176. Fashion Show Batik

8 2 0
                                    

"Berikan yang terbaik, soal juara hanya bonus saja."

Suara mesin motor bersahutan memenuhi lapangan parkir yang terlihat luas, tak jauh dari sana terpampang di atas gerbang bertuliskan SELAMAT DATANG DI SMP PANCASILA. Satu per satu siswa masuk ke dalam, ada yang diantar oleh orang tuanya dan ada pula diantar oleh ojek online. Devit termasuk siswa yang membawa kendaraan sendiri ke sekolah. Memang sangat dilarang karena di bawah umur, tetapi pihak sekolah sudah mewajibkan dan aturan jangan sampai dilanggar, yaitu memakai helm dan jaket untuk keselamatan.

Seperti biasa Devit selalu membuka jaket kulitnya di parkiran, lalu memasukkannya ke dalam motor, tak lupa merapikan lagi rambut yang berantakan dengan jemarinya. Beberapa siswi yang pula membawa kendaraan pribadi kadang asik tebar pesona agar Devit melirik, apalagi di hari senin ini Devit bukan lagi memakai seragam putih biru, tetapi kemeja bermotif batik yang akan bersanding bersama Gita!

Selesai dengan penampilan yang menurutnya tidak ada masalah, Devit pun menyambar ranselnya, berjalan perlahan melewati motor yang diparkir rapi. Sampai tatapannya bersirobok dengan siswi yang katanya murid baru di akhir semester dua ini.

"Angel, dasi kamu rapi banget!" puji seorang siswi.

"Hehe, makasih, punya kamu juga rapi!" balas siswi baru yang bernama Angel.

Kabar burung yang beredar, Angel itu pindahan dari Surabaya, selain cantik ia pula pintar, Bu Siti yang memang sangat dekat dengan Devit mewanti-wanti kemungkinan Angel akan menggeser nilainya sebagai pemegang pararel.

"Eh, itu bukannya Devit?" bisik salah satu siswi yang berjalan di samping Angel.

"Ganteng banget! Kok, pakek batik, ya?"

"Mungkin mau lomba, biasanya di sekolah aku juga gitu! Aku sempat sekali ikutan!" balas Angel dan jawabannya itu didengar Devit yang begitu saja berjalan lurus ke depan.

Jadi, selain pintar, cantik, dia juga aktif! Devit bernapas lega saat tubuhnya tepat di ambang pintu ruang guru. Gita yang memintanya langsung ke sana, apa yang Devit lihat sekarang? Gita yang sudah berubah dengan tampilan riasan di wajah! Nampak berbeda, tetapi masih terlihat bahwa itu Gita Putri Judes!

"Eh, Dev! Sini," panggil Bu Siti, sembari menarik kursi untuk Devit, sedangkan Gita duduk manis di depan.

"Maaf, Bu, telat," ucap Devit seraya mencium punggung tangan gurunya itu.

"Enggak, kok! Pas banget malah, Gita selesai dirias kamu datang!"

Gita menoleh, melihat penampilan Devit yang sempurna! Tak perlulah Bu Siti memoles wajahnya! Pasti juri yang akan menilai sudah tak tahan membuat Devit menjadi juara saat menatapnya.

"Liatinnya biasa aja kali ...," sindir Devit menyadarkan Gita yang langsung kelabakan.

"Apaan, sih!" ketusnya, lalu mulai sibuk menggeledah tas kecilnya.

Bu Siti membuka bedak tabur. "Dikit aja, ya, Dev, biar keliatan rapi gak keringetan!" ucapnya seraya memposisikan Devit untuk siap dipoles. "Ohh, ya, ada tambahan! Jadi, waktu kalian jalan di karpet merah, kalian membacakan puisi saling balas!"

"Kita latihan dulu kan, Bu?" tanya Devit memastikan.

"Iya, dong! Nanti habis ini, oke!"

Setelah selesai memodifikasi penampilan dua anak didiknya, Bu Siti meminta keduanya keluar dari ruangan guru. Di mana semua siswa sudah ada di lapangan siap melaksanakan upacara! Heboh, dong para ciwi-ciwi yang mendambakan Devit! Apalagi melihat Gita dengan balutan baju batik yang sama, dipadukan kerudung warna merah tua sama dengan batiknya.

CINTA SEGI EMPAT 3 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang