"Walaupun sementara, tak apalah asalkan nyata bahagia."
"Di sana ada toko buku juga?" tanya Acha, maksud di sana dalam pertanyaannya membuat Devid mengatur napas.
"Gak ada," jawabnya singkat.
Kentara Devid masih enggan menceritakan sepuluh tahun lamanya berpisah.
"Sosis bakar?" tanya Acha lagi.
Gelengan kepala Devid menjadi jawaban, Acha mendongak raut wajah Devid terlihat lelah tanpa gairah.
"Lu hidup di hutan?" tebak Acha.
Devid mendelik sebal. "Lagi gak mau jawab."
Sebuah tinju mendarat di dada bidangnya, Devid terkikik lalu merengkuh kepala Acha. "Bawel banget, sih, lo! Nanti juga gua ceritain! Tapi bukan sekarang, denger gak?"
"GAK DENGER! BUDEK SOALNYA!" balas Acha dengan kesal.
Devid menegakkan tubuh Acha untuk duduk berhadapan langsung dengannya. "Pulang, yuk, entar gua ceritain!" ajaknya seraya berdiri lalu mengulurkan tangannya.
Acha tetap diam, mencebik kesal. "GENDONG!" pintanya manja.
Bola mata Devid menyapu keadaan toko buku yang ramai dikunjungi anak remaja. Namun, nongkrongnya di depan novel dewasa. Zaman edan emang, mana masih makek baju seragam SMP lagi. Tanpa menunggu lama Devid jongkok membelakangi Acha, siap merasakan berat tubuh yang dipastikan seberat kapas satu karung.
"Cepet naik!" titah Devid.
Tiba-tiba Acha tersadar, bukankah ia memakai setelan deres panjang? bagaimana caranya ia digendong oleh Devid?
"Ihhh! Gak bisa," rengek Acha mengerucutkan bibir merah mudanya.
Devid menoleh baru tersadar dengan baju yang Acha pakai. Apa yang harus ia lakukan? Menyeret paksa Acha yang ogah berjalan seperti suster ngesot? Oh, tentu saja tidak! Kedua tangan Devid langsung menyelinap, mengangkat tubuh mungil istrinya dan berhasil ia bopong cepat. Acha menahan jeritan karena kelakuan Devid. Seketika keduanya menjadi objek pengunjung lain untuk ditonton.
"Anjir, Devid! Turunin gua, gak!" protes Acha, kedua pipinya mulai merah merona.
Devid tidak peduli sampai cubitan kecil Acha mendarat di pinggangnya. "Astagfirullah, Changcuts! Kalo lu malu tinggal cium ketek gua aja!"
"Apa urusannya malu sama ketek!" protes Acha lagi, beberapa pengunjung mulai terkikik senyum malu-malu.
Napas Devid terasa menerpa wajah Acha yang menahan malu. "Sembunyiin muka lo di dada gua, terus kedua tangan lu itu pegangan ke leher gua! Gitu aja susah!" terang Devid dan mereka berhasil keluar dari toko buku besar itu.
Tersisa tinggal mencari keberadaan mobil yang berada di deretan mobil lainnya. Acha segera melakukan saran yang Devid jelaskan tadi. Sampai suara pintu dibuka dan tubuhnya terhempas duduk di atas kursi samping kemudi mobil. Devid mengembuskan napasnya lega, sedangkan Acha masih menunduk malu.
"Lo kenapa, anjir! Malu?" goda Devid, disingkirkannya beberapa helai rambut yang menutupi wajah Acha.
"Malu-maluin!" sentak Acha.
"HAHAHA!" Devid terbahak lalu menutup pintu mobil, berlari cepat memutari kap depan berakhir duduk di belakang kemudi.
"Kek, pengantin baru aja! Dada lu kayak degdegan gitu, deh, Cha!"
Acha mengatur napasnya, menoleh malas menatap Devid. "Sepuluh taun lo ninggalin gua!"
Mobil pun melaju, meninggalkan deretan pengendara lain. Suara musik mengalun indah menemani dua insan bak sepasang kekasih yang tadi di warung pinggir jalan. Mencari topik agar tetap bisa bercanda, mengingat beberapa jalan penuh cerita. Sampai pertanyaan Acha seolah membisukan keadaan seketika.
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA SEGI EMPAT 3 [END]
Ficção AdolescentePINDAH KE DREAME Rank 19-08-21 #1 Devid #1 Indomembaca #2 Bestseller #2 Akudandia #4 Trend (Series 1 & 2 Di Dreame 16+) Follow sebelum baca, ya, guyss. Kepergiannya hanya meninggalkan jejak seorang anak. Janjinya menemani hilang begitu saja, berlal...