116. Ke Mana?

71 15 0
                                    

"Menyingkirkan ketakutan dan rasa sepi, keluar dari zona sendiri lalu menemukan keceriaan yang sangat berarti."

Sesuai taruhannya bersama Devid, Acha tidak menyalakan televisi, ia langsung memutar video yang diberikan. Ternyata bukan sesuatu yang sangat penting, tetapi mampu membuat Acha tertawa terpingkal-pingkal. Pembuatannya waktu lalu, di saat Acha menonton televisi sendirian, sedangkan Devid berada di kamar entah sedang mengerjakan apa. Ternyata itulah jawabannya, ekspresi konyol seorang Devid mencoba menghibur Acha. Tanpa malu memakai lipstik miliknya, dioleskan ke bibir lalu menjadikan perona kedua pipinya.

Gila, Devid melarangnya menonton sinetron Indonesia, tetapi sendirinya memberikan video yang membuat janinnya menendang-nendang di dalam perut. Setelah itu, Acha membaringkan tubuhnya, di samping tidak ada Devid, tetapi digenggamannya masih terputar video kocak suaminya itu. Memberitahukan bahwa Acha akan selalu bersama dengan Devid, apalagi anaknya akan selalu nurut kepada mereka berdua. Diingatkan, agar Acga mengelus perutnya dengan kasih sayang di saat menonton video itu.

Acha menurut saja sambil tersenyum kecil. Sebuah pesan datang, Devid memberitahukan bahwa dia siap terbang, Acha membalasnya dengan cepat, semoga selamat sampai tujuan. Tidak ada balasan, mungkin Devid sudah mematikan datanya? Acha memejamkan matanya, padahal waktu masih pagi. Namun, ia ingin tetap mengistirahatkan tubuhnya yang tertekan karena harus ditinggalkan.

Di luar sana, Devid sudah duduk manis mendapati teman yang asik diajak bicara. Ternyata tujuannya sama, tetapi lelaki kelahiran Manado bernama Andri akan menjemput ibunya karena lama tinggal bersama kakaknya di Jerman. Devid pula memberitahu kepergiannya, lalu saling bertukar nomor ponsel. Katanya, jika nanti sudah kembali ke Jakarta mereka akan bertemu lagi. Apalagi mengingat Andri bekerja di salah satu siaran televisi nasional, sebagai pekerja di belakang layar.

Maksudnya ada lowongan penyanyi solo lelaki untuk mengisi sebuah talk show yang akan tayang tidak lama lagi. Siapa yang akan menolak? Tentu saja Devid menerima dengan senang, sebelumnya ia memberikan pesan kepada Acha, lalu seorang pramugari mengingatkan agar ponsel di mode pesawatkan karena tidak lama akan terbang. Selanjutnya, pesawat lepas landas tanpa ada masalah teknis terbang dengan gagahnya, meninggalkan landasannya, menuju langit tinggi bersiap membawa para penumpang sampai tujuan.

***

Pagi yang cerah tidak membuat Acha berniat menyalakan televisi, ia segera menyiram bunga-bunga yang bermekaran. Biasanya Devid yang bertugas, tetapi sekarang lelaki itu tidak ada. Acha menatap pantulan dirinya di depan cermin, tidak lama lagi janin yang ada di dalam perutnya itu akan lahir, dielusnya pelan lalu menguap, bersiap menyeduh segelas susu yang biasa ia minum.

Senandung lagu pop mulai diputar, mengisi apartemen mungil itu dengan tenang. Acha membawa sarapannya ke balkon, duduk manis dengan segelas susu dan sup sayur pilihan Sinta. Katanya Sinta ataupun Dinda tidak bisa datang sekarang, masih banyak kerjaan. Jadi, dia sendiri lagi di sana, tetapi Acha enggan bermalas-malasan.

Kemarin ada perpustakaan mini tidak jauh dari apartemennya. Ada banyak anak-anak pula yang berkunjung. Niatnya, ia ingin menyumbang beberapa buku novel dan untung saja, ia sempat membeli bacaan khusus anak kecil. Setelah membersihkan badan dan menatap penampilan, Acha berjalan dengan hati-hati, memasuki lift sampai berada di luar lobi.

Beberapa orang yang berpapasan memberikan senyum hangat, melihat masa kandungan Acha yang sudah dipastikan dekat persalinan. Acha berjalan dengan santai, merasakan terik matahari pagi yang menghangatkan tubuhnya. Benar saja, perpustakaan mini itu baru dibuka, oleh beberapa kelompok mahasiswa peduli baca Indonesia. Acha menghampiri dengan senyuman cerah, salah satu pengurusnya menyambut senang seorang ibu hamil terlihat muda dan cantik pula.

Acha dipersilakan duduk di salah satu kursi, dengan pelan ia pun duduk. "Dari kapan kalian membuka perpustakaan di sini?"

"Baru minggu ini, Kakak penghuni apartemen di sana, ya?" tanya salah satu pengurusnya yang memakai jilbab hitam.

Acha mengangguk. "Iya, seneng banget loh liat perpus. Jadi, aku juga ke sini mau kasih beberapa buku, semoga bermanfaat, ya."

Diserahkannya buku itu, dengan senang keempat pengurus perpustakaan mini berterima kasih. Mereka itu dari salah satu kampus swasta, katanya ingin meningkatkan minat baca di beberapa tempat, mereka bersyukur juga bertemu dengan Acha yang sangat menyukai buku-buku cerita. Tidak lama, anak kecil yang masih duduk di bangku sekolah dasar berdatangan. Mereka ingin membaca buku yang banyak gambarnya.

Acha pun memilih duduk lesehan bersama anak-anak itu. Awalnya Lidia, pengurus yang memakai jilbab hitam melarang Acha duduk seperti itu, tetapi Acha menimpalnya bahwa itu tidak akan terjadi apa-apa. Tidak terasa, pagi pun berlalu kumandang Azan Duhur terdengar. Beruntungnya lagi, tepat di seberang terdapat musola kecil. Jadi, pengunjung perpustakaan mini beranjak pergi siap melaksanakan kewajibannya.

Begitu pula Acha, ia mengikuti karena di sana pula terdapat mukena bagi pengunjung. Di sebelah musola, terdapat mini market juga. Hari itu Acha seolah melupakan Devid yang pergi, ia tersenyum senang di saat anak-anak mungil di depan mencium punggung tangannya. Haru dan merindu sosok bayi di perutnya, refleks Acha mengelus perut buncitnya. Mereka pun kembali ke perpustakaan melanjutkan bacaan.

Sampai sore hari harus datang membubarkan. Acha kembali menahan keinginan enggan ditinggalkan, keempat pengurus perpustakaan mini pula sangat berterima kasih kembali atas kedatangannya. Selanjutnya, Acha merasa sendiri, ia berjalan malas melewati beberapa toko kelontong. Beberapa pemilik di antaranya sempat menyapa Acha pula.

"Cepet lahir, ya, Nak ... biar ibumu ini ada temennya," ucap Acha, sambil mengelus perutnya dengan sayang.

Sesampainya di apartemen, Acha merebahkan tubuhnya di atas sofa. Tangannya mulai gatal ingin menyambar remot, tetapi ia ingat taruhannya kali ini harus dimenangkan olehnya. Meskipun, jika ia nekat menyalakan televisi dan Devid pun tidak akan mengetahui, lalu ia berpura-pura tidak menyalakan. Dipastikan tidak akan membanggakan. Jadi, dia memilih mandi, berendam lama-lama.

Terdengar solawat dari beberapa penjuru masjid. Acha baru selesai membersihkan dirinya dan siap makan malam. Sebelumnya mengangkat jemuran ke tempat setrika, lalu kembali lagi menyiapkan apa yang akan ia makan dan diberikan kepada anaknya. Sampai, suara bel terdengar menggema. Siapa malam-malam bertamu? Pastinya Dinda atau Sinta, batin Acha seraya berjalan pelan menghampiri pintu.

Namum, dugaannya salah yang didapati adalah sosok Bram yang sama sekali tidak pernah ditemuinya, setelah akhir pertemuan lalu di kafe yang berakhir pertengkaran. Acha membatin, beraninya Bram datang di saat Devid pergi. Atau bisa saja, lelaki itu menguntit? Bagaimana keseharian Acha dan hari ini waktu tepat di mana Devid tidak ada? Sebelum Acha membanting pintu kembali, Bram mencekal pergelangan tangannya, teramat keras.

"Lepas!" jerit Acha, sekuat tenaga mencoba melepaskan.

"Lo harus dengerin gua, Cha, kali ini aja," pinta Bram, berusaha menahan Acha agar tidak menutup pintu.

Namun, Acha mencoba menarik kuat tubuhnya agar bisa masuk ke dalam, semua usahanya sia-sia Bram berhasil menarik tubuhnya keluar, menyeret pergi dari sana.

Oi, Bram! Lu mau apain Acha 😭

CINTA SEGI EMPAT 3 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang