85. Luka Kembali Terasa

117 23 19
                                    

"Beban telah hilang, segudang pertanyaan dijawab di waktu yang sama pula. Tinggal tangis dan menjauh pergi adalah akhir dari segalanya."

Bram sudah duduk di hadapan Acha. Mereka berada di kafe yang dekat dengan kampus, sengaja hanya menghindari tatapan mengintai dari Arga setelah kejadian kemarin lalu yang ingin Acha lupakan dengan cepat. Hari itu juga, Acha sudah menghubungi Devid, ia meminta bertemu dan untuk membicarakan sesuatu. Tentunya tentang masa lalu, di saat itu pula Bram menyemangatinya. Kopi hitam di depan sudah habis seperempat, Bram memberikan waktu untuk mengolah kata menjadi uraian yang tidak menjurus ke pertikaian.

Akan diperjelas, tidak ada niatan Acha mendorong Devid waktu itu. Ia hanya spontan saja, mengingat ungkapan rasa suka yang sama sekali sangat tidak masuk akal. Namun, setelah kehilangan Acha juga baru menyadari. Bahwa Devid adalah seseorang yang dapat membuatnya bahagia, hidup dan nyata, tidak hanya seorang manusia yang perlu diberi uang untuk diam, seperti selama ini Sinta lakukan. Devid akan selalu menghibur, tanpa Acha sendiri sadari, sahabatnya menyembunyikan luka, dengan banyak alasan menghindar takut ketahuan.

Sepuluh menit telah berlalu, Acha menyandarkan tubuhnya dan memejamkan mata. Ia takut saat berbicara dengan Devid, suaranya hilang dan gemetar, lalu berakhir menjadi tangisan. Tadinya, Acha meminta Bram juga duduk untuk menjadi saksi, tetapi lelaki itu menolak, ia ingin Acha dan Devid saja yang berbicara. Nanti, di sebuah kafe yang telah dijanjikan. Berulang kali juga Acha mengatakan, jangan sampai Devita ikut dengan Devid, juga Devid dengan tegas akan berangkat diam-diam.

Gerimis menyapa langit yang mulai gelap, Bram harus mengantarkan Acha menuju kafe yang telah dijanjikan. Berdebar tidak karuan, saat langkah Acha mendekati pintu kafe itu, sedangkan Bram akan menunggu di dalam mobil sampai Acha selasai dengan cerita masa lalunya kepada Devid. Suara alunan musik dari atas panggung menenangkan, kepala Acha berputar mencari-cari Devid yang katanya sudah sampai. Tidak salah lagi, pandangan Acha berhenti mengenali sosok dengan jaket hitam di pojokan, arah ponselnya menandakan, bahwa lelaki itu sedang memainkan game.

Acha mengatur napasnya. Ini bukan malam spesial untuk mengungkapkan perasaan kepada sang pujaan, tetapi mengungkap masa lalu yang dipastikan takkan bisa diterima, bahkan dimaafkan dalam hari itu juga. Semakin dekat, dekat dan sampai di samping Devid yang sekarang mendongak, memberikan seyum simpul, sedangkan Acha yang menahan gugup hanya tersenyum kecil lalu duduk di depan. Devid menyodorkan segelas kopi hitam, masih mengepulkan asap.

"Kemarin, gua liat lu minum kopi item. Jadi, gua pesenin, deh!"

"Thanks."

Kaku. Devid menyadarinya. "Mau ngomong apa? Kayak penting amat."

"Banget."

Devid memicingkan matanya. "Napa, sih? Kesambet Nyi Roro Kidul, lu?" tanyanya.

Acha menggeleng lemah. "Gua mau cerita tentang sahabat gua yang hilang."

Akhirnya, Acha bisa berucap tenang. "Ohh ... ceritain, gih! Nanti, gua bantu pencariannya."

"Dia gak bisa dicari."

Devid menatap Acha dengan kerutan di sekitar hidungnya. "Dih, aneh njir .... terus diapain dong? Kata lu tadi ilang!"

Bimbang Acha berkata, sampai ia berujar dengan pelan, "Gua udah ketemu langsung sama dia, tapi ...." Acha menjeda, menatap manik Devid yang menunggu ucapan selanjutnya. "Dia lupa ingatan, total."

"Sad ... kenapa lu enggak nyoba nyadarin aja?" Devid menyesap kopi miliknya.

"Sekarang gua mau sadarin dia."

Devid mendongak, kenapa jawaban Acha seolah mengarah kepadanya? Sampai, Acha kembali berkata, "Dia lagi nunggu gua ngomong sekarang."

Seketika, Devid mencari-cari keberadaan orang yang Acha bilang, pasti tidak jauh dari tempat mereka duduk. Namum, pencarian Devid berakhir memaku pandangannya, di saat Acha berujar, "Namanya, Devid Prabu Androno."

Air langit yang rintik berubah tumpah bergerombol detik itu juga, ucapan Acha sempat tertangkap, tetapi Devid ragu memastikan bahwa yang disebutkan namanya sendiri. Kedua mata Acha mulai berkaca-kaca, mengapa hujan datang detik itu pula? Mengapa semua harus diiringi hujan penghambat pendengaran? Mengapa segalanya harus bersamaan! Acha menjerit di dalam hati, ia menghirup udara panjang, sedangkan Devid masih diam tidak mengerti.

"Dia cowok paling bobrok yang pernah gua kenal, semua orang udah tau, di mana ada Acha pasti di sampingnya ada Devid pula. Gua sendiri enggak mempermasalahkan. Karena, rasa nyaman yang dia berikan emang original bukan buatan." Susah payah Acha menelan ludahnya. "Sampai pertaruhan konyol gua lontarkan, bodoh emang, padahal cowok kayak dia bakal bisa dalam segala hal, menangin hati semua cewek yang gua gak suka dari sifatnya!"

Devid masih mendengarkan. "Anehnya, dia ngelarang gua pacaran, dia gak mau gua jadi sampah! Padahal dia sendiri udah jadi sampah sejak dini, gua gak paham, tapi ... gua sayang." Bulir air mata menetes, gemetar tubuh Acha di depan Devid yang masih terdiam mendengarkan. "Selama hidup, hujan adalah sesuatu yang gua tunggu-tunggu, di mana kenangan indah di saat ayah yang nggak pernah ada main sama gua di bawah guyurannya. Sayang, kejadian yang enggan gua ingat, justru datang di saat waktu di mana seharusnya bahagia, tapi berubah jadi derita."

Tatapan Acha meyakinkan Devid bahwa ceritanya adalah nyata. "Gua ternyata sayang sama lo, Dev ... gua cinta, gua gak mau kehilangan lo, gua gak bisa jauh dari lo! Gua capek nahan beban sendirian, Dev!"

Devid terpaku, Acha menangis di hadapannya. "Gua bodoh dari awal, lupain sahabat sendiri dan mentingin orang yang gua suka, padahal dia sendiri gak peduli. Asal lo tau, gua benar-bener sayang sama lo."

"Apa inti dari ceritanya?"

Pertanyaan Devid membuat Acha bingung, apakah temannya itu masih belum mengingat waktu lalu? Sampai, Devid memilih berpaling, memandang air langit yang menghunjam ke jalanan. "Gua gak ngerti sama cerita lo, dia kenapa bisa lupa ingatan?"

Sekarang Acha seolah ditanya oleh saksi mata di mana dia mendorong Devid sampai ke tengah jalan, di bawah guyuran hujan. "Dia kecelakaan sama bokapnya, tapi selamat, cuma otaknya doang yang lupa ingatan total, tapi hatinya masih sama, nyari cewek yang berhasil nyuri tapi ditampar dengan kenyataan pahit, cinta gua bertepuk sebelah tangan ternyata."

"Lo ngomongin siapa ...."

"Ngomongin orang yang lu suka, ngomongin orang yang lu anggap seseorang yang nyata, tapi lu sendiri yang sia-siakan! Berengsek gak, sih? Untung gua bukan orang pendendam, bisa aja lu gua dorong sekarang ke tengah jalan dan biarin ditabrak truk!"

Acha berucap tergagap, "D—dev, lu inget gua?"

Devid diam seribu bahasa, ia menahan rasa sakit di kepalanya yang semakin menjadi-jadi. Semua potongan kenangan masa lalu mulai bermunculan, semua berkat Acha yang mengingatkan dan pil dari dokter yang tidak ia telan. Ternyata, semuanya membuat sesuatu yang Devid pertanyakan telah terjawab. Namun, ia menjadi tahu siapa Acha yang baru di kedupannya di Jakarta.

"Gua lupa, cuma Reina dan mama gua yang ada. Bukan lo, di saat kematian hampir datang," putus Devid, seraya beranjak pergi tidak mempedulikan Acha yang berteriak mengejarnya.

Di luar, hujan belum berhenti juga. "Dev! Devid, tunggu!" seru Acha.

Namun, tidak untuk kedua kalinya, Devid menarik motornya dari parkiran di bawah guyuran hujan, sedangkan kepalanya masih berdenyut tidak karuan dan tangan yang tidak diinginkan, memeluk pinggangnya agar tidak pergi meninggalkan.

"Dev ... demi apa pun, gua gak ada niat dorong lu waktu itu!" seru Acha, mencoba mengalahkan suara hujan yang keras. "Gua sayang sama lo, buktinya g—"

Devid mendorong bahu Acha sampai menjauh. "Anggap, kita gak pernah ketemu, SEKALIPUN!"

Motor menderum menggelegar, sesak dada Acha mendengar ucapan barusan, ia memekik, meminta Devid kembali. Segalanya telah usai, lelaki yang diharapkannya memaafkan, benar-benar marah dan meninggalkan. Dari belakang, Bram menyambar tubuh Acha, ia meminta Acha untuk masuk ke dalam mobilnya, lagi Acha berontak, dunia seolah menghukumnya bertubi-tubi, Bram dengan paksa membopong Acha, sampai masuk ke mobilnya.

Dev 😢
Karena mimin baik dan tidak sombong. Up-nya 2x 🐀

CINTA SEGI EMPAT 3 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang