"Jika takdir berkata lain, percayalah keinginan kita akan kalah oleh kejutan Tuhan yang sangat indah."
Devid menendang angin, mencoba melepas rasa kesalnya, lalu menghempas bokongnya kasar duduk kembali di samping Acha.
"Dia sekongkol sama Reina, ngejebak gua waktu itu! Beruntung Devit gak jadi korban," lanjut Acha.
"Pas banget, nanti gua bakal minta telpon si Richard ke si Reina!" Mengingat Reina akan datang dengan Asinta nanti malam.
"Yaudah, kalian istirahat dulu, mama udah beresin kamar kalian yang di atas," titah Dinda lalu pergi menuju dapur.
Devid menoleh, menatap keadaan Acha yang masih merasa serba salah. "Lo gak papa, kan waktu itu?"
Acha tersenyum kecut. "Gua sampe diborgol, Dev, waktu dilepas gua ngamuk! Gua gak terima lo dianggap meninggal sama mereka." Jeda, Acha menghirup dalam udara. "Mereka diem, kalo udah ada bukti kuat tentang lo, gua bakal tanda tangan! Pas keluar dari rumah itu, Bram nyelamatin gua."
"Gua harus ketemu, sih, sama dia, Cha! Kalo gak ada dia, siapa yang jaga keluarga kecil gua?" Devid menggenggam jemarinya. "Suruh dia ke sini, ya?"
"Lagi pada honey moon, tauk!"
"Gak percaya, sih, dia masih mikirin lo, Cha!"
Ada benarnya juga, Acha pun memutuskan mengirim pesan kepada Bram. Nanti malam, adalah malam di mana orang terdekatnya tahu, bahwa Devid sudah kembali dalam keadaan utuh.
"Ke atas, yuk!" ajak Devid dan Acha pun mengikuti.
Di dalam kamar yang sudah lama ditinggal, Acha dan Devid merebahkan tubuh lelahnya. Lelah menahan emosi karena kenyataan pahit, tetapi lelah yang mereka rasakan hilang saat suara Devit terdengar di lantai bawah. Ingin merasakan bagaimana serunya berkumpul bersama lagi, Devid pun meminta anaknya itu ke kamar mereka.
Duduk bersila mengelilingi botol bekas, apakah mereka akan bermain truth or dare? Yaps! Itu permainan yang Devit sarankan mengisi waktu sore menjelang malam. Sebagai hukuman Devid mendapatkan jepit jemuran baju, wah untuk apakah itu? Acha yang tahu isi pikiran Devid langsung bermuka masam.
"Aturannya, siapa yang kena mau truth or dare jepit ini bakal dijepit di daun telinga si tersangka! DEAL?!"
Devit dan Acha diam, saling membayangkan bagaimana sakitnya daun telinga mereka nanti.
"Itu aturan dari mana, sih? Gak ada yang kek gitu!" protes Acha tidak terima.
Devit angkat bicara. "Gimana, kalo itu jadi hukuman yang gak bisa melaksanakan tugas dia! Sepanjang permainan daun telinganya dijepit?"
"IDE BAGUS!" sorak Devid setuju. "Acha? Gimana?"
"Oke! Liatin aja, ya, kalian yang bakal kalah!" ancamnya.
Botol pun mulai berputar, putar, putar .... Yap! Ujungnya berhenti di depan Devit.
Acha dan Devid melempar senyum penuh rahasia. Mereka berdua sudah merancang sesuatu tanpa diketahui Devit.
"T or D?" tanya Acha.
"DARE!"
Acha yang angkat bicara lagi. "Telpon Gita, sekarang juga dan kamu bilang!"
"AKU SAYANG KAMU!" lanjut Devid lalu mereka berdua tertawa lebar, kecuali Devit yang gusar dan bingung.
"Yang lain, dong ... gak seru, ah!" pinta Devit.
Tatapan Devid melotot. "Hayo ...! Mau dijepit aja?" tawarnya.
Acha menyambar jepitan yang terlihat ganas dan tajam itu. "Ayo ... pilih yang mana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA SEGI EMPAT 3 [END]
Fiksi RemajaPINDAH KE DREAME Rank 19-08-21 #1 Devid #1 Indomembaca #2 Bestseller #2 Akudandia #4 Trend (Series 1 & 2 Di Dreame 16+) Follow sebelum baca, ya, guyss. Kepergiannya hanya meninggalkan jejak seorang anak. Janjinya menemani hilang begitu saja, berlal...