"Jangan biarkan suasana menakjubkan, tetapi sepi yang hidup membekukan."
Alam
Acha hanya bisa bersandar di sebuah batang pohon tua-menatap kesibukan Devid yang menghidupkan kayu bakar karena malam telah menyambut membuat gemerlap di bawah terlihat nampak indah, walau langit masih berwarna biru cerah, tetapi rasa dingin telah membekukan.
Wangi pohon pinus terasa, ranting-ranting bersuara oleh terpaan angin pegunungan, suara air bergemericik di depan sangat jernih-seakan memaksakan mata Acha tertutup rapat masuk ke alam mimpi.
Selesai membawa air dari hulu sungai, Yogi cepat-cepat membersihkan beras untuk makan malam. Sampai terdengarlah suara kumandang Azan Magrib, bertepatan keperluan bermalam telah siap.
Devid membersihkan lengannya, membasuh wajah yang didambakan oleh para gadis di mana pun berada, rambut hitam legamnya terbasuhi dengan air wudhu-diakiri mencuci kedua kaki lalu melilitkan sarung di sebelah tenda.
"Cha, shalat dulu," ujar Devid.
Keadaan Acha mulai membaik, diregangkan otot tangannya lalu menuju pancuran air yang tak jauh darinya. Selesai shalat Devid mengedarkan pandangan, ia kira malam di puncak ini akan istimewa dan bahagia-bersenandung sembari memetik gitar, menyesap kopi hitam.
Namun, semua gagal total Acha tak baik. Butuh istirahat yang cukup setelah kejadian hampir merenggut nyawanya itu, Devid menghirup udara dalam-dalam sampai seseorang menepuk pundaknya dari belakang.
"Main gitar, dong, masa sepi kayak gini," ajak Yogi lalu duduk di atas selembar terpal hitam.
Devid melirik Acha yang sudah merapikan mukenanya.
"Cha! Sini gabung," seru Devid langsung diangguki oleh Acha.
Mereka duduk menghadap langsung pemandangan kota, gemerlap malam dan cahaya lampu rumah memberikan pemandangan alami dari atas gunung.
Petikan gitar yang dimainkan Devid mulai mengalun indah, Yogi yang memiliki suara pas-pasan mencoba mengimbangi nada dan dimiripkan seperti penyanyi aslinya. Noah.
Bagai bintang di surga dan seluruh warna
Dan kasih yang setia dan cahaya nyata
Oh, bintang di surga berikan cerita
Dan kasih yang setia dan cahaya nyataUdara semakin menggigil, Yogi pamit duluan menuju tenda karena kedinginan. Sebelumnya, sempat Shalat Isya. Devid masih memainkan gitarnya, sedangkan Acha menatap lurus pemandangan kota.
"Udahan aja?" tanya Devid di sela petikan senar gitar.
Acha mendongak, mengerutkan keningnya dalam sembari menggigit bibir bawahnya.
"Devid, jangan tidur bareng, Acha!" teriak Yogi dari dalam tenda.
"Santai, Om ... belum mau tidur juga," balas Devid.
"Awas, ya!" peringat Yogi kembali.
Suara gemerisik dalam tenda hilang, menandakan Yogi telah mendapatkan posisi enak di dalam bergumul selimut tipis yang dibawa. Acha mengajak Devid untuk Shalat Isya dulu, agar nanti bisa langsung tidur.
Setelahnya mereka kembali duduk, Devid tak memainkan senar gitarnya kembali.
"Emangnya kalo setenda kenapa coba?" Monolog Devid.
"Entar elo cari kesempatan meluk gua!" celetuk Acha.
Devid terkikik. "Apaan dari kecil elu yang duluan, Devid ... dingin banget, aku peluk, ya?" ujar Devid sambil menirukan gaya anak kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA SEGI EMPAT 3 [END]
Novela JuvenilPINDAH KE DREAME Rank 19-08-21 #1 Devid #1 Indomembaca #2 Bestseller #2 Akudandia #4 Trend (Series 1 & 2 Di Dreame 16+) Follow sebelum baca, ya, guyss. Kepergiannya hanya meninggalkan jejak seorang anak. Janjinya menemani hilang begitu saja, berlal...