo, 2018