180. Posisi yang Tergantikan

23 3 2
                                    

"Benar! Kehidupan bak roda yang berputar, mengajarkan bahwa kita tak selamanya ada di atas!"

"Pah, ayo! Entar telat!" sela Devit, ditariknya lengan kiri Devid dan apa yang terjadi selanjutnya?

"AYANG ... KOK PERGI, SIH! IH, GEMES!"

"Loh, kok ditinggal Dev!" Devid menahan tawa, cekalan tangannya pun dilepas Devit yang langsung menatapnya kesal.

"Jangan mulai, Pa ... Devit serius gada hubungan apa-apa sama dia," omelnya.

"Kalo sama Gita, baru ada, ya?" godanya.

Tepat Devid menyelesaikan perkataannya, Gita dan ayahnya nampak ada di depan keduanya. Sontak Devid memberikan salam kepada Ginan.

"Saya sangat senang bisa bertemu dengan ayahnya Devit!" seru Ginan, dirangkulnya Devid dengan erat.

"Saya juga senang bisa bertemu dengan Bapak," balas Devid, sedangkan Devit dan Gita saling memandang saja tidak! Sangat malas!

"Mari, acaranya akan dimulai," ajak Ginan mempersilakan masuk.

Bu Yasmin sebagai wali kelas dari 7A shock bukan main, melihat Devit berjalan beriringan dengan papanya dan duduk di bangku belakang sebelum Gita dan Ginan duduk. Ternyata bukan hanya ibu wali kelas saja yang terjerat pesona papa muda Devid. Lihatlah di ujung sana ada seorang wanita yang tak jauh lebih muda yang tak mampu mengedipkan matanya.

Setelah duduk manis bersama anaknya, Devid baru bisa leluasa memandang para orang tua yang menemani anaknya dan kebanyakan adalah ibu-ibu. Hanya Devit, Gina, dan tiga orang teman lainnya yang mengajak ayahnya, bukan ibunya.

"Baik, penerimaan rapot akan saya bagikan sekarang juga. Sebelumnya, selamat pagi semua ...!"

"Pagi ...." Serentak dijawab oleh penghuni kelas.

"Seperti biasa, saya akan memanggil peringkat tiga besar juara kelas kita!"

Riuh tepuk tangan. Devit kembali mengingat semester awal dahulu, ia dan Gita menjadi saingan ketat termasuk merebutkan juara paralel seangkatan.

"Indri Dwiyanti!" panggil Bu Yasmin.

Siswi yang disebut namanya itu maju ke depan, Bu Yasmin kembali membaca catatannya. "Gita Ginanda Sari!"

"Sana maju!" seru Ginan di belakang, Devid menoleh memberikan senyuman.

Gita yang menjadi satu-satunya perempuan berjilbab di kelasnya itu maju, disusul suara Bu Yasmin yang memanggil, "Devit Prabu Androno!"

Sontak Devid memberikan tepuk tangan di saat orang lain hanya menatap anaknya bangga. Tak lama, riuh tepuk tangan pun menyusul, bergema membuat Devit menggerutu sebal, harusnya papanya itu cukup diam saja!

"Inilah juara kelas kita! Sesuai urutan yang saya sebuatkan, Devit peringkat satu, Gita peringkat dua dan Indri peringkat tiga! Tepuk tangan semuanya ...!"

Satu per satu rapot diberikan ke tangan orang tua murid, tak lupa diberi penjelasan tentang nilai anaknya untuk semakin diajarkan atau semakin diperketat jadwal belajarnya di rumah oleh orang tua murid. Giliran Devit dan papanya duduk berhadapan dengan Bu Yasmin.

"Senang bertemu dengan ayahnya, Devit?"

"Iya, bu, saya Devid," balas Devid dengan senyum super menggodanya.

"Waw! Kalian benar-benar tidak ada bedanya!" serunya diakhiri tawa.

Devid tertawa menanggapi ucapan wali kelas anaknya itu. "Bisa aja, Bu."

Bu Yasmin pun membuka lembaran baru dari rapot Devid di semester akhir kelas tujuh itu. "Selamat, ya, lagi-lagi Devit mampu malampaui nilai KKM, saya tidak terkejut karena dari latar belakangnya Devit nampak keluarga yang sangat sempurna, mengerti akan pendidikan bagi anaknya."

CINTA SEGI EMPAT 3 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang