"Jalan ceritanya berliku, ya, banyak sensasi! Memaksa diri untuk kembali sadar akan liku kehidupan."
Devita, datang tak diundang, pulang tak diantar. Kedatangannya yang tak diharapkan tak mendapat sambutan hangat dengan sengaja. Biarlah, toh dia datang di waktu yang tak tepat bagi Devid dan Acha! Hari minggu itu waktu bagi mereka berdua, bukan waktu menghabiskan bertiga! Jadi, setelah Devita menyapa ramah Devid lalu basa-basi soal pekerjaan baru yang Devid jalani, secepat mungkin keduanya pamit pergi.
Acha, sih, mencoba bersikap selembut dan merasa baik-baik saja, tetapi beruntungnya Devid mulai peka ia pamit pulang meninggalkan Devita yang katanya ternyata tadi pula ada di antara para penonton konser musik. Ah, begitu kah? Apakah matanya menangkap Acha yang duduk di atas bahu Devid?
Sepertinya melihat, tetapi pura-pura saja tidak melihat! Tapi ... Acha sama sekali tidak percaya bahwa mereka bisa kebetulan bertemu di kafe yang sedang ramai itu, ehh tapi kan Devita dulunya juga musisi jadi tidak masalah menonton konser juga?
"Dia ngikutin kita, gak, sih?"
Pertanyaan Devid sama dengan apa yang terlintas di kepala Acha. "Bisa jadi, saking gemesnya pengen temenan ama lu lagi?"
Devid menoleh malas, kali ini mereka ada di sebuah taman kota. Jauh dari tempat konser musik digelar.
"Ya udahlah, Cha, jangan dipikirin kalo nyampe dia berulah keterlaluan baru kita jangan diem!" tegasnya.
"Iya ... siapa juga yang mau diem aja, saat suaminya diem-diem mau diembat orang?" goda Acha membuat Devid tak mampu menahan tawa, lalu dipeluknya manja istrinya itu.
"Gua maunya gini aja, Cha ... ke mana-mana berdua, pulang-pulang dapet senyuman dari anak kita. Kayak sempurna banget gitu, tanpa masalah hidup!"
Acha menatap penuh bahagia wajah Devid. "Siapa, sih, yang gak mau hidupnya bahagia? Semua manusia mau dan Tuhan ngasih ujian dikit-dikit, biar kehidupan makhluknya gak datar-datar amat!"
"Harus ada perjuangan, kayak kisah kita, ya?"
Acha mengangguk cepat. Sebelum ia kembali berkata, sebuah pesan datang dari anak sulungnya. Devid melupakan Cimoy yang tadinya siap dibawa ke tempat latihan renang, kucingnya itu ada di apartemen terkurung di dalam tas khususnya!
"Pulang, Dev! Cimoy sendirian, jam berapa ini?" Rusuh Acha mencari jam tangan, padahal di ponselnya saja sudah tertera jam!
"Kok, bisa sih? Katanya mau diajak keluar?" tanya Devid.
"Udah, yuk! Pasti si Cimoy laper, kasian!" Akhirnya Acha melirik jam di layar ponselnya. "Mampus, udah jam tujuh aja? Kita ngapain aja, sih?"
"Joged!" seru Devid lalu bersiap mendekati motornya yang terparkir.
Di tempat lain, Pak Regal mengumumkan siapa saja yang akan mewakili club renang untuk mengikuti perlombaan internasional. Hanya membutuhkan lima orang dan nama Devit disebutkan. Kabar buruknya, Devit harus berlatih keras karena tersisa satu minggu lagi! Bertepatan jadwal di sekolah yaitu hari pramuka, dengan kegiatan alam seperti biasanya, tak lupa berkemah.
Awalnya Devit bimbang, mengingat Pak Sohib sebagai ketua pelaksana kegiatan kemah pramuka nanti sudah menunjuknya sebagai tangan kanannya. Bagaimana ini? Sedangkan ia harus berlatih untuk hari sabtu dan minggu! Hari senin ia harus bersiap membagi tenda untuk semua penghuni SMP Pancasila.
"Seperti tahun lalu, kita akan mengadakan acara kemah. Dua hari satu malam, senin dan selasa. Untuk panitia yang saya tunjuk harap mempersiapkan diri dari hari sabtu!"
Penjelasan Pak Sohib terngiang di kepala, sampai Devit mengingat Gita dan Angel yang ikut bergabung menjadi panitia. Jika ada dua cewek itu, dipastikan semuanya aman, bukan? Namun ... apa jadinya tanpa seorang lelaki? Kemungkinan akan lemah, tak berdaya!
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA SEGI EMPAT 3 [END]
Teen FictionPINDAH KE DREAME Rank 19-08-21 #1 Devid #1 Indomembaca #2 Bestseller #2 Akudandia #4 Trend (Series 1 & 2 Di Dreame 16+) Follow sebelum baca, ya, guyss. Kepergiannya hanya meninggalkan jejak seorang anak. Janjinya menemani hilang begitu saja, berlal...