"Ada manfaatnya jadi playboy, gak terlalu nora masuk tempat yang selalu jadi candu bagi semua cewek mana pun."
Sesampainya di tujuan dengan gemetar Acha turun perlahan dari motor Devid.
"Sumpah, lo bawa motor kayak ngajak mati bareng, nih!" oceh Acha masih dengan napas tak beraturan.
Devid membalasnya dengan cekikikan. "Gini, nih, ngajak yang pertama kali naik motor, nora tau!"
Acha mendengkus sebal. "Bomat! Yang penting udah tau naik pesawat!"
Mereka pun berjalan beriringan memasuki butik yang dari luarnya saja sudah terlihat mempesona dan glamor.
Pintu bergeser otomatis menampilkan beberapa rancangan gaun pengantin dan kebaya cantik, membuat mata Acha tak hentinya mengagumi ciptaan nyata di depannya.
Devid yang merasa pandangan Acha tak pernah berkedip saat memasuki butik itu, memberikan satu cubitan kecil di lengan Acha membuatnya terkejut dan mendengkus.
"Inilah novelis paling kampungan, masuk butik melongonya kayak dihipnotis, Uya Kuya!"
"Ehh! Lo gak tau cewek, ya, ini, tuh, glamor bin cakep, Devid!"
"Tau gua juga, tapi biasa aja kali, tuh, muka!"
"Elo—"
"Permisi, ada yang bisa saya bantu?" potong seorang Pramuniaga cantik menghampiri mereka.
"Ini, nih, Mba, teman saya mau kebaya buat party SMP," jelas Devid.
"Ohh, boleh, mari ke sebelah sini," pintanya mempersilakan menuju arah kanan.
Mata Acha kini tak lepas dari gaun-gaun yang khusus body seumuran dengannya.
"Dev! Ini butik apa istana baju, sih?" lontar Acha tak merasa malu.
Devid menelan ludahnya kasar. "Lo bisa gak, sih? Biasa aja liatnya!" bisik Devid.
Acha masih saja mengagumi semua yang nampak di sana nyata. "Mba, saya mau yang biasa aja, deh, gak kedodoran gitu biar bisa lari, hahaha!" jelas Acha membuat sang Pramuniaga terkikik.
"Ada, mau yang seperti apa? Itu ada di belakang, ayo!"
Dari belakang, Devid hanya melihat-lihat saja tingkah Acha yang kelewatan seperti anak-anak, karena ia sudah terbiasa memasuki toko busana hanya untuk memberikan kejutan pacar kecilnya jadi tak sangat terkejut dengan semua yang ada di sana.
Sejak SD Devid adalah playboy kecil dan manis. Semua wanita mana pun akan selalu melihatnya mendamba menjadi kekasihnya, tetapi dibalik seringnya berganti pacar ada rahasia sampai Acha sahabatnya tak tahu isinya.
"Bagus gak?!" teriak Acha membuat Devid tersadar dari lamunannya dan menatap balutan kebaya berwarna hijau tua dipakai oleh Acha.
"Keren, cocok buat jas gua yang item," balasnya mengangguk.
"Benar, Dek, warnanya selalu serasi dengan jas hitam," sela Pramuniaga yang melayani Acha.
"Gitu, ya, Mba? Yaudah, aku mau pake sanggul juga!"
"Ada di depan, mari."
Setengah jam sudah mereka ada di butik dan Devid hanya bisa membalas chatting dari grup WhatsApp-nya saja menunggu Acha memilih aksesoris untuk dikenakan di hari kemeriahannya sebagai mantan anak SMP.
"Fotoin gua, dong!"
Mata Devid mencari-cari suara yang tak asing baginya. Seketika ia hanya bisa diam melongo menatap penampilan Acha di depannya.
"Wow, Changcuters gua berubah!" teriak Devid tak menyangka.
Senyuman Acha yang dimanis-maniskan itu segera luntur terganti oleh wajah sebal. Pramuniaga yang setia di samping Acha menahan tawa karena Devid meneriaki Acha dengan panggilan sayangnya 'Changcuters.'
Kedua jemari Acha siap untuk menonjok bibir merah Devid dengan keras, tetapi ia menahan gejolak amarahnya di depan Pramuniaga yang ada di sampingnya.
"Napa, tuh, muka? Ditekuk gitu?" tanya Devid heran.
"Mau ganti baju gua! Ayo, Mba!" sungut Acha seraya pergi meninggalkan Devid yang masih kebingungan.
"Katanya pengen gua foto? Kok malah ganti baju, aneh, dah!" gerutu Devid kembali memainkan ponselnya.
Tak lama Acha sudah berganti pakaian kembali seperti semula. "Ke kasir!"
"Ok, Bos!" balas Devid sembari mengikuti Acha di belakang.
Di depan kasir kebaya yang diinginkan dalam proses dikemas dengan tas khusus butik glamor itu, tak lupa tercatat semua alamat media sosialnya untuk keperluan pelanggan.
"Maaf, Mba, kalo mau datengin make over ke rumah lewat mana ya, pesannya?" tanya Acha.
Mendengar pertanyaan Acha membuat Devid mengerutkan keningnya dalam, karena mama Acha juga selalu memakai make up setiap hari lalu mengapa Acha memilih menyewa untuk mempoles wajahnya? Pikirnya.
"Tante Sinta bukannya jago make over, Chang?"
Acha mengalihkan pandangannya. "Mama ada urusan katanya, gak ada di rumah nantinya," jelasnya.
"Ohh."
"Gimana, Mba?" tanya Acha kembali.
"Sudah tertera di depan bag belanjaan, Dek," jawab seorang kasir cantik dengan bibir yang sangat mungil.
"Ohh iya, hehehe," kekeh Acha sembari melihat bag-nya.
Setelah memberikan total harga yang tertera, Acha dan Devid kembali mengendarai motornya melaju cepat melewati pedagang kaki lima yang memenuhi trotoar Kota Kembang Bandung menyegarkan.
Merasa dinginnya udara dan kecepatan motor yang tak biasa, membuat Acha mengeratkan pelukannya di pinggang Devid.
"Gua mau ke apotek dulu, ya?" teriak Devid mengalahkan bising suara motornya.
"Ngapain, lu?" tanya Acha heran.
"Kepo!"
"Yaelah, tai kuda lu!" balas Acha sebal.
Nextt gak nih? Komen ya biar tambah semangatt.
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA SEGI EMPAT 3 [END]
Roman pour AdolescentsPINDAH KE DREAME Rank 19-08-21 #1 Devid #1 Indomembaca #2 Bestseller #2 Akudandia #4 Trend (Series 1 & 2 Di Dreame 16+) Follow sebelum baca, ya, guyss. Kepergiannya hanya meninggalkan jejak seorang anak. Janjinya menemani hilang begitu saja, berlal...