"Ternyata karena sama-sama pintar. Enggan bersahabat takut tertikung dalam diam."
Reina dan Fanya kembali membawa beberapa obat-obatan yang diberikan kak Maulida. Kedatangan mereka membuat Richard mengembuskan napas panjang, ia sangat grogi apalagi sempat dilirik oleh beberapa perempuan yang melewati UKS.
"Gimana, Fa?" tanya Reina khawatir.
Fanya membuka tutup botol aroma terapi, lalu mengoleskannya beberapa ke tangannya menuju hidung Acha.
"Kasih ginian aja, biar Acha sadar," titah Fanya.
Padahal Acha sudah tersadar, tetapi ia mengulur waktu sampai beberapa menit hingga ia pun membuka mata perlahan.
"Ya ampun, Cha! Lo sadar!!" jerit Reina langsung memeluknya erat.
Richard berdiri kaku, ia hanya bisa menyaksikan dua manusia itu, sedangkan Fanya memeras kain yang sudah dibasahi air hangat untuk membersihkan lebam di kening Acha. Setelah menguraikan pelukan, Reina pun membantu, Acha sedikit meringis sampai perban pun telah terpasang.
Tiba-tiba, Maulida masuk dengan hijab berkibar-kibar dan kacamata hitam. Ia meminta maaf, karena pelajarannya tak bisa diganggu. Reina hanya mengangguk, Fanya memapah Acha sampai luar UKS karena seseorang mencarinya untuk bertugas sebagai Bantara.
"Ya ... gua gak bisa bantu, Cha, maaf, ya?" Fanya merasa bersalah, tetapi segera Reina yang menggantikan memapah Acha.
"Gak papa, masih ada gua kali," balas Reina.
Fanya pun pamit, begitu pula Richard yang masih terdiam. Di sepanjang jalan orang-orang melirik Richard, bukan Acha dengan kening yang terperban. Dirasa mereka sampai anak tangga, Reina menghentikan langkahnya.
"Lo sanggup, Cha?" tanyanya.
Acha menatap tangga yang bisa dibilang panjang, entah berapa meter. "Bisa, kok, cuma lemes aja kaki gua," jelas Acha.
Reina menyikut Richard, membuatnya menatap langsung Reina. "Bopong lagi, Acha, dong ... kasian," pinta Reina.
Acha yang mendengar terbelalak. 'Lagi? Berarti waktu masuk UKS dia yang bopong gua?' batin Acha.
"Hah?" Richard menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
"Gak! Gua bisa kok, kalo kalian ada urusan tinggalin aja, masih bisa tenang," tolak Acha, suaranya bergetar.
Reina menelan ludahnya kasar. "Kagak ada urusan, Cha, cuma kasian aja masa elo yang lagi lemes gini naik tangga? Udah dibopong aja, ya?"
Pernyataan Reina membuat Acha semangat menaiki tangga tanpa bantuan, ia pun melepas tangan Reina yang menahan berat tubuhnya. Kakinya siap melangkahi satu anak tangga. Namun, rasa lemah dan nyeri tiba-tiba datang.
"A—aw!!" pekik Acha, hilang keseimbangan.
Reina tak sempat menahan bahunya, tetapi dengan cepat Richard berhasil menyandarkan punggung Acha di dadanya. Lagi, mereka berdua bersentukan, beberapa detik dalam posisi itu membuat Reina ternganga.
"Gua bilang bopong, Richard!!" teriak Reina.
Richard tersentak, ia menyeimbangkan tubuh Acha agar berdiri tegap. "E—e ...."
"Cha! Iyain, dong!" seru Reina, volune suaranya semakin membahana nembuat beberapa siswa berlarian dan menonton mereka bertiga.
Acha tergagap, "Gu—gua berat, 'kan?"
Richard menelan ludahnya kasar, demi apa pun ia pusing. Haruskah menuruti permintaan Reina? Namun, ia akan merasakan getaran tak biasa dan membuatnya grogi setelah menurunkan Acha, desakan halus Reina membuatnya tersadar.
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA SEGI EMPAT 3 [END]
Novela JuvenilPINDAH KE DREAME Rank 19-08-21 #1 Devid #1 Indomembaca #2 Bestseller #2 Akudandia #4 Trend (Series 1 & 2 Di Dreame 16+) Follow sebelum baca, ya, guyss. Kepergiannya hanya meninggalkan jejak seorang anak. Janjinya menemani hilang begitu saja, berlal...