81. Mengajar apa Ngegombal?

115 27 8
                                    

"Tujuannya, kan, mengajar mengapa berakhir gombalan? Walaupun masih dalam lingkup materi harian."

Langkah Acha melewati beberapa mahasiswa yang sibuk dengan ponsel, buku catatan sampai di ujung sepasang kekasih yang  berpacaran. Tinggi tubuh kisaran 158 cm terlihat mungil di antara mahasiswa lain. Mau bagaimana lagi, toh, sudah dari Tuhan diberikan seperti itu. Rambutnya biasa terurai, tentu saja masih sebahu. Karena, ia sangat terganggu untuk memanjangkan rambutnya. Rasanya terasa gerah dan akan cepat berantakan, di depan sebuah tikungan menjadi akhir perjalanan.

Kelasnya masuk siang sekarang, Acha duduk di bangku paling belakang seperti biasa, seraya mengeluarkan catatan yang akan dipelajari sekarang. Tidak lama Arga datang dengan karisma yang tidak diragukan banyak wanita mengagumi, hidung mancung dan dagu yang sedikit membelah, seakan menegaskan ia memiliki rupa sempurna. Bola mata hitamnya menyapu ruangan, ada Acha di antaranya, ia pun duduk dengan tenang lalu menyalakan laptop.

Satu bulan telah berlalu, dari beredarnya Acha dan Bram terkenal dekat. Mengingat, berawal dari muncak sampai harus setiap minggu datang ke Sekretariat MAPALA. Dalam diam pula, Arga tahu segalanya, lewat mata-mata yang diperintahnya. Meskipun banyak gosip demikian, entah mengapa ada banyak pertanyaan yang belum ia lontarkan kepada gadis yang sekarang sedang membaca kembali materi minggu lalu, ia itu pintar, tetapi seolah paling sulit menyerap apa yang disampaikan.

"Baik, materi kemarin kalian pahami dahulu." Arga membuka lembar catatannya. "Sastra Indonesia merupakan bidang ilmu yang mempelajari puisi, prosa, cerita, novel, naskah, dan karya sastra lainnya dalam bahasa Indonesia. Kalian akan melakukan berbagai kajian untuk mengetahui latar belakang dari ide dan karya seorang seniman langsung. Jadi, persiapkan diri untuk terbiasa dalam membaca materi ataupun sebuah novel."

Langkah Arga mendekati bangku belakang, di mana Acha jelas sedang mendengar penuturannya. "Kita akan lebih fokus mempelajari unsur kebahasaan, sehingga kalian akan terbiasa belajar tentang bagaimana sebuah kata atau kalimat terbentuk, bagaimana suatu huruf atau kata dilafalkan, serta mendalami karya-karya sastra," jelasnya, lalu kedua tangannya menekan sisi bangku Acha dan temannya di samping, Gita.

"Ada yang suka puisi?" tanya Arga, satu per satu mahasiswanya mengacungkan telunjuk, tetapi orang yang dia tunggu justru hanya diam. "Kamu tidak suka puisi, Acha?"

Acha tersentak lalu menggeleng tegas. "Tidak, Pak."

"Baik, untuk yang belum mengerti dan aturan cara membuatnya kalian pergi ke perpustakaan sekarang. Saya beri waktu, sepuluh menit," titah Arga, seraya berjalan menuju bangkunya di depan.

Gita pun mengajak Acha pergi bersama, lalu ia pun beranjak dari bangku. Sudut mata Arga memerhatikan gerak-gerik Acha. Jadi, mahasiswanya tidak menyukai puisi? Padahal, ia sangat berharap. Karena jika sesama pecinta puisi disatukan, sudah pasti akan saling membalas dengan gampang setiap baitnya, tanpa harus berpikir keras mencari diksi di dalam buku. Sepuluh menit telah berlalu, masing-masing mahasiswa sudah mendapati buku panduan puisi.

Hari ini, Arga akan menjelaskan unsur dan kebahasaannya. Di mana, dalam waktu pendek, tugas akan diberikan. Satu orang diwajibkan membuat empat bait puisi, hasil karya sendiri. Acha dengan serius mencerna penjelasan yang diberikan. Puisi merupakan sebuah karya sastra hasil dari ungkapan dan perasaan seseorang dengan bahasa yang terikat irama, matra, rima, penyusunan lirik, dan bait. Isi-isi dalam puisi penuh makna dengan bahasa yang dipakai cukup indah.

"Perbedaan puisi dan prosa, puisi itu diucapkan dengan perasaan, sedangkan prosa diucapkan dengan pikiran." Tatapannya mendarat ke sosok Acha yang duduk tegap, seketika mahasiswa lain meliriknya.

Acha mengerutkan kening bingung. Setelah itu Arga membenturkan spidolnya ke papan putih. "Puisi diciptakan penyair dalam suasana perasaan, pemikiran dan citarasa yang khas. Bahasanya juga bersifat khusus."

CINTA SEGI EMPAT 3 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang