21. Senyumin Aja

329 45 2
                                    

"Anggap. Penderitaan yang lo rasain gak seberapa, karena ada yang melebihi dari kita. Termasuk gua."

Devid

Devid menghirup udara panjang. Matanya terpejam, tangannya terulur menggenggam jemari Acha yang sedikit terkena bumbu cemilan. Acha masih fokus dengan film di depan lalu akhirnya menatap Devid bingung.

"Kalo elo menang, macarin cewek dalam sehari pertemuan. Ya, 'kan?" lanjut Acha.

"Heem. Selain perjanjian itu, gua juga mau jaga sahabat dari kecil ini," ucap Devid sambil mengacak rambut Acha.

"Elo mah gitu," gerutu Acha menyingkirkan tangan Devid.

"Hahaha, jaga diri. SMA gak semanis masa SMP semua nganggepnya dewasa, termasuk nyakitin cewek yang kagak tau apa-apa."

Penjelasan Devid barusan membuat Acha tercengang. Dewasa? Ia tak pernah memikirkannya, lagian kedua orang tuanya juga demikian. Hanya uang, uang, dan uang yang diberikan kepada Acha selama hidupnya.

Nyakitin? Harusnya Devid yang berpikir. Dia selalu menyakiti beberapa cewek, hanya dijalani karena status pacaran tanpa memikirkan bagaimana perasaan seorang perempuan.

"Jangan berlagak sok ngasih nasehat, Dev. Percuma ... lu udah banyak dosa! Nyakitin hati cewek dengan seringnya," jelas Acha mengerling nakal.

"Itu udah jelas, tapi, gua juga pengen elo terbebas dari cowok kayak gua ini," balas Devid.

Acha melepaskan genggaman Devid, pura-pura menggaruk rambutnya.

"Huft ... gua gak selemah itu," komentar Acha.

Klik!

Suara pintu kamar terbuka. Menampakkan wajah muda Sinta yang selalu terjaga akan kecantikannya. Tubuh tingginya dibalut baju malam berwarna hitam, tak lupa sandal beludru menyempurnakan.

"Devid? Kirain gak ada di sini ...," sapa Sinta masih berdiri di ambang pintu.

Acha hanya menghela napas. Ia malas berbicara dengan mamanya. Devid yang merasa janggal akan keterdiaman ibu dan anak itu lalu menyenggol siku tangan Acha.

"Ngomong napa?" bisik Devid.

Acha mendengkus. "Mau kerja, ogah ngomongnya juga!" ketus Acha.

Sinta tak mendengar karena mereka saling berbisik. Tangannya siap menutup kembali pintu, ia sadar anaknya masih marah.

"Tante, keluar dulu, Dev," pamit Sinta, matanya tak lepas dari gadisnya.

"Iya, Tan," jawab Devid.

Pintu kembali tertutup. Tinggal suara lagu yang mengiringi film telah usai. Acha bangkit dari duduknya langsung tiduran di kasur. Devid mematikan DVD membuntuti Acha sudah bergelung dengan selimut tebal.

Lampu kamar dipadamkan oleh Acha siap untuk tidur. "Pulang," usir Acha.

Devid masih berdiri di samping ranjang Acha. Matanya melirik ke sana ke mari dan berakhir tiduran di samping Acha.

Dibiarkannya Devid, sedangkan Acha enggan berbicara lagi setelah mamanya datang semua kacau. Ia ingin sekali hidup sendiri. Jika akhirnya keluarga lengkap, tetapi seakan sendirian.

"Ada masalah cerita aja, Cha ...."

Tangan Devid menggapai-gapai seakan berada di kedalaman kolam, lebih tepatnya berlatih renang di daratan.

"Pulang, gua mau sendirian."

Devid mendengkus. "Tadi nyuruh gua ke sini, sekarang malah diusir! Mama gua udah tidur," tolak Devid.

CINTA SEGI EMPAT 3 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang