"Tak selamanya pahit menyiksa, ada waktunya manis kan tiba."
Sesuai tema liburan berdua ke Bandung. Acha dan Devid harus benar-benar menghabiskan waktu dalam dua hari, untuk hari kedua harus sudah sampai di Jakarta sebelum langit menghitam. Jadi, untuk menghemat waktu dan benar-benar dilakukan tanpa gangguan, keduanya pun memutuskan mematikan ponsel! Biarkan waktu hanya berdua, disaksikan oleh dunia, diabadikan dalam kenangan ingatan mereka.
Setelah meninggalkan villa, Devid mengajak Acha ke toko buku yang dulu selalu mereka jumpai. Di sana Acha bisa bernostalgia, menelusuri berjejernya rak buku dengan judul buku yang berbeda-beda. Aroma khasnya mengingatkan anak mereka, Devit diam-diam sudah memiliki tiga novel buatannya. Membuat Acha merenung sejenak, ia gagal mencapai impiannya membuat novel.
Devid menghampiri Acha, ia tahu bahwa mimpi sedari kecil istrinya itu tidak terwujud. "Gua bakal nunggu novel karya lo, harus gua, ya, jadi pembaca pertamanya!" tegas Devid.
Acha menatap balik Devid. "Semenjak gua berhasil ketemu dan balikkin ingatan lo, gua lupa segalanya, Dev! Mimpi gua, semuanya diganti karena lo lebih penting dari apa pun," jelas Acha, Devid merengkuh kedua bahu Acha.
"Gua tau, semoga ... lo bisa buat novel suatu saat nanti! Kan gua udah balik, ada buat lo sama Devit juga, sempurna, kan?"
"Banget!" Acha pun memberikan pelukan sekilas, mereka kembali menelusuri rak buku.
Sampai, Acha memutuskan membeli dua buku yang mencuri perhatian. Selesai membayar, Acha dan Devid menghabiskan waktu ke tempat bermain yang ada di sebelah gedung toko buku. Membeli beberapa aksesoris cantik, seperti kacamata, dan gelang serba warna pink. Tak lupa membeli es krim, di mana ingatan Acha berlari mengingat masa itu.
Masa di saat mereka baru lulus SMP, berlarian ke mall lalu membeli es krim. Jam tangan menunjuk pukul dua belas siang, perut keduanya mulai berteriak ingin diberi makan. Devid pun mengajak Acha ke restoran, cukup dekat dari mall yang barusan mereka kelilingi.
"Kayaknya mahal-mahal, gak, sih?" tebak Acha sebelum keluar dari mobil.
Devid mengerutkan keningnya. "Lumayan, tapi enak, loh!" balasnya.
Devid dan Acha masuk ke dalam restoran, warna putih dengan tempat pengunjung serba hitam, tak lupa mengalun lagu-lagu melow. Mungkin temanya monokrom? Dekorasinya sangat menenangkan jiwa, pastinya banyak kalangan atas yang makan di sana. Acha menatap tampilannya yang memantul di cermin raksasa depan pintu masuk
Nampak terlalu sederhana. Rambut hitamnya tergerai bebas, tangan kanannya mencekal tas selempang hitam, sedangkan baju yang dipakai dress selutut dengan motif bunga-bunga berwarna kuning cerah. Di samping kanannya? Devid melingkarkan tangan kiri di sekeliling pinggangnya. Apakah mereka nampak serasi? Hemm, mungkin tidak terlalu! Tinggi badan Devid dibandingkan dengan Acha nampak seperti kurcaci dan rajanya!
Huh, padahal Devid tampilannya biasa saja. Levi's abu selutut dan lagi-lagi kaus oblong berwarna abu! Hanya tampilan begitu saja mampu menarik pasang mata cewek-cewek! Apalagi jika memakai baju elegan? Habis sudah kesabaran selama menjadi istrinya!
"Loh, Devid!"
Lamunan Acha tersentak, kala seseorang memanggil nama suamianya. Acha menoleh, Reina! Namun, sepertinya dia tidak sendiri.
"Eh, Reina?" sapa Devid dengan senyum manisnya.
"Lo masih hidup?" Reina pura-pura terkejut, bukankah Sinta dan Mahendra sudah bilang bahwa Devid pulang? Dalam keadaan baik-baik saja? Ah, ya, ini hanya basa-basi!
"Ya gini, gua cuma terdampar aja!" balas Devid, "apa kabar?"
Reina tertawa kering. "Baik, ohh ya!" Ia tersadar, memperkenalkan lelaki yang asing di mata Acha. Dia bukan Richard!
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA SEGI EMPAT 3 [END]
Novela JuvenilPINDAH KE DREAME Rank 19-08-21 #1 Devid #1 Indomembaca #2 Bestseller #2 Akudandia #4 Trend (Series 1 & 2 Di Dreame 16+) Follow sebelum baca, ya, guyss. Kepergiannya hanya meninggalkan jejak seorang anak. Janjinya menemani hilang begitu saja, berlal...