"Benci jadi cinta. Benar adanya dan tanpa sadar sangat sulit 'tuk tidak dipedulikan. Karena rasa nyaman, enggan terpisahkan."
Memang tidak ada undangan datang, menjelaskan status Bram setelah Acha dengan jelas menolak kehadiran lelaki itu. Dalam keadaan apa pun dan sekarang rasanya sulit melepaskan, setelah bertahun-tahun menjadi seseorang paling penting. Selalu ada dalam keadaan apa pun. Namun, tak seharusnya menyesal sudah melepas pergi.
Jika pilihan kuatnya tetap mengharapkan Devid kembali. Menatap keadaan malam penuh ramai lampu kota. Secangkir kopi hitam yang masih mengepul menjadi teman sunyi, sedangkan di dalam kamar dengan lampu menyala terang. Devit tak mampu menahan senyum. Tatapannya sedang menanti tak sabar balasan pesan, dari seseorang yang ia masukkan ke daftar list orang tersayang.
Gadis berkerung cantik. Yang terus saja meminta dibuatkan puisi lagi oleh Devit. Setelah permintaan waktu lalu sudah dikabulkan. Bukannya cepat mengabulkan permintaannya, sebaliknya devit malah menggoda Gita banyak bertanya soal apa arti kasih sayang di balik tema yang akan Devit bahas dalam puisinya. Gita juga bingung maksud dari tema tersebut, apakah nengungkap kasih sayang orang tua? Saudara? Atau malah seorang kekasih?
Devit
Sayang sama siapa, sih? Bingung ngerangkai katanya kalo belum tau siapa objeknya ;(Gita
Terserahlah, mo sayang ama kucing juga! Cepet, ya, soalnya buat pembukaan acara di sekolah lain
Devit
Terserah? Ya udah objeknya cewek yang namanya GITA cerewet anaknya, baru juga sampe rumah udah nagih gak jelas! Kayaknya rada judes deh dia, kenal gak lu sama dia?G
ita
Lu nyindir gua? Kalo gak ikhlas ngomong! Lagian, ya, gua juga bisa buat puisi tapi gak sebagus punya lo. DASAR SOMBONG! SOK GANTENG!Devit hampir terbahak setelah membaca balasan dari Gita. Seketika tulisan online di layar hilang. Pasti gadis itu sudah muak meminta Devit agar segera membuatkan puisi lagi untuknya. Berkat puisi buatannya, yang dibaca penuh perasan oleh Gita dalam perlombaan. SMP Bima berhasil mendapat piagam penghargaan lagi, menambah koleksi piala berkat Gita dan Devit.
Saat pengumuman hari senin itu, keduanya berjalan penuh bangga menghadap Kepala Sekolah dan ditonton oleh penghuni sekolah yang memberikan ucapan selamat dengan meriah. Dari sanalah, Devit melihat paras cantik Gita dari samping. Kedua alis hitamnya sangat lebat. Bukan hanya itu saja, hidung mancung bak seluncuran membuat Devit menelan ludah kasar lalu cepat berpaling.
Tinggi tubuh gadis itu hanya sampai sebahu Devit. Kerudung menutupi dadanya semakin menambah kesan menutupi mahkota paling berharga, sedangkan perempuan lainnya malah dengan bangga memamerkan daerah tertutup mereka. Walaupun sangat terlihat wajar, tetapi jika ditutup rapat kesannya bahwa dia spesial. Hanya orang-orang tertentu yang bisa melihatnya.
"Gua bukan TV yang bisa lo liatin seenaknya!"
Devit tersadar. "Emang siapa yang bilang lu TV?"
"Lah, lu liatin gua gak kedip-kedip juga!" protes Gita, inginnya ia segera meninggalkan perpustakaan lalu mulai menghafal puisi karangan Devit.
Namun, sangat disayangkan karena makhluk bernama Devit itu bukannya membuatkan puisi untuknya. Ini malah diam membisu menatap wajah Gita. Apakah ada sisa nasi yang menempel? Atau mungkin sebuah jerawat yang tumbuh tanpa diundang?
"Gua 'kan lagi mikir, Git, lo tadi udah izinin jadi objek karangan puisi tema kasih sayang!" balas Devit membela diri.
Gita mengembuskan napas kasar. "Ya udah! Mikirnya jangan lama-lama!"
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA SEGI EMPAT 3 [END]
Teen FictionPINDAH KE DREAME Rank 19-08-21 #1 Devid #1 Indomembaca #2 Bestseller #2 Akudandia #4 Trend (Series 1 & 2 Di Dreame 16+) Follow sebelum baca, ya, guyss. Kepergiannya hanya meninggalkan jejak seorang anak. Janjinya menemani hilang begitu saja, berlal...