Min Yoongi : 16 - Menghadapimu

122 10 3
                                    

Setelah makan malam selesai, satu persatu member meninggalkan Suga di meja makan, yang terakhir adalah Seokjin dan Namjoon yang mencuci bekas piring dan mangkok sisa mereka makan. Suga masih duduk di meja makan, terdiam dengan segelas air panas di gelas silinder panjang dan jernih. Bahunya lebih nyaman sekarang dibanding sebelumnya.

"Suga hyung, aku akan naik" kata Namjoon sambil terus berjalan menuju ke tangga di dekat dapur untuk masuk ke dalam kamarnya

"Aku juga" tambah Seokjin mengelus rambut kucing putih itu lembut lalu segera naik ke lantai atas hampir berbarengan dengan Namjoonie

"Hm"

Kini hanya tinggal Suga sendirian yang masih memegang gelas silinder berisi air putih yang masih sisa setengah, masih merasa malas untuk beranjak dari kursinya, Suga menetap sebentar lagi.

Dari arah kamar mandi, Jimin baru datang dengan rambutnya yang setengah basah dan handuk yang masih tersampir di bahu kirinya.

"Kau belum mau tidur, Suga hyung?" tanya Jimin biasa, berhenti sejenak untuk bicara pada Suga, wajahnya tak berubah, hanya datar, tak mungkin tak menyapa hyung yang sudah menyelamatkannya dari insiden berbahaya itu.

"Hm" jawab Suga pendek menatap mata Jimin sekilas, hatinya berdebar kencang tapi coba ditutupinya dengan wajah dan ekspresi yang dingin

Jimin hanya mengangguk, menggigit bibir bawahnya, "apa kau sudah makan?" tanyanya lagi

"Hm" jawab Suga lagi

"Baguslah, makanlah yang banyak Suga hyung, supaya cepat kembali seperti semula"

Suga tak menjawab

Jimin tak tahu lagi apa yang harus Ia katakan pada Suga, suasana mereka menjadi tegang dan canggung, Jimin telah memeras otaknya untuk mencoba bicara pada Suga hyung, tapi sepertinya, Suga sedang tak ingin bicara.

Senyum Jimin memudar, tak tahu apalagi yang harus dilakukan pada Suga hyung, Ia hanya mengusap rambutnya sekali lagi, lalu berkata, "baiklah, segeralah beristirahat hyung" lalu hampir berlalu meninggalkan Suga sendirian di meja dapur.

Masih tak ada jawaban dari si kucing putih yang berhati keras itu, sampai beberapa langkah setelah Jimin memunggunginya, Suga memanggil dengan suara lembut dan dalam, "kau?" tanyanya, Ia tahu debar hatinya sedang kacau, Ia tahu Ia hanya tak mampu menghadapi Jimin sampai harus berbuat demikian, Ia hanya tak pandai berekspresi saat bersama dengan seseorang yang sangat Ia suka.

Jimin berhenti, "ye?" jawabnya sambil berbalik dengan senyum palsunya

"makan?"

Jimin kembali memutar tubuhnya menghadap Suga, merasa sedikit terkejut mendengar hyung-nya yang biasanya dingin, kini memulai percakapan. "Belum hyung," jawabnya sambil mengangguk pelan, "aku belum sempat makan."

Suga masih memandang gelas silindernya, terlihat acuh tak acuh. "Kau harus makan," katanya dengan nada datar, tidak menatap Jimin.

Jimin tersenyum lemah, berharap bisa menjalin sedikit komunikasi dengan hyung-nya. "Aku akan makan nanti, hyung."

Suga mendengus, merasa kesal dengan ketidakpedulian Jimin terhadap kesehatannya sendiri. "Kalau kau mau sakit, terserah saja, Jangan sampai oranglain repot karenamu" katanya dengan dingin, tetap tidak memandang Jimin.

Senyum lemah yang baru saja mengembang dari kedua sudut bibirnya kini memudar lagi mendengar perkataan Suga, oranglain repot karenamu benarkah dirinya merepotkan oranglain, bahkan Suga hyung saat insiden di Amerika itu terjadi?

Jimin merasa kata-kata itu agak menusuk hatinya. Ia menundukkan kepala, mencoba menahan rasa sakit yang tiba-tiba muncul akibat perkataan Suga hyungnya. "Baik, hyung," jawabnya pelan. Tanpa menunggu lebih lama, ia berbalik dan berjalan menuju dapur.

Suga tetap di tempatnya, merasa ada yang tidak beres dengan perkataannya barusan. Ia tidak bermaksud menyakiti Jimin, hanya ingin memastikan dia makan. Tapi melihat reaksi Jimin, Suga mulai merasa bersalah. Namun, dia tidak menunjukkan perasaannya dan tetap duduk di kursinya.

Jimin masuk ke dapur, membuka kulkas dan mencari sesuatu untuk dimakan. Hatinya masih terasa sakit, tapi ia tahu bahwa Suga hanya menginginkan yang terbaik untuknya, meskipun cara penyampaiannya selalu kasar.

Di dapur, Jimin mengambil beberapa sisa makanan dari kulkas. Sebungkus bulgoggi instan yang tinggal dimasukkan ke dalam microwave. Ia mengambil nasi hangat dari sisa wadah penanak nasi lalu mulai menyajikan makan malamnya. Hatinya ragu saat ia duduk dan mulai makan, pikirannya masih berkutat pada kata-kata Suga. Ia merasa bingung dan sedih, tidak mengerti mengapa hyung-nya selalu bersikap begitu dingin padanya.

Sementara itu, di meja makan, mereka duduk agak berjauhan, Suga tak mengubah posisinya sementara Jimin berada di ujung kiri, sengaja tak mengambil kursi yang bisa langsung berhadapan dengan Suga hyungnya. Suga merasakan kekosongan yang aneh di dalam dirinya. Suasana rumah yang tadinya hangat setelah makan malam kini terasa dingin dan sunyi. Ia memikirkan kata-kata yang telah diucapkannya pada Jimin dan menyadari bahwa mungkin Ia telah berkata kasar, entah karena Ia benar-benar berkata kasar atau Jimin yang terlalu perasa.

Namun, sebagai seseorang yang tidak pandai mengekspresikan perasaannya, Suga merasa sulit untuk meminta maaf atau menunjukkan kepeduliannya dengan cara yang lebih lembut. Ia tahu bahwa Jimin telah banyak berkorban untuk tim, dan ia sebenarnya sangat peduli pada kesehatan dan kesejahteraan Jimin. Apalagi insiden penipuan dan pelecehan yang membuat sedikit banyak anak itu trauma. Tetapi, setiap kali ia mencoba menyampaikan perasaannya dan kepeduliannya, yang keluar justru kata-kata dingin dan menyakitkan, seperti bilah belati yang terus menyayat luka.

Jimin menyelesaikan makanannya dengan cepat, tidak menikmati satu suapan pun. Ia merasa kesepian dan tersisih, meskipun berada di tengah-tengah orang-orang yang seharusnya menjadi keluarga keduanya. Ia menyadari bahwa hubungan antara dirinya dan Suga semakin renggang, dan ia tidak tahu bagaimana cara memperbaikinya. Mungkin Ia juga salah karena telah salah bicara dengan Suga hyung kemarin saat Ia masih di Busan, Ia tak seharusnya menanyakan perasaan Suga padanya, itu adalah hal yang sangat tak masuk akal, Ia berpikir Suga hyungnya mungkin merasa tidak nyaman dan masih marah, tapi tak bisa dipungkiri hatinya masih sakit.

Setelah selesai makan, Jimin mencuci piringnya sendiri. Ia mencoba mengalihkan pikirannya  dengan melakukan sesuatu yang bermanfaat. Sementara itu, Suga akhirnya bangkit dari kursinya dan hendak berjalan menuju kamarnya. Ia melihat Jimin yang sedang mencuci piring, dan hatinya terasa berat.

"Jimin," panggil Suga pelan, mencoba menarik perhatian Jimin tanpa terdengar terlalu memaksa.

Jimin menoleh, masih dengan senyum yang dipaksakan. "Ya, hyung?"

Suga ingin mengucapkan sesuatu, tapi kata-kata itu tersangkut di tenggorokannya. Ia hanya bisa mengangguk dan berkata, "Selamat malam."

Jimin mengangguk kembali, tidak tahu apa yang harus dikatakan. "ne, Suga hyung." Setelah itu, ia melanjutkan mencuci piring tanpa berkata apa-apa lagi. Hatinya juga mendingin.

Suga berdiri di ambang pintu dapur, kecewa dengan jawaban Jimin, merasa canggung dan tidak nyaman. Ia menyadari bahwa hubungannya dengan Jimin memerlukan perbaikan, tetapi ia tidak tahu harus memulai dari mana. Akhirnya, ia memutuskan untuk meninggalkan dapur dan kembali ke kamarnya, berharap bisa menemukan cara untuk menyelesaikan masalah ini.

Di kamarnya, Suga hanya terduduk di kasur, setengah menyesal karena Ia dan Jimin selalu berakhir demikian, Ia juga menyesal karena perkataanya selalu kasar dan dingin, sekali waktu ingin sekali rasanya memperbaiki komunikasi dengan Jimin, berbicara seperti biasa layaknya sepasang kekasih atau dua orang yang saling menyukai, tapi apakah itu mungkin? bayangan itu bahkan tak pernah terpikir dari kepalanya, itu mungkin terlalu menjijikan bagi Min Yoongi yang sudah dibunuhnya, dan lagi.. lagipula Jimin sudah menyukai oranglain.

"Bisakah?" desah Suga pelan pada dirinya sendiri, "..." Ia tak melanjutkan kalimatnya lagi, menoleh ke arah meja komputernya untuk melihat sebuah foto grup yang dipajang di tepi meja, hanya wajah Jimin yang Ia pandang. Suga tak mengatakan apapun, tapi tatapannya dalam dan sulit dimengerti.

Dan Jimin pada akhirnya kembali ke kamarnya, Ia menutup pintu kamarnya pelan, Ia masih memikirkan beberapa hal yang rumit, tak banyak yang member tahu tentang dirinya, bayangan pikirannya tenggelam menjadi mimpi saat dunia telah gelap dalam tidurnya.

---

My YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang