27. Kemenangan

319 43 7
                                    

"Kesalahan fatal, lu raguin kemampuan gua."

Devid

"Maaf ...," lirih seorang gadis dari belakang Acha yang tak sengaja menginjak tali sepatunya.

Alex melepaskan cengkraman yang menahan bahu Acha, tetapi wajah Acha terlanjur menyeruduk dada bidang ditambah wangi parfum yang tak bisa Acha lupakan.

Ragu. Acha berdiri tegap, lalu nyengir seraya berlalu. Namun, tiba-tiba tangan Alex mencekal pergelangan tangannya. Otomatis langkah Acha pun terhenti, pipinya masih memerah. Bercampur bahagia dan malu seketika.

"Kenapa, Kak?" tanya Acha, bola mata yang ditatap melirik kartu peserta milik Acha.

"Nomor pesertanya," jawab Alex sambil menunjuk ke arah dada Acha.

Acha menelan ludah kasar. Dilepasnya gantungan kartu peserta yang melingkar di lehernya. Ia pun mengakhiri dengan senyuman. Isabella sudah panas, melihat adegan Acha yang tiba-tiba menyeruduk Alex begitu saja.

Permainan Acha sudahlah kolot. Hanya ingin mencari perhatian dari kakak kelas, pikir Isabella. Dari depan Reina berdiri sambil menahan tawa, ia dari tadi menunggu Acha keluar dari kelas, karena kelas tesnya sudah keluar sebelum kelas Acha.

Disenggolnya bahu Acha. "Ehem, mangsa, ya?" tanya Reina menggoda.

Wajah Acha bersemu lalu menjawab, "Kepo!"

"Halah ... baru sehari masuk udah dicap dekel kurang ajar, gimana nantinya coba?"

"Ini murni bencana, ngapain juga gua pura-pura jatoh, iww bukan gua, tuh!" tukas Acha.

Mereka menuju kantin yang terbiasa penuh itu. Acha pun berinisiatif mengundang Devid untuk berbincang-bincang tentang soal yang tadi diberikan. Setelah memesan, mereka berdua duduk di pojokan, tak lama Devid menghampiri dengan wajah berseri.

Acha tak salah lagi, Devid telah menemukan mangsanya. Berarti, Acha akan kalah dalam tantangan yang ia lontarkan. Devid senyum-senyum, sedangkan Reina yang tak tahu apa-apa mengerutkan keningnya dalam.

"Kalian kenapa, sih? Muka si Acha ditekuk gitu, elo senyum kayak cacing," ujar Reina sambil menyeruput es cendolnya.

Devid terkikik. "Mustahil cacing senyum, Rei, bilang aja kayak artis gitu," komentar Devid.

"Tadi gampang soalnya?" sela Acha.

"Susah semuanya. Termasuk susah ninggalin kamu selamanya, eak!"

"Hahaha!" Reina terbahak.

Acha menatap Devid serius, lalu ditatap balik oleh Devid dengan wajah memelas meminta ampunan.

"Huft! Jadi, lo depet cewek, 'kan?" tanya Acha.

"Heem, lo kalah dalam tantangan yang dibuat sendiri," balas Devid seraya bangkit dari duduknya. "Makanya, jangan raguin gua," lanjutnya.

Reina masih tak paham. Namun, Devid begitu saja berlalu. Meninggalkan bisikan dari penghuni kantin, ternyata nama Devid sudah dikenal beberapa orang. Entah lewat apa dan berbuat apa.

Notifikasi datang dari grup calon murid Garuda. Pertemuan hari Senin telah selesai, mereka bisa pulang. Untuk pembagian kelas nanti malam dan hari Selasa langsung ke kelas masing-masing.

Setelah dari kantin, dua gadis itu kembali bersama menunggu Devid, karena Acha akan pulang bareng seperti biasa. Ponselnya berdering, menampilkan nama Devid di layar.

"Di mana?" tanya Acha, matanya mencari-cari.

"Nanti gua ke sana, masih ada, Rei, 'kan?"

"Iya, cepetan! Gua mau balik," balas Acha cepat.

CINTA SEGI EMPAT 3 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang