"Gua, gak akan tinggal diam. Selagi lu bahagia karena mereka."
Devid
Setelah Devid berhasil masuk ke toilet, ia lupa tak membawa pakaian gantinya. Acha memilih mencuci piringnya tergesa-gesa takut Devid membuat ulah lagi kepadanya.
"Changcut!" teriak Devid dari dalam toilet.
Acha dengan cepat mengeringkan kedua tangannya dengan lap. "Apa lu?!" balas Acha seraya berlari menuju anak tangga ke kamar.
"Bawain baju gua!"
Acha menghentikan langkahnya. "Ogah, bawa aja sendiri!"
"Changcuters ...!" teriak kembali Devid.
Di dalam kamar Acha terkikik geli, segera ia menutup pintu kamarnya dan mengunci rapat. Hujan masih lebat, dinginnya menembus tulang menggigil. Dering ponselnya di atas nakas membuat Acha tersadar dari lamunannya yang menatap percikan air hujan ke jendela kamar.
Tertera 'Mama' di layar ponsel, bimbang rasanya untuk mengangkat panggilan, tetapi Acha mengangkatnya.
"Halo, ma?"
"Acha! Kamu dapat pararel satu lagi, nak?" tanyanya di seberang telepon.
"Alhamdulillah, kapan pulang?" tanya balik Acha tangannya gemetar dingin.
"Kurang lebih, dua hari lagi. Kamu ada di rumah Devid, kan?"
"Enggak." Acha bangkit menuju jendela kamarnya.
Jederr!!!
"Mama!" jerit Acha terkesiap karena halilintar, membuat sambungan telepon pun terputus. Tangannya mengelus gemetar dadanya yang masih terkejut.
"Cha?" teriak Devid dari balik pintu kamar.
"I—iya," jawab Acha sambil memutar kunci pintu kamar.
"Gak papa?" tanya Devid khawatir mendengar jeritan Acha saat halilintar terdengar menggelegar.
"Gak, gue cuma terkejut, doang," jelas Acha. Matanya tertuju ke arah dada bidang dan pinggang Devid yang hanya mengenakan handuk.
"Pake baju sana!" usir Acha dengan cepat menutup pintu kamarnya kembali, tetapi Devid berhasil menarik bawahan hoodie Acha.
"Heh!" jerit Acha.
"Apa lu? Gua suruh bawain baju malah kabur, huh!" ucap Devid mencubit keras pipi kiri Acha.
"Ihh .... Kucrut, lu!" sebal Acha.
Devid cepat menghindar dan menuruni tangga dengan lihai sampai hilang masuk ke kamar tamu yang tersimpan beberapa pakaian gantinya di lemari.
Angin dan hujan menyatu, gelap mulai terlihat. Acha membuka laptapnya langsung menuju aplikasi film dan memutarnya salah satu, setelah yakin Mamanya tidak menelpon lagi. Bibir mungilnya nampak gemetar—tirai kamar bergerak-gerak mengikuti angin yang menerpa.
Pintu kamar terbuka oleh Devid, ia pun menghampiri duduk di sebelah Acha. "Horor? Yaelah, moodnya aneh banget," ucap Devid menatap layar yang sedang memutar sebuah film Indonesia.
"Napa? Takut, huh?" tantang Acha tersenyum miring.
"Nantangin? Mana earphone! Gak kedengeran, nih."
"Dalem nakas."
Devid segera membawanya dan memasangkan salah satu ke telinga satu lagi tersumpal di telinga Acha. Sampai menuju ending, mereka tetap diam membatu tidak menghiraukan keterkejutan pemainnya dan ruangan yang kini mendominasi, gelap, hujan, dingin, mencekam.
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA SEGI EMPAT 3 [END]
Teen FictionPINDAH KE DREAME Rank 19-08-21 #1 Devid #1 Indomembaca #2 Bestseller #2 Akudandia #4 Trend (Series 1 & 2 Di Dreame 16+) Follow sebelum baca, ya, guyss. Kepergiannya hanya meninggalkan jejak seorang anak. Janjinya menemani hilang begitu saja, berlal...