"Ada luka pasti ada pula bahagia. Percayalah, skenario Tuhan takkan mengecewakan."
Saat Devit menerima ponsel milik Acha, seorang perempuan dengan balutan gaun cokelat muda mendekat. Kerudung yang membentuk wajah lonjongnya sangat enak dipandang, ia tidak terlalu cantik, tetapi terlihat rapi dan berseri.
"Pasti gak inget sama saya, ya, Kak?"
Acha mengerutkan keningnya, sedangkan Devit sudah memposisikan kamera ponsel untuk mengabadikan momen di depan.
"Maaf, siapa, ya? Saya lupa," balas Acha.
Perempuan yang sama sekali tak Acha kenali itu, menarik kursi lain lalu duduk di samping Acha. "Aku Atul, Kak. Yang dulu ikut pendakian ke Ciremai itu loh, waktu kakak jatuh terus ditolongin sama Kak Devid! Kebetulan aku alumni UI juga, jadi dateng ke sini, deh!"
Nama Devid yang disebutkan memaksa Acha agar terlihat tegar di depan perempuan itu.
"Kak Devid gak ikut ke sini, Kak? Bukannya alumni UI juga, ya?"
Acha menggeleng. "Bukan, dia dari univ lain," balas Acha dengan senyum tertahan, menahan air mata yang seakan menunggu jatuh saja.
"Maksudnya ayah, Devit, Tante?"
Pertanyaan anak kecil yang ada di samping Acha, membuat perempuan bernama Atul itu mengerutkan keningnya dalam.
"Dev ...." Acha memberikan tatapan mengartikan, Devit harus diam. "Sorry, saya sama sekali gak ingat kamu, tapi masih inget kok tentang pendakian ke ciremai itu."
Atul tersenyum kecil. "Aku ada niatan, Kak, tadi juga ketemu sama Kak Bram, kita ke MT Guntur gimana? Lumayan, sih, Kak, tapi dijamin, kok, anak kecil bisa dibawa," ajaknya.
Bram? Ah, ya, lelaki itu ternyata ngotot ingin mengajak Devit berpetualang. "Nanti saya kabari lagi, ya, ada nomor kontaknya?"
"Ada, Kak." Atul pun memberikan nomor ponselnya, detik itu pula Acha sudah memutuskan untuk membiarkan Devit belajar dari alam.
Setelah akad nikah dan tradisi lainnya sudah dilaksanakan dengan lancar, Acha mengajak Devit untuk menyalami kedua pengantin baru itu yang terus saja tersenyum bahagia mendapat doa dari ribuan tamu yang datang. Sampai giliran Devit yang dibuntuti Acha, Arga segera menjawil kedua pipi bocah itu.
"Akhirnya dateng juga!" seru Arga, Devit segera mencium punggung tangannya.
"Selamat, ya, semoga jadi keluarga sakinah mawadah warahmah!"
Ucapan yang barusan Acha lontarkan segera di-aamiinkan oleh mempelai wanita, sedangkan Arga menatap sedih Acha yang tak mampu ia bawa ssampai ke pelaminan.
"Kak?" panggil Maudi perempuan yang sudah sah menjadi istri Arga.
Arga menoleh gelagapan. "A-aamiin, makasih, Cha," balasnya cepat.
Menyadari kehadirannya di sana yang mungkin sangat tidak diharapkan oleh Maudi, dengan cepat Acha pamit tanpa meminta foto bersama. Biarkan mereka berdua bahagia, jangan sampai kacau karena kehadirannya. Saat keduanya siap keluar dari gedung resepsi, Bram datang tergopoh-gopoh menghentikan langkah kaki.
"Tuh 'kan maen pergi aja!" protes Bram.
"Eh, lupa, kirain gak dibawa elu ke sini," balas Acha, sedangkan Devit masih fokus dengan kukis di tangannya.
"Langsung pulang aja?" tanya Bram dan mereka kembali berjalan.
Acha menoleh malas. "Iya dan lo harus sabar! Nunggu sebulan untuk ngajak gua sama Devit, nanjak!" ketusnya, berlalu mendahului Bram yang masih mencerna perkataan Acha barusan.
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA SEGI EMPAT 3 [END]
Ficção AdolescentePINDAH KE DREAME Rank 19-08-21 #1 Devid #1 Indomembaca #2 Bestseller #2 Akudandia #4 Trend (Series 1 & 2 Di Dreame 16+) Follow sebelum baca, ya, guyss. Kepergiannya hanya meninggalkan jejak seorang anak. Janjinya menemani hilang begitu saja, berlal...