197. Ayah?

33 3 0
                                    

"Alurnya selalu diluar dugaan dan kita hanya mampu berjalan, mengikuti semua jalan cerita yang telah diciptakan."

Waktu berlalu begitu cepatnya. Perjuangan Devit banyak berlatih menguasai taktik renang yang akan ditandingkan, mendapat suport dari Acha dan Devid. Di balik sibuknya pekerjaan di kantor pula kelas kuliah malam, di hari sabtu hari paling dinantikan Devit, berakhir kedua orang tuanya benar-benar datang menonton! memberikan teriakan penyemangat di luar kolam, Devit semakin semangat dan bersiap menjadi seorang juara.

Walaupun tingkatnya internasional, Devit percaya bahwa ia mampu mengalahkan semua saingannya dari beberapa sekolah dan club renang. Sampai usaha satu mingggu berlatih, membuahkan hasil! Devit sebagai juara 2 tingkat SLTP. Mendapat banyak sorotan dari beberapa media, berakhir sampai ke telinga panitia beasiswa di mana Devit Prabu Androno mendaftarkan diri sebagai calon penerima beasiswa jalur prestasi.

Apa selanjutnya? Pihak dari Singapura memberikan pesan istimewa kepada SMP Pancasila, bahwa Devit menjadi harapan mereka di tahun yang akan mendatang! Mendengar pesan yang tak pernah terpikirkan, Devit hanya mampu melongo terdiam. Antara suka dan biasa saja.

"Sekarang lo fokus aja sama jadwal lain, inget! Lo daftar jadi calon penerima beasiswa tuh cuma iseng, doang! Liat aja tahun depan, bisa aja ada yang gantiin?" Devit menahan diri agar kabar bahagia itu tak terdengar oleh orang tuanya.

Devit ingin menghabiskan waktu bersama di apartemen mereka. Apalagi setelah mendengar bahwa mamanya itu akan mengikuti program hamil. Jadi, Devit akan memiliki adik? Adik kecil manis atau jagoan kedua papanya?

"Apa pun yang Tuhan kasih, patut disyukuri!" batinnya.

Hari selanjutnya, Devit menemukan kerja sama tim yang kompak di tengah lapang sana. Firman benar-benar datang, membantu Gita dan Angel mempersiapkan semua peralatan untuk perkemahan. Devit datang tepat jam empat sore di hari sabtu, sedangkan acara perkemahan adalah hari senin.

"Dev!" panggil Firman sambil melambaikan tangannya.

Devit membalas lambaian tangannya, lalu berlari cepat menghampiri Firman. Tak jauh dari pandangan Angel dan Gita sedang mengangkat bambu untuk tiang bendera pramuka. Semua peralatan sudah ada di lapangan, tinggal pemasangan tenda saja yang tersisa. Jadi, Devit bisa santai-santai karena semua tugasnya sudah Firman kerjakan.

"Gak capek apa? Lo kan udah loncat tinggi terus nyebur ke kolam!"

"Dipaksain juga gua ke sini, kasian kan masa elu semua yang ngerjain!"

Firman bersungut. "Emang udah semuanya, bego! Mana liat? Emang ada kerjaan yang gua sisain buat lu?"

Sedang asik-asiknya adu mulut, tiba-tiba Pak Sohib datang dengan kaos pramukanya yang selalu melekat dipakai. Devit segera mengucap salam, mencium punggung tangan gurunya itu.

"Atlet renang kok udah ke sini lagi? Gak dirayain, Dev, kemenangannya?" tanya Pak Sohib heran.

"Gak perlu, Pak, saya gak enak sama Firman," jelasnya diakhiri tawa.

Firman menepuk bahu Devit. "Selagi ada Angel yang nemenin, semuanya aman!"

Pak Sohib dan Devit langsung terbahak. Ahh ... jadi Firman tertarik akan paras cantik Angel, ya? Sedangkan tatapan Devit langsung menangkap tatapan bola mata Gita, sudut bibirnya melengkung. Gita melempar senyum! Devit salah tingkah, mengalihkan tatapannya ke bawah pura-pura sibuk dengan celana pramukanya.

"Pantesan! Ditawarin makan aja kamu nolak, udah kenyang cukup liatin Angel juga!" sindir Pak Sohib mengingat tingkah Firman dari hari jum'at kemarin.

"Jangan buka kartu, dong, Pak! Nanti Angel denger gimana? Saya yang malu," jelasnya diakhiri tawa. "Ini juga si Devit salting ama Gita, ya?"

CINTA SEGI EMPAT 3 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang