"Mantan mana yang masih ngejar? Kasih tau, gak punya malu apa, lu?"
Saat kaki Devid kembali melangkah, seseorang menghalangi jalannya dengan penampilan paling menghebohkan pastinya.
"Awas!" usir Devid menatap manik sok cantik di depannya yang dibuntuti dua kurcaci menor.
"Kok kasar banget, sih," balasnya seraya mengelus pelan dada bidang Devid dari luar jasnya.
Seketika Devid menyingkirkan dengan kasar dan berucap pelan, "Kita udah putus!"
"Tapi aku gak yakin, segampang itu kamu lupain!"
"Dan lo harus mikir! Ada banyak cewek yang ngantre bukan lu doang!" terang Devid meninggalkan tiga ciwi.
Nada hanya bisa bersungut tak terima, seakan dia paling rendah di mata Devid mantannya. "Girls, jangan sampai Devid lepas! Kemanapun gua akan ada di sampingnya!"
"Harus, dong, Nad. Berarti kita juga ngikutin sekolah lanjutannya?" tanya Naura salah satu pengikutnya.
"Yups! Kita harus ikuti." Senyum nenek lampir tersungging.
"Tapi, Nad, mereka mau ke SMA Garuda bukannya ketat banget pembagian kelasnya? Gimana kalo kita gak sekelas ... parah-parah!" timpal Syakila mengibaskan kipas kayu milik Nada ke muka.
"Gua yakin. Devid satu kelas ama gua yang gak mungkin si Acha kutu buku, pastinya masuk unggulan," tebak Nada menerawang jauh.
Gamelan khas Sunda semakin menggema menandakan akan dilangsungkan acara. Mereka bertigapun melangkah menuju tempat duduk yang telah disediakan, dengan manja meliukkan gaya berjalannya.
Acara satu persatu telah dipamerkan, semua bertepuk tangan meriah, sampailah pada penghujung acara.
"Terima kasih, atas kehadiran orangtua murid semua. Kami akan mengumumkan pararel ujian nasional, pula pembagiaan medali perpisahan," jelas pembawa acara di tengah panggung megah.
Nama Acha Sastro Marisa terpanggil untuk maju ke depan. Ia pun perlahan berjalan karena kebaya yang dikenakannya terasa memperlambat jalannya.
Peringkat sepuluh sampai empat sudah diumumkan, tersisa Acha, Natasha, dan Aira. Murid yang tak pernah absen dalam pararel. "Peringkat satu diberikan kepada," ucap lantang menggelegar, "Acha Sastro Marisa! Dari sembilan A."
Riuh tepuk tangan membuat Acha tersenyum bangga mendapat kembali piala kemenangan. Setelah selesai semua acara semua yang hadir mulai pergi pulang.
"Selamat, Sayang, tante bangga, deh!" ucap Dinda sambil memeluk Acha.
"Makasih, Tan," balas Acha mencium kedua pipi Dinda.
"Ma, aku sama Acha mau pergi bentar, ya, ke mall," ucap Devid.
"Ngapain? Kalian pasti lelah, besok aja atau malem," balas Dinda.
"Ya, please, Ma?"
"Sudahlah, kalian pergi saja," jawab Prabu mengizinkan.
Devid pun merampas piala yang ada di tangan Acha dan memberikannya kepada Dinda. "Berangkat!"
Sesampainya di parkiran mereka bingung akan naik apa, karena Devid tak membawa motor. "Taksi, dong!" seru Devid seraya mencekal pergelangan Acha berlari mencari-cari taksi.
***
"Ngapain kita ke mall?" tanya Acha bingung saat kakinya menapak ubin licin dan hembusan ac yang dingin.
"Seneng-senenglah, kan udah lulus!"
Jejeran barang-barang mahal yang menggiurkan terpajang cantik. Hilir mudik sepasang suami istri, ciwi-ciwi pula dua insan sibuk memadu asmara diam di pojokan demi bersembunyi takut diketahui.
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA SEGI EMPAT 3 [END]
أدب المراهقينPINDAH KE DREAME Rank 19-08-21 #1 Devid #1 Indomembaca #2 Bestseller #2 Akudandia #4 Trend (Series 1 & 2 Di Dreame 16+) Follow sebelum baca, ya, guyss. Kepergiannya hanya meninggalkan jejak seorang anak. Janjinya menemani hilang begitu saja, berlal...