03. Perpaduan

1.4K 383 78
                                    

"Bahagia itu sederhana, cukup berkumpul bersama menikmati keceriaan yang telah Tuhan tentukan."

Tak terasa ulangan nasional pun telah usai, setelahnya akan diadakan party meriah bertema 'Perpisahan Harus Memisahkan' bersuka cita semua murid menyambutnya, latihan untuk atraksi telah sempurna tinggal menampilkannya saja.

"Alhamdulillah, istri saya selamat begitupula dengan anak saya!" sumringah Yogi mengabarkan kabar gembira setelah melalui kekhawatiran tadi pagi, dengan cepat Tuhan menghadirkan seorang bayi mungil lelaki pada siang harinya.

"Syukurlah, mas Yogi, kapan pulangnya?" tanya Sinta lewat telepon rumah yang dikelilingi wajah penasaran Acha dan Devid.

"Insya Allah, dua hari ke depan."

"Lama banget sih, om!" teriak Acha tak suka.

"Acha!" tegur Sinta.

"Hehehe, maaf ya, neng Acha, soalnya istri saya masih lemah."

"Ohh gitu!" respon Acha acuh.

Devid memukul kepala Acha dengan majalah keras. "Diem, lu!"

"Sakit bego!" teriak Acha membalas dengan menggelitiki pinggang Devid.

"A—acha! Kucrut berhenti kagak!" teriak Devid mulai lemas dengan serangan Acha.

"Tau rasa lo! Digelitikin aja lemah, hahaha!"

"Tante! Tolongin Devid!!" teriak Devid masih meronta-ronta. Percuma ia mempunyai badan kekar yang terbiasa renang itu, dengan gelitikan kekuatan Devid hancur sudah. Jika waktu kecil sampai menangis terisak dibuatnya.

"Acha ...!" peringat Sinta mengulum senyum.

"Bisanya lebai lu!" ejek Acha menjambak rambut tebal Devid.

"Anjir! Sakit Changcutsss!!"

"Astaga, mereka ini, ya! Dari kecil gak bisa diem apa!" ucap Sinta menghembuskan napas kasar setelah mematikan sambungan telepon.

***

"Om! Matanya kayak Acha, ya!" Menatap mata kecil yang terlelap di pangkuan Mamanya.

"Hehehe, iya, liat lagi tuh! Bibirnya persis sama, Devid!" jelas om Yogi terkikik.

"Anak kita itu, berpaduan anak tetangga yang suka banget ngobrol sama Ayahnya," ucap Nia dari dalam rumah membawa lap tangan.

"Tante bisa aja! Tapi benar, ya! Mirip kita, Dev!" Sumringah Acha greget menatap bayi mungil itu.

Tiba-tiba Acha memeluk Devid erat, semua mata tertuju menatap mereka dan gelak tawa terciptalah.

"Lebai banget sih, lo!" ucap Devid masih menjaga ekspresinya.

"Mirip kita, Dev! Gak nyangka banget!!"

"Namanya mau apa, Om?" tanya Devid mengalihkan pembicaraan dengan Acha.

"Emm, kayanya perpaduan nama kalian, deh."

"What?!" kejut Devid.

"Bagus, Om! Biar si kecil imutz ini tau kalo aku tetangganya!" kekeh Acha masih mengelus lembut pipi mungilnya.

"Gimana kalo, Decha Yogini?" tanya Nia memberi saran.

"Pas banget, Istriku! Sipp itu yang akan tertera di kartu keluarga!" setujunya.

"Ihh baper deh! Jadinya kan pengen punya anak, hehehe," celetuk Acha tanpa malu.

"Hahaha!" Tiga keluarga itu tertawa lepas karena kepolosan Acha, sedangkan Devid yang dari tadi diam kini pipinya merah merona.

"Kamu buat aja sama Devid, Cha!" gurau Yogi terkikik.

"Bisa?"

"Udah-udah kalian mau masuk SMA, nanti juga tau! Jika sudah menikah itu!" sela Dinda tertawa.

"Dev, juga tau."

"Aishh, jangan atuh, Dev!" balas Sinta.

"Enggak sekarang dong! Entar sama calon istri," jelasnya melirik Acha yang tak bosan menatap wajah mungil nan bersih.

"Hahaha, itu tau!"

Di sore yang cerah itu, mereka rayakan dengan memanggang ayam dan makan-makan. Meski Sinta dan Dinda tanpa suaminya yang masih sibuk dengan pekerjaan di luar sana, tetapi mereka tetap bahagia.

"Kapan party, Cha?" tanya Nia di samping yang sedang memotong kentang.

"Minggu depan, Tan."

"Wihh jadi anak SMA dong, masuk ke mana?"

"Yang deket aja, biar bisa nebeng sama, Dev."

"Kamu ini, bisa aja!"

"Dev dengar, gak budek kaya, Changcutters!" ucap Devid menghampiri mereka

"Kamu udah tau juga, Dev!"

"Yaelah ...!"

"Untung tante gak kepikiran sama panggilan kamu, Cha, Hahaha!"

"Itu Devid yang buat sendiri, Tan! Jahat tuh orang."

"Bodoamat." Devid kembali duduk dan memainkan gitarnya bersama mamanya dan mama Acha.

"Dia emang nyebelin, Tan, dari lahir kali."

"Tapi kamu sayang?" tanya Nia cengengesan.

"Gak tau!"

"Kamu ini, yuk! Udah mateng nih." Sembari membawa nampan yang berisi kentang goreng.

"Let's go ...."

Di bawah gemerlap langit malam, senandung nyanyian menemani kebahagiaan. Si kecil Decha yang terlelap di kamar, telah hadir menjadi anggota baru di kompleks itu, senyumannya terukir mungil menandakan ia bahagia terlahir.

Nexttt

CINTA SEGI EMPAT 3 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang