171. Dia Kembali

15 4 1
                                    

"Takkan ada yang sia-sia, selama kita mensyukuri apa yang Tuhan beri."

Acha mengangguk mengiyakan. "Devit," panggilnya.

"Ya?"

"Kamu harus maklum, ya, kita emang gini adanya kalo udah nempel," jelas Acha dengan wajah penuh harap dimaklumi.

Seulas senyum tersungging. "Makasih, mama udah berjuang buat Devit dan kali ini, gak mungkin banget Devit ngelarang apa yang Mama sama Papa rindukan, setelah sepuluh tahun dipisahkan."

Ah, anak siapa sih ini? Dengan cepat Acha dan Devid bangkit, berjalan ke samping mengelilingi meja makan. Devit mendapat pelukan hangat dari kedua orang tuanya, ia jadi mengingat perkataan Ginan untuk memintanya bercerita apa pun dan mungkin suatu hari mereka dipertemukan lagi, Devid akan bercerita. Bahwa, keluarganya sangat menyayanginya.

"Abis nganterin kamu, kita mau pergi ke oma Dinda, Dev! Jadi, kamu nanti nyusul ke sana, oke?" jelas Acha setelah mengurai pelukan.

"Siap, Ma ...."

"Kita siap-siap berangkat jam berapa, Dev?" tanya Acha.

Devit menoleh. "Jam delapan aja," jawabnya.

"Siap! Satu jam dari sekarang!" seru Devid.

Selanjutnya rebutan siapa cepat masuk ke dalam kamar mandi. Berakhir Acha harus menjadi orang pertama.

"Mama ini R-A-T-U! Jadi, kalian harus mengalah!" seru Acha.

Di dalam kamar mandi, Acha terus bersenandung ria melupakan waktu yang terus berjalan. Saat kakinya melangkah keluar dari kamar mandi, ia baru tersadar hampir menghabiskan waktu satu jam! Hingga tatapan tajam dari dua netizen membuat Acha mengatupkan kedua tangannya di dada.

"Perasaan baru lima menit, deh!" bela Acha sambil melangkah mendekati kamarnya.

Devid mendelik kesal. "Makanya, bawa jam beker ke kamar mandi, RATU ...!" sindirnya.

"Sekalian jam dinding aja, Pa! Banyakin pajang di kamar mandi!" balas Devit sama kesalnya.

Devid mengelus puncak kepala anaknya. "Kamu hebat, bisa bertahan dengan Ratu tanpa papamu ini!"

"Papa gak tau, ya? Kebanyakan Devit dilempar ke kamar mandi tetangga!" jelasnya melapor.

Acha yang masih berdiri di ambang pintu kamarnya mendengkus. "Udah sana! Katanya jam delapan, malah pada ngedumel!"

Serentak Devit dan Devid menoleh malas. "Iya, Ratu ...!"

Setelah ketiganya rapi dengan penampilan masing-masing, termasuk Devid yang kembali merasakan nikmatnya memakai baju yang pas untuk tubuhnya. Devid membonceng Acha, sedangkan Devit sendiri dengan motor kesayangannya paling depan.

"Diajarin siapa, tuh, anak?" tanya Devid.

"Bram!"

"Pantesan, gak bisa ngebut!"

Acha mencubit pinggangnya. "Aw!" jerit Devid

"Ngapain ngebut-ngebut, gak guna!" maki Acha.

"Biar cepet, Changcuts ...."

Sesampainya di parkiran tempat latihan renang Devit, mereka semua segera masuk dan menemukan Pak Regal yang sedang duduk santai ditemani kopi hangat.

"Waduh, ada tamu istimewa!" sapanya, menyambut kedatangan.

"Pagi, Pak, say—"

"Dari wajahnya saja, sudah saya kenali! Kalian orang tua hebat, Devit!" potong Pak Regal, ia awalnya terkejut bukankah Devid yang dimaksud ayahnya hilang atas kejadian pesawat jatuh?

CINTA SEGI EMPAT 3 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang