51. Dibopong Bule Nyasar

262 40 0
                                    

"Pendidikan adalah segalanya, termasuk menikung teman yang siap menggantikan kedudukan. Harus dilawan."

Acha langsung duduk di tempatnya, ternyata Reina belum sampai di kelas, ia pun membuka buku pelajaran mengingat materi yang minggu kemarin disampaikan. Tiba-tiba teriakan Reina membuat Acha mendongak, Reina mengulum senyum sesekali mengerling nakal kepada Richard di belakang.

"Ekhm, jarang-jarang lo masuk sepagi ini!" sindir Reina sambil duduk di sebelah Acha.

"Devid lomba," jawab Acha singkat.

Reina mendekatkan tubuhnya. "Bareng ama, Richard, ya ... gua tau kali," ujar Reina terkikik.

Acha mendelik sebal. Sudah pasti dan lebih menyebalkan lagi, tak lama semua kaum hawa penghuni Garuda akan menggunjingkan dirinya dekat dengan Richard. Yang entah siapa orang itu, pikirnya. Reina pun mulai berbincang seru, sedangkan Acha masih membaca materinya.

Telinganya tak salah mendengar, Richard mulai mengurangi bahasa bakunya. Membuat Reina tertawa, dan Richard pula dengan malu-malu membalas. Guru Bahasa Inggris datang, menyapa seperti biasa, hingga memberikan soal yang harus dikerjakan cepat.

"Jika sudah, kumpulkan ke depan, ya," ucap Bu Nagita dengan senyuman.

Tak biasanya Acha sangat sulit memahami materi, mungkin karena pikirannya yang kacau akhir-akhir ini, sedangkan Richard dengan mudahnya menjawab semua pertanyaan tanpa membuka kamus bahasa seperti yang lain. Karena dia sangat fasih, sesekali Felix selalu mengajaknya berbincang tanpa bahasa indonesia, membuat ia terbiasa.

Baru dua puluh menit, kedua bola mata Richard mencari-cari orang yang akan mengumpulkan soal. Namun, sampai lima menit menunggu semuanya masih menunduk mencoba menjawab soal, dengan ragu tubuhnya telah berdiri tegap. Reina menyadari bangku Richard bergeser dan benar saja, kakinya mulai melangkah maju.

Disenggolnya siku Acha. "Liat ... lo kalah, Cha!" bisik Reina menatap langsung tangan Richard yang menyerahkan buku.

Hanya Acha orang yang pertama memberikan jawaban soal, selama semester kemarin. Membuatnya masuk peringkat pertama, tetapi kini berbeda. Minggu pertama semester dua, ia diharuskan bersaing sengit. Firman yang sama-sama tak menyangka menelan ludahnya kasar, ia termasuk murid teladan mendapati peringkat kedua di bawah Acha.

Tanpa harus bertanya. Sudah dipastikan, kedudukan Acha akan terguncang. Tenang. Richard hanya pintar dalam Bahasa Inggris, pikirnya. Karena otak Acha sangat menguasai Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Dirasa waktunya terbuang sia-sia hanya memikirkan orang lain, Acha pun mulai membaca kembali soal.

Richard telah duduk di bangkunya, dengan cepat Reina berbalik. Ia pun mendongak, mendapati gadis yang menurutnya aneh. Seseorang yang rela berbincang dengannya, rupa tak secantik gadis lain. Namun, Reina memiliki warna kulit hitam manis, khas orang Bali.

"Gua gak ngerti, nih, mau gak ajarin?" pinta Reina.

Richard tersenyum kaku. "Nomor berapa?" tanyanya.

Bukannya menjawab, Reina malah menepuk bahu Acha yang mencoba memahami isi soal paling susah baginya. Richard mengerutkan keningnya dalam. Reina yang tak berhasil membuatnya betani mengguncang bahu Acha.

"Apaan, sih!" ketus Acha.

Reina menunjuk Richard dengan bolpoinnya. "Lo gak ngerti, 'kan? Tanya sana, kalo Richard yang jelasinnya ke gua, sampe nikah ama Shawn Mandes juga kagak bakal ngarti, Cha," jelas Reina diakhiri tawa.

Acha mendengkus. "Gak usah, gua bisa!" tolak Acha sambil berbalik dengan mata mendelik.

Richard merasa aneh. Salahnya di mana coba? Mengapa tatapan Acha selalu tak bersahabat kepadanya? Aneh sekali, pikirnya. Reina hanya pasrah. Ia pun terpaksa mendengar penjelasan Richard. Sampai bel pergantian mata pelajaran terdengar, dan untung saja Acha berhasil menjawab pertanyaan.

CINTA SEGI EMPAT 3 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang